🌹🌹🌹
"Dasar menantu kurang ajar! Berani kamu melawan Mila! Sudah bosan jadi menantuku, hah!"
Mataku berkaca-kaca, Mas Bagas dan Mas Doni berlari menghampiri kami yang ada di dapur.
"Bu, ada apa ini, Bu?"
Ibu mertua berkacak pinggang, lalu menunjuk wajahku dengan wajah marah.
"Ini nih, lihatlah sendiri kelakuan istrimu, masa dia bentak-bentak kakak iparnya sendiri," ucap Ibu mertua.
"Bukan aku yang mulai duluan, Bu. Tapi Mbak Mila," ucapku membela diri.
"Masih berani bicara ya, kamu! Dasar menantu suka melawan, pantaslah dulu aku yakin kamu benar-benar bukan menantu yang baik!" seru Ibu sambil mendorong tubuhku.
Aku terhuyung, hampir terjatuh jika tidak ditangkap Mas Doni.
"Bu! Jangan keterlaluan!" Mas Doni membentak Ibu mertua.
Mbak Mila terlihat melotot melihat itu.
"Mas, kamu apa-apa sih, biarin aja! Dia emang kurang ajar udah bentak aku!"
"Doni, gak usah ngelawan ya, kamu!"
Aku menatap Mas Bagas yang diam saja sejak tadi, sungguh sakit sekali hati ini, lima tahun berumah tangga tak sekalipun Mas Bagas membelaku di depan ibunya.
"Bu, sudah, Bu. Jangan begitu, nanti darah tinggi Ibu kumat, mungkin Maira enggak bermaksud begitu, Bu." Mas Bagas kini bersuara hanya untuk menenangkan ibunya.
"Halah! Kamu aja yang ngeyel, dibilang nikah saja sama Dianda yang kaya itu, kamu enggak mau, bodoh!"
Setelah mengucapkan itu, Ibu mertua berlalu tanpa sedikitpun merasa bersalah.
"Mila! Mas yakin kamu yang mulai duluan!" seru Mas Doni.
"Apa sih Mas. Aku gak terima ya wanita ini ngadu-ngadu sama kamu!"
Mas Doni terlihat menggelengkan kepala.
"Siapa yang ngadu ke siapa? Jangan enggak merasa bersalah kamu! Ayo ikut aku!"
Mas Doni menyeret istrinya pergi masuk ke dalam kamar, dan aku hanya diam saja meski Mas Bagas menghampiriku.
Rasa sakit saat di tampar tidak sebanding dengan rasa sakit yang aku rasakan saat tidak dibela sama sekali oleh suami sendiri.
"Dek, pipimu enggak apa-apa?" tanya Mas Bagas mendekat, lalu mengelus pelan pipiku yang memerah.
Aku menepis tangan itu, lalu pergi meningglkan Mas Bagas seorang diri di dapur.
Sampai di kamar, aku tidak kuasa untuk menangis, cukup sudah apa yang aku alami ini. Sejak dulu menjadi babu di rumah sendiri, dulu bahkan aku sering jatuh sakit karena kelelahan bekerja di toko lalu di rumah masih harus beres-beres.
"Dek, maafkan Ibu ya, Mbak Mila memang orangnya keras, kamu kan sudah tahu sendiri," ucap Mas Bagas.
Sedikitpun, aku tidak menoleh padanya.
Lelah rasanya harus terus berbagi rumah dengan mereka yang tidak tahu diri, jangankan menyapu, masak dan mengepel, mengambil makanan pun mereka memintaku yang mengambilkan jika aku libur bekerja.
"Kalau mau aku maafin, bisa usir mereka dari sini?" tanyaku datar.
Wajah Mas Bagas memucat.
"Jangan begitu, Dek. Bagaimanapun juga Ibu adalah ibuku, kalau tidak tinggal di sini mau tinggal di mana ibuku."
Aku memandang Mas Bagas datar, sama sekali tidak kasihan melihat wajah melasnya itu, sekian tahun terus mengalah kini aku tidak mau lagi diinjak-injak oleh Ibu mertua dan Mbak Mila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Menantu Pilihan
RomanceMaira Senjakala seorang wanita yang tidak beruntung karena diperlakukan tidak baik oleh mertuanya, selama menjalin rumah tangga selama lima tahun, Maira harus terus bertahan menghadapi rasa sakit yang diterimanya. pertemuan kembali Maira dengan mas...