Did you ever love me?

440 76 8
                                    

"Hey Matsun" seru pemuda bersurai coklat muda itu kepadaku. Ah rasanya aku sudah rindu sapaan halusnya.

"Kenapa Makki?" Hanamaki tersenyum lirih saat aku membalas perkataannya. Tidak lama lagi, bertahanlah sebentar saja.

"Setelah aku menikah apa kau akan tetap melanjutkan bisnis toko bunga ini?" aku terdiam sejenak. Bagaimana bisa aku menutup toko yang kita bangun bersama, tapi berapa lama aku bertahan dengan kenangan yang tertinggal disini.

"Aku belum memutuskan itu"

"Dan kapan kau akan menyusul kami? Oikawa dan Iwaizumi sudah menikah, sebentar lagi aku. Sekarang tinggal kau sendirian" ah kau benar, aku sendirian disini. Kau sudah menemukan tempat berlabuhmu Makki. Aku hanya membalas dengan tawa canggung. Bagaimana bisa aku menikah jika orang yang ku cintai sudah bahagia bersama orang lain.

"Apa kau punya orang yang kau sukai?"

"Tentu saja" jawabku. Alisnya mengernyit, sepertinya ia tidak terima dengan jawabanku.

"Kenapa tidak pernah bilang padaku?"

aku ingin, tapi tidak bisa.

"Itu ada pembeli, segera layani. Aku mau ke toilet dulu" aku meninggalkannya. Sesak, terasa semakin sesak disini.

"Uhuk uhuk-" lagi. Marigold ini tak berhenti keluar dari mulutku. Sekali saja, jangan biarkan aku terlihat sakit di depannya. Biarkan aku terlihat baik-baik saja hingga tiba waktunya.

Batukku semakin tidak terkontrol, itu membuat suaraku bisa terdengar ke luar. Sesak sekali, aku memegangi dadaku, menahan nafas agar tidak terbatuk lagi. Namun percuma saja, semakin di tahan maka akan semakin sakit.

"Matsun kau baik-baik saja?!" teriak Hanamaki dari balik pintu. Apa aku membuatnya cemas? Maafkan aku Makki. Aku membuang semua bunga itu, lalu membersihkan darahku sebelum ia melihatnya. Aku menggeser kenop perlahan, wajahnya tampak khawatir.

"Berhentilah merokok. Aku sudah mengingatkanmu berkali-kali"

"Tenang aku baik-baik saja. Hanya sedikit tersedak." aku melewatinya, tidak sengaja mengusak surai kesukaanku itu sebentar.

Kau adalah tembakaunya, bagaimana bisa aku menolak aroma memabukkanmu. Menatap matamu sebentar sudah membuatku lupa akan semua rasa sakit ini. Kau rasa sakit, sekaligus obatnya.

"Did you ever love me?"

.
.

Ini sudah hampir jam pulang kerja. Aku sedang menyusun bunga krisan kuning di meja. Ah tidakkah ini menggambarkan diriku?

"Oi Matsun!" aku terkejut saat dia menepuk pundakku tiba-tiba.

"Wah Krisan kuning. Aku dengar ini bentuk rasa kegembiraan dan optimis" jarinya di letakkan di dagu, mungkin dia sedang berpikir sesuatu.

"Kau tidak berpikir ini juga mewakili perasaan cinta yang samar dan tidak jelas?" tanyaku memastikan apa yang sedang ia pikirkan. Dia mengangguk cepat, berarti jawabanku benar.

"Apa ada yang memesannya? Menurutku kau harus menambahkan bunga Krisan putih" ia mengambil Krisan putih lalu meletakkan di meja, dan tersenyum ke arahku.

"Nah ini baru bagus. Akan menunjukkan bahwa orang itu memberikannya dengan perasaan tulus dan setia." benar, seharusnya aku menambahkan bunga Krisan putih. Netranya tiba-tiba melirikku penasaran, aku kaget saat punggung tangannya menempel di dahiku.

"Apa kau sakit? Wajahmu terlihat pucat Matsun"

"Tidak"

Iya. Aku sakit Makki.

 花 (Hana) [MatsuHana] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang