PROLOG

21 8 3
                                    

"pada senja aku mengadu, bahwa aku rindu, rindu ibu  ku yang dulu " (afshin)

        Hari kian beranjak sore, namun gadis berbaju biru dengan secangkir kopi itu masih setia memandangi baju kumal yang ia gantung di sudut kamar bercat abu-abu suram yang sebenarnya sangat mewah itu.
       Tak ada sedikitpun binar terpancar di mata coklatnya, tak ada seulas senyumpun yang terukir setelah kejadian dua tahun silam yang ia alami, semua masih tampak sama di ruangan itu, tak ada yang berubah, bahkan cerutu tua yang biasa di gunakan sang empu kamarpun masih bertengger manis di meja hitam di sudut dipan usang miliknya, tak bergeser barang se inci pun. Kini gadis itu meringis mengepal tangan nya kuat, "akan aku buktikan bahwa semua tidak benar, ia akan tau apa yang akan aku lakukan, kau tunggu saja kakek, aku akan balas kan. " Afshin menitikkan setetes cairan bening dari mata sayu nya.
        Banyak hal yang terjadi tapi tidak bisa dipaksa untuk begitu cepat dipahami.Hari telah pagi, fajar manis begitu berbinar tertawa elok di ufuk timur, tak ada sedikitpun raut bahwa hujan semalam akan berlanjut, embun berkilau di daun sisa hujan seolah mutiara cantik yang bertengger manis di dedaunan.
           Afshin mengikat rambutnya asal, ia sudah siap dengan seragam putih abu abu nya, ia ingin segera ke sekolah untuk menghindari keramaian, dan juga untuk menemui Kejora Akisya, sahabat nya yang sangat mengerti seorang Afshin Adiba
           Baru saja sampai di lantai bawah suasana mencekam mulai menusuk tulang nya, rasanya setiap hari ia harus terbiasa dengan suasana ini.
     "Ngapain Lo? Mau sekolah ? Duri kayak lo ga pantes ada di sana tau gak!! " Axel menatap sengit pada Afshin saat mengucapkan itu, masih saja kata kata itu setiap pagi yang Afshin harus dengar dari mulut kakaknya, seorang kakak yang harus nya melindungi dirinya, justru begitu membencinya, berbeda jauh dari sikap Axel kepada saudari kembarnya Afrin Adiba gadis cantik feminim yang sangat manja, jauh berbeda dengan Afshin gadis dingin dengan tatapan sayu yang urakan.
     " Kamu itu jangan sok kecakepan deketin Kenzo, Dia itu calon pacar Gue, kalo aja dia tau lo itu penyebab kematian kakek dia bakal benci banget sama Lo, dia bakal jauhin Lo, untung gue baik ga bilang kesiapapun."  Afrin tertawa sinis setelah mengatakan itu, sedang orang tua mereka hanya diam mengangguk mengiyakan, hanya bi Ijah di sana yang sedih melihat Afshin di sudutkan seperti itu, karna ia adalah yang paling mengenal Afshin dirumah ini.
      Afshin sama sekali tidak berniat menanggapi, ia hanya melenggang pergi dengan wajah datar nya, Afrin hanya tersenyum sinis melihat Afshin seperti tak berkutik. Berbeda dengan Axel, ada raut yang tak bisa di jelaskan di wajahnya, entah apa itu.

                     🌷🍃🍃🌷

          Afshin telah sampai di sekolah, Ia masuk ke lingkungan sekolah dengan santai, Afshin melihat tali sepatu nya terlepas, Ia mendengus kesal lalu berjongkok untuk memperbaiki nya, Ia tak sadar kalau saja Ia berada di tengah jalan, dan tiba- tiba saat berdiri kepala nya mengenai dagu seseorang yang sedang fokus dengan buku yang sedang ia baca.
  " Lo tu bisa hati- hati ga sih? Jongkok kok tengah jalan ." Ucap cowok itu dengan nada kesal."
    Afshin hanya tertegun, ia tak paham apa yang terjadi, seketika tatapan sayu nya membulat memperhatikan orang tersebut, mata biru itu, Afshin sangat mengenalnya, cowok itu, dua tahun lalu, Dia kembali.

Opp😂 sampe disini aja yaa, lanjut ke part 2 abis ini, hehehe,

AFSHINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang