Aku berbaring di kasurku, sudah dari satu jam yang lalu aku pulang, tapi bayangan dia tetap masih ada.
Aku mencari namanya di media sosial. Ketemu. Bimbang. Haruskah aku follow, agar aku tau kegiatannya? Agar tau kabarnya? Aaah, aku benar-benar ingin bertanya, "Masih sendirikah kamu? Jika iya, aku berharap bisa bersatu. Jika tidak, semoga aku terbiasa dengan waktu," gumamku dengan menatap langit-langit kamar.
Rasanya ingin sekali menangis, entah karena sedih atau bahagia. Intinya ada dua-duanya. Rindu setahun ini harus kuapakan?
Masih dengan rindu, sampai jam menunjukkan malam mulai larut pun, aku masih terbelenggu. Sesak yang menggebu. Aku menaruh rasa yang cukup terlalu.
[Ikhsan Adi mengikuti Anda]
Oh Allaah, pucuk dicinta ulam pun tiba. Sepertinya aku tidak percaya. Pria misterius ini mengikutiku di medsos? Sungguh, kadang aku salah paham dengan perhatiannya yang diam-diam. Aku tak mau terlalu berharap.
[Masih aktif, dek. Belum tidur?]
Oh Allaah, ini sunggahan? Dia mengirimiku pesan? Menanyakan aku yang belum tidur. "Ayo, sukma. Jangan berharap lebih, nanti dia pergi lagi," gumamku.
Kubalas pesan itu dengan sedikit gemetar. [Belum, Om. Belum ngantuk juga ada tugas yang belum kelar.]
[Hahaha, ini panggilnya beneran Om, ya? Setua itu, muka saya?] Balasannya membuatku ikut tersenyum.
[Hehe, emang mau dipanggil apa?] Berani sekali aku ini menanyakan hal itu.
Setalah sekian lama, aku yang perperang dengan ego, memilih mengubur semua tentangnya, baik di nyata maupun di maya. Tak lagi kuingin tahu tentangnya.
[Haha, gapapalah dipanggil Om, juga. Oiya sekarang kelas berapa?] Beberapa menit yang lumayan lama, akhirnya balasan itu muncul. Aku tertawa mengejek.
"Kelamaan perginya sih, lu. Jadi gak tau, 'kan gue dah lulus. Dasar!" Aku berbicara di depan handphoneku, berharap dia tidak mendengarnya. Aku beri jarak waktu yang lumayan lama untuk membalasnya. Katanya, jangan terlalu fast respont, jika dichat lelaki, biarkan dia berjuang ... berjuang untuk menunggu, sama sepertiku setahun ini. Rasakan!
Sudah cukup lama kurasa, ku ketik pesan balasan untuknya, [hehe, saya udah lulus, Om. Sekarang kuliah.]
Kaku sekali. Padahal ini hanya lewat pesan, bagaimana jika lewat lisan. Apa iya, aku akan pingsan? Aaah, lebay.
Sudah malam, dia juga belum balas pesanku. Aku matikan data, dan juga laptopku. Tugas-tugasku kelar, jam menunjukkan pukul duabelas malam, "Waktunya bobo, sukma ...," kataku sambil berjalan kearah kasurku.
Tbc.
🍁🍁🍁🍁
![](https://img.wattpad.com/cover/241147634-288-k204695.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perantara Jodohku
Ficção AdolescenteMenyukai diam-diam, sakitnya pun diam-diam. Lalu, bagaimana jika jatuh hati pada tetangga depan rumah? Yang awalnya dikira menaruh rasa, tapi nyatanya hanya mengamati tak sampai di hati. Ini lah ceritaku, Sukma. Si Gadis yang menaruh rasa pada tenta...