LC 5

51 10 7
                                    

XI IPS 2, tulisan itu yang melekat di pintu kelas yang dimasuki oleh Marcel dan Zaza. Mereka memang satu kelas. Bagaimana bisa? Tentu saja bisa. Mereka berpacaran saat kelas sepuluh semester dua, dan saat itu juga, Zaza pindah kelas dari IPA ke IPS untuk satu kelas dengan Marcel.

Kenapa bisa? Bisalah. Jangan lupakan Zaza yang sangat berkuasa di SMA ini. Bukan hanya Zaza, Marcel pun sama berkuasanya.

Sahabat-sahabat mereka pun berada di kelas yang sama.

"Woi! Pagi-pagi udah ngebucin aja kalian," pekik salah satu cewek yang semalam ikut andil di club.

Jesy, namanya. Gadis itu bukan sahabat Zaza awalnya. Jesy dan ada lagi satu cewek namanya Rosa itu adalah teman Marcel. Dan saat Zaza memperkenalkan diri sebagai pacar dari Marcel, maka Jesy dan Rosa secara otomatis menjadi teman Zaza juga.

"Tahu nih. Lagian ini Axel kemana sih, kalau ada dia kan gue nggak jadi nyamuk gini," ucap gadis bernama Rosa. Memang Axel dan Rosa berpacaran, mereka pasangan yang baru dua bulan lalu berpacaran. Axel adalah salah satu dari kedua teman Marcel.

"Jadi nyamuk kan kalian? Sana pergi jauh-jauh," jawab Zaza dengan senyum menyebalkannya.

"Wah songong dia. Kita juga punya kali!" Protes Jesy dengan muka kesalnya.

Kalau kalian menganggap Jesy jomlo, kalian salah. Mana ada geng Marcel dan Zaza jomlo? Wkwk

Jesy berpacaran dengan Louis dua tahun lalu. Sebelum Zaza dan Marcel berpacaran.

Jadi seperti ini, Marcel, Axel, Louis, Jesy, dan Rosa itu berteman saat mereka masih SMP. Zaza tidak satu SMP dengan mereka, makanya ia baru kenal saat SMA.

"Iya tahu. Nggak usah pamer," balas Marcel dengan muka datarnya.

Zaza dan Marcel duduk di kursi mereka. Bangku mereka berenam berdada di pojok belakang. Jadi tidak mudah di temukan guru saat mereka tidak memperhatikan pelajaran.

"Tumben si Axel sama Louis belum datang, biasanya bareng kalian," ujar Zaza.

Jesy memutar bola matanya. "Louis bilang dia datang setelah jam istirahat. Pusing katanya."

Mereka terkekeh pelan.

"Gimana Za? Enak nggak semalem?" Tanya Rosa.

Zaza mengerucutkan bibirnya. "Kalian jahat banget, gue tadi pagi muntah-muntah tahu. Pala gue sakit, perut gue mual, kebanyakan minum."

"Alah kayak nggak pernah aja kamu," jawab Marcel acuh.

"Si Axel kemana?" Tanya Marcel pada Rosa.

Rosa mengedikkan bahunya. "Siapa yang tahu. Masih molor kali."

Zaza tertawa pelan. "Masih berantem kalian?"

Rosa mengangguk. "Ya gitu deh. Siapa suruh main sosor-sosor aja congornya."

Tadi malam Axel ketahuan bercumbu dengan wanita sewaannya. Jadi semalam Axel dan Rosa benar-benar bertengkar hebat.

"Ya harus iklas lah, maklum baru jadian jadi masih awam gitu," ucap Marcel dengan nada meledeknya.

Rosa melotot. "Maksud lo apa?!" Pekiknya.

"Lo pikir mereka bertiga bakal tahan kalau nggak main cewek?" Tanya Jesy.

Rosa mengangguk polos.

"Bego dipelihara!" Seru Zaza lalu tertawa kencang diikuti Jesy dan Marcel.

"Apa sih?"

"kalau lo mau Axel nggak main cewek lagi, ya lo harus bersedia jadi tempat ngilangin nafsunya dia. Lo harus jebol dulu," jawab Marcel blak-blakan.

"Gitu ya?"

"Iyalah. Kalau lo masih belum mau nyerahin keperawanan lo, ya Lo harus  rela Axel main cewek," lanjut Marcel.

Rosa mengerjap pelan. "Jadi kalian berdua rela cowok kalian main cewek?"

Jesy mengedikkan bahunya. "Kalau gue sih nggak rela, jadi gue bersedia jadi tempat pelampiasannya Louis, lagian kita berdua juga udah lama pacaran, dan setelah lulus kita bakal nikah."

Rosa mengangguk mendengar itu. Lalu gadis itu menatap Zaza.

"Gue?"

Rosa mengangguk.

Zaza menghela napasnya. "Gue mau nggak mau harus rela lah. Secara kan Marcel cowok normal, dan gue belum siap lepas perawan, jadi you know lah."

"Tapi saran gue, kalau lo masih belum siap, bilang aja belum siap. Jangan Lo paksa. Lagian kalian baru pacaran, dan belum tentu juga kalian nikah kan," lanjut Zaza.

Marcel mengangguk. "Betul. Kecuali kalau lo udah ada rencana nikah kaya Si Jesy, baru lo terserah mau nyerahin atau nggak."

"Bener-bener. Tapi yang gue heranin, emang keperawanan itu masih penting ya?" Tanya Jesy yang langsung mendapat toyoran dari Zaza.

"Ya penting lah bego! Menurut gue nih ya. Gue nggak bakal iklas nyerahin keperawanan gue sama orang yang nggak jelas. Soalnya keperawan itu sama aja kek harga diri," jawab Zaza.

"Betul sih. Gue juga nggak rela," ucap Rosa.

Jesy memutar bola matanya. "Emang menurut kalian gue rela? Enggak kali. Tapi kalau kalian coba, pasti ketagihan. Coba aja deh."

Marcel tertawa pelan. "Emang bikin ketagihan sih," ucap Marcel sambil menganggukkan kepalanya berkali-kali.

"Tapi ya. Gue sebagai lelaki, ya pasti maunya yang perawan dong. Apa lagi istri gue, rasanya kecewa gitu kalau tahu doi udah nggak perawan."

Zaza mengangguk. "Maka dari itu dia nggak jebolin gue," jawab Zaza dengan percaya diri.

'siapa bilang gue nggak mau jebolin lo? Tunggu tanggal mainnya aja Zaza sayang,' batin Marcel dengan seringaian muncul di bibir tebalnya.

Tbc!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Life ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang