1

11 1 0
                                    

Sekujur tubuhku menggigil kala kilasan bayangan kembali menghantui mimpiku, wajah itu lagi, dia terus datang seakan aku ingin ditarik untuk masuk kedalam dunianya.

Aku mendengar semua orang berteriak, namaku terus dipanggil tapi semuanya semu, yang kulihat hanya kabut putih dan aku, selalu melihat seseorang disana. Dia menatapku tapi aku tak mengenalnya.

Siapapun kamu, jika itu bagian dari masalalu yang telah hilang dari ingatanku, aku mohon kembali dan bantu aku untuk keluar dari semua bayangan ini.

~~~

Yogyakarta, Indonesia

14 april

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, rasanya baru kemarin aku dilondon tapi sekarang sudah kembali dinegaraku. Hidupku harus tetap berjalan walau sudah kehilangan banyak hal.

Aku berjalan menyusuri jalan setapak dengan terus mendengar kicauan burung, dan hewan ternak yang ada. Mataku juga dimanjakan dengan hijaunya hamparan padi disawah, melewati kebun-kebun yang rindang akan buah.

"Angsal pinten wau nimbange bu?" (dapat berapa kilo timbangannya bu?")

"Eh mas dimas, tasek diitung mas engken mawon nggeh." (eh mas dimas, masih dihitung nanti saja ya.)

"Enggeh bu, monggo." (iya bu, mari.)

Orang tuaku membeli kebun dan sawah hasil dari penjualan properti kita dilondon. Semuanya berjalan dengan lancar, apa yang dirampas dulu sudah kembali pada pemiliknya. Ayah dan ibuku mereka mengatur penjualan jamu dan aneka olahan dari hasil panen.

Sebagai putra dari mereka aku bersyukur bisa menjalankan bisnis keluarga yang semakin berkembang, walau kita ada didesa tapi penjualan kita sampai ke beberapa negara.

"Monggo mas dim."(mari mas dim.)

"Enggeh bu, pak monggo sedaya." (iya bu, pak mari semuanya.)

Aku suka semua pekerja disini sangat ramah, dan membuatku semakin nyaman.

"Dim." aku menghentikan langkahku saat mendengar ada yang memanggilku.

"Iya bu." aku menatap wajah paruh baya dari wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku, tampak tenang dan lebih segar dari sebelumnya.

"Sudah cukup bekerjanya, pulang dan lanjutkan dirumah."

Sekejap aku menatap teriknya matahari siang ini, cahayanya menyorot menusuk tajam mataku. Aku memiliki keluarga yang lengkap, kehidupan yang cukup tapi kekosongan selalu membayangi hidupku setiap saat.

"Dimas kenapa berhenti?"

"Aku ingin mencari rain, entah dia dimana aku merasa dia kunci dari segala kebimbanganku bu."

"Kemana kau akan mencarinya? Kenapa kau menyiksa dirimu sendiri? Anggap rain itu ilusi, tidak bisakah kau bahagia tanpa memikirkannya?" aku diam setiap pertanyaan dari ibuku tidak bisa kujawab.

Aku tidak bisa merasakan apapun semua berakhir walau belum sempat aku memulainya.

Rain beri aku petunjuk dimana kau berada sekarang?

~~~

Hampir 2 jam aku terdiam, dia lagi yang terus menghantuiku. Hingga malam mataku tak bisa terpejam, kejadian mengerikan, aku melihat darah dimana-mana tapi aku tidak bisa maju walau hanya selangkah.

"Belum tidur?" aku menoleh kesumber suara, lalu dia masuk dan duduk disebelahku.

"Aku tidak seperti mereka yang menyuruhmu melupakan segalanya, masa lalu yang kau lupakan mungkin ada banyak rintangan tapi disanalah aku melihatmu selalu hidup. Dengan segala masalah itu."

"Jika kau tahu segalanya, kenapa tidak membantuku atau mencari dia yang ada dalam anganku?"

"Dia hidup dalam hati dan ingatanmu. cari sendiri dan temukan dia. Walau semua orang bungkam tapi tidak untukku aku tetap teman dan sahabat untukmu."

"Surat, kalian biasa berbalas dengan ini. Dan mungkin disana kau bisa menemukan jawabannya."

Surat, lengkap dengan bunga mawar yang sudah kering hingga kelopaknya jatuh dilantai kamarku.

~~~

6.15

Matahari menyilau tepat didepan mataku, udara pagi yang sejuk dan ditambah hangatnya sinar mentari.

"Bu hari ini aku ada urusan mungkin kembali besok."

"Kau akan kemana?"

"Jakarta, kerumah rain yang dulu."

Aku bisa merasakan perubahan pada wajah ibuku, dia nampak gelisah dan takut tapi untuk apa aku juga tidak tahu.

"Tidak bisakah hidupmu berjalan normal? Apa susahnya perintah dari ibumu ini? Jangan mencarinya dia itu ilusi hanya bayangan yang selalu mengganggumu!"

"Tapi dia bagian dari hidupku."

"bukan! Rain hanya ilusi, dia tidak pernah ada walau untuk sehari didunia ini."

Aku terdiam dengan membawa surat yang ditulis dengan tanganku sendiri, setiap kalimat yang ada seakan membawaku untuk hidup kembali dan mencarinya lagi, dan lagi.

Entah sampai kapan pencarian ini yang pasti, dimanapun kamu, aku akan menemukanmu. Entah hari ini atau diujung hari. 

Untuk Dimas2 (Finding Rain)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang