Satu

61 5 7
                                    

Akan Langit kutuk setelah ini.

Perbuatan Ratu sungguh keterlaluan. Di meja makan, saat mami papinya berkumpul bahkan membahas bisnis yang tengah di pasrahkan pada Langit, tangan Ratu menjadi pendukung mutlak. Terus mengelus gundukan di pangkal pahanya, mati-matian Langit menahan desahan.

Sialan-sialan-sialan.

Cengkeraman pada sendoknya mengerat. Kepalanya kaku maksimal—sekedar mengangguk saja terasa sulit. Ratu benar-benar ulung dalam bermain dan mempermainkan birahinya. Menjadikan dirinya budak seks yang terus memuja dan ketagihan. Tidak hanya sekali, berkali-kali. Tidak tahu tempat. Di mana pun. Kamar, ruang keluarga, dapur bahkan taman belakang rumah, mereka melakukannya di mana pun.

Sensasinya sangat luar biasa. Menahan erangan yang mematikan. Menghentak dengan sangat keras. Menggerayangi dengan sangat buas.

"Aku selesai papi."

Yang sangat tidak bertanggungjawab di tinggalkan. Mata Langit nyalang menatap tubuh seksi Ratu yang berlalu.

Sebentar lagi.

"Abang kamu sudah kasih kabar belum?"

Beruntungnya meski kenikmatan melanda, fokus Langit bisa membaginya. Dan obrolan bersama papinya—Radit Anggoro—berjalan mulus tanpa curiga.

"Semuanya oke pi. Aku cuma perlu belajar lebih giat buat mengenal semuanya. Ini sulit banget, awalnya. Tapi sekarang it's okay."

"Bagus. Papi sama mami bisa pulang kampung dengan tenang."

Ya. Masa-masa yang sudat Radit dan Senja jalani akan di rasa cukup sampai di sini saja. Ketiga anaknya sudah tumbuh dengan baik. Keseluruhannya sangat mumpuni untuk segera di lepas. Mengemban perusahaan yang Radit lebarkan sayapnya. Merajai beberapa properti handal dan kebutuhan hingga ke luar negeri.

Semuanya terintis dengan apik. Kehidupannya sudah lebih dari tenang. Cita-cita untuk menghimpun anak-anaknya dalam memberi bimbingan telah usai. Kini, berganti dirinya dengan sang istri yang akan lengser. Meninggalkan Bandung dan kembali ke Ungaran. Mengenang masa muda mereka yang penuh dengan lika-liku.

"Papi mau ngajar lagi?" Ini Senja yang bertanya.

Wanita paruh baya yang masih ayu di usia pertengahannya jelas menyihir Radit yang hingga setua ini masih sangat bucin.

Radit mengangguk. "Dan berkebun. Papi punya tanah kosong yang bisa kita kelola buat jadi toko bunga."

Senja mengangguk senang pun dengan Langit yang bungah melihat interaksi kedua orangtuanya.

Dalam pandangannya, mereka adalah orangtua sempurna yang romantis. Jarang terdengar pertengkaran di antara keduanya. Selalu memberi kebebasan untuk anak-anaknya memilih. Tidak ada paksaan yang mengharuskan mereka menjadi boneka di rumahnya sendiri.

Bangga? Tentu saja. Langit akui itu. Dirinya bahagia, kecuali...

"Langit tidur mi, pi." Yang di kecupnya pipi kedua orangtuanya bergantian. Dan menaiki tangga menuju kamarnya.

[]

Ini pasti nahas.

Kesialan yang datang bertubi-tubi, Langit garis bawahi sebagai kenahasan.

Tubuhnya hampir limbung ke depan begitu tangannya di tarik memasuki sebuah ruangan. Lebih gilanya bukan pada tubuhnya yang akan terpental tapi pada di mana dirinya berada; kamar abangnya, Raja.

Keseksian tubuh Ratu terekspos begitu mulusnya dalam balutan gaun tidur tipis—sialnya—tanpa ada penghalang selain kain tipisnya. Karena begitu Langit membuka mata, yang terpampang jelas membuat kerongkongannya kian mengering. Ludahnya serasa di taburi garam dan paku, sulit menelan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RATU LANGIT (Sibling Brother Sister)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang