2

8 4 0
                                    

Rere mengetuk pulpen miliknya pada meja berulang kali. Matanya berpendar melihat satu-persatu wajah teman sekelasnya, kemudian berhenti tepat pada Renaldi yang sedang memejamkan matanya dengan earphone terpasang pada kedua telinganya. Kepalanya bersandar pada dinding di sampingnya, kedua tangannya terlipat di depan dadanya.

"Aldi tampan ya?"

Rere terlonjak kaget kala mendengar suara Nora yang berada tepat disamping telinganya. Dia melotot pada Nora lalu memukul bahunya pelan.

"Kau mengagetkanku." Rutuk Rere membuka bukunya berupaya membaca kembali tulisan yang baru saja ia catat tadi.

"Habis kau serius sekali memperhatikannya. Jangan-jangan kau menyukainya?" Rere mendelik pada Nora dan memukul kepalanya menggunakan pulpen yang sedang ia pakai.

"Kau bercanda? Aku baru saja melihatnya dua hari yang lalu." Cibir Rere mengenyahkan pikiran tentang Renaldi.

"Akui saja. Aku tahu kalau Aldi tampan. Tapi kamu jangan pernah mendekatinya." Bisik Nora diakhiri peringatan.

"Kenapa?" Rere tampak antusias kala mendengar yang Nora ucapkan.

"Dia itu ucapannya pedas sekali! Belum lagi sifatnya itu dingin. Kata Lisha, dia itu tipikal orang tsundere."

"Dan lagi, dia itu nakal. Kata teman sekelas dia SMP dulu, dia itu orangnya sering berkelahi. Dia juga di takuti oleh semua siswa di SMP." Imbuh Nora sembari memperhatikan Aldi yang masih memejamkan matanya, terlihat tidak terganggu oleh suara teman sebangkunya yang berisik.

"Benarkah? Pantas saja auranya berbeda."

Perlahan nyali Rere menciut mendengar apa yang Nora katakan tadi. Apakah temannya itu serius? Atau itu hanya rumor saja? Atau perasaan ini sebaiknya di hilangkan saja?

"Kita lihat saja nanti."

......

Rere mengusap keringatnya yang bercucuran karena berlari 2 putaran di lapangan sekolahnya yang besar. Bukan hanya dia, melainkan beberapa orang lainnya.

"Besok-besok gak usah sekolah sekalian! Kenapa kalian bisa terlambat kesekolah hah?!" Bentak pak Haris, guru killer disekolah mereka. Semua murid yang terlambat hanya bisa menunduk sembari mengatur napas mereka yang terengah karena habis berlari.

"Sudah, kalian masuk kelas. Awas kalau di ulangi." Lalu tatapan beliau mengarah pada Rere dan menunjuknya, "kamu! Sebaiknya ke toilet dan awasi salah satu siswa yang saya hukum disana."

Rere ternganga mendengarnya. Kenapa harus dia? Pekiknya dalam hati. Tetapi dia hanya bisa mengangguk dan berjalan dengan langkah gontai ke toilet. Disekolahnya ada tiga toilet, yang pertama toilet laki-laki, kedua perempuan dan ketiga umum.

Ketika sampai di toilet, Rere terpaku sejenak kala tahu siapa yang akan ia awasi, "Aldi?" Bisiknya lalu mendekati teman sekelasnya yang sedang menggosok lantai toilet.

Rere hanya diam di ambang pintu memperhatikan Aldi, entah lelaki itu sadar ada dirinya atau tidak. Rere tersenyum kecil melihat Aldi yang menjalankan hukumannya tanpa keluhan, hanya ada raut datar diwajahnya.

"Kau tak perlu mengawasiku seperti ini." Rere tersentak kaget tatkala Aldi berdiri dan berbalik menghadap padanya. Dia gelagapan saat Aldi menatapnya datar dan mendekatinya. Sontak dia pun mundur dan terpekik pelan menyuruhnya berhenti maju.

"Aku disuruh oleh pak Haris bodoh!" Pekiknya lagi kemudian menutup mulutnya saat sadar apa yang ia katakan.

Mata Aldi memicing tajam mendengar pekikannya, "apa? Bodoh? Siapa yang kau panggil bodoh disini?"

"Ma-maaf!" Dan Renata pun memilih berlari meninggalkannya yang mengangkat alisnya kebingungan melihat tingkahnya yang aneh.

.........

"Kau kenapa? Dikejar hantu ya? Sampai ngabisin air minum setengah botol gitu." Tanya Nora sembari meraih air minumnya yang tinggal setengah botol.

"Aldi kok bisa di hukum sih?" Nora mengangkat kedua bahunya dan memainkan kembali ponselnya.

"Katanya dia kemarin ketahuan bolos di atap." Sekarang dia ingat kalau Aldi tak masuk pada saat jam pelajaran terakhir.

"Eh ngomong-ngomong kau kenapa bisa terlambat?" Tanya Nora penasaran.

Rere menghela napas pelan kemudian menopang dagunya, "kebiasaanku susah hilang. Aku semalam bermain game dengan kakakku sampai larut malam." Lirihnya sembari cemberut karena kesal pada kakaknya yang meninggalkannya ke kantor tanpa mengantarnya terlebih dahulu.

"Kau sering bergadang?" Rere mengangguk, "Gila! Kau perempuan lho, seharusnya jangan bergadang terus." Seru Risa yang dibenarkan oleh Lisha.

Rere hanya menghela napas, kemudian menelungkupkan kepalanya dilipatan tangannya. "Ngomong-ngomong, kenapa Renaldi dipanggil Aldi? padahalkan bisa saja disebut Ren." dia mengangkat kembali kepalanya, dan menanyakan hal yang mengganjal dipikirannya sejak seminggu yang lalu.

"Katanya sih, Ren itu nama perempuan. padahal banyak kan lelaki dipanggil Ren?" sahut Friska menghentikan sejenak kegiatan menggambarnya.

"Salah! katanya, Ren itu nama sakral. tidak boleh ada yang memanggilnya Ren karna itu panggilan khusus!" Kata Risa menggebu-gebu, dan hal itu sontak memancing kernyitan alis semua orang.

"Kau tahu darimana?" tanya Nora serius, Friska dan Rere pun ikut antusias mendengarnya, karena itu mereka merapat kepada Risa.

"Kan aku dulu teman sekelasnya." Risa mengangkat kedua bahunya, enggan membahas.

Nora memicingkan matanya menatap curiga Risa, "Sepertinya kau mengetahui sesuatu?"

Risa menggelengkan kepalanya, panik mendengar tuduhan Nora. "Aku sama sekali tidak tahu apapun!" bantahnya lalu cemberut, membuat Rere mencubit pipinya gemas.

"Ya sudah, lebih baik kita berhenti membicarakan dia." sela Friska sebelum Nora kembali berbicara, "Tuh liat Aldi ngeliatin kesini." tunjuknya pada Aldi yang memang sedang melirik pada mereka yang sedang duduk dibangku Renata dan Nora.

......

Rere mendengus pelan kala mendengar ia disuruh membawa buku catatan semua murid dikelas untuk dibawa keruang guru. Padahal ada ketua murid, tapi kenapa ia yang disuruh?

Dia berjalan keluar kelas mengikuti guru bahasa Inggrisnya yaitu bu Jeni. Hingga ketika dibelokan, dia tak terlalu memperhatikan jalan sehingga menabrak seseorang yang sedang berlari hingga ia pun terjatuh dan buku yang ia bawa berceceran dibawah.

"Yak! Jangan lari-lari dikoridor!" pekik Renata sembari memegang pantatnya yang sakit karna mencium lantai, dia pun lanjut membereskan bukunya diikuti oleh orang yang menabraknya.

"Maaf! Gue tadi terburu-buru karena dikejar-"

"HAIKALL?!" seorang guru dengan kumis tebalnya datang membawa penggaris kayu menghampiri mereka, hingga lelaki yang tadinya membantu berdiri dan lanjut berlari.

"MAAF, GUE BURU-BURU?!" Renata pun cengo melihatnya berlari diikuti oleh pak Bono yang sempat terhenti melihatnya dan bertanya, "kamu tidak apa-apa?"

Renata menggeleng, pak Bono pun melanjutkan jalannya mencari biang keladi yang membuat kerusuhan siang ini.

"Ada-ada saja." decak Renata dan berjalan menuju ruang guru, sampai akhirnya ia mematung menemukan Aldi baru saja keluar dari ruangan tersebut dengan raut wajah suram.

"Eh," Aldi menoleh dan mengangkat alisnya menemukan ia membawa banyak buku.

"Sini, aku bantu." Aldi mengambil sebagian buku yang ia pegang, menyisakan tiga buku ditangannya kemudian masuk lagi ke dalam.

Renata pun hanya bisa menahan senyum melihatnya, lalu ikut masuk ke dalam menyusul Aldi.

TBC

Haii haiiii, aku balik lagiii. gimanaa msi adakah yang nungguin ini cerita? hmm, aku tau si ini dah bulukan tapi gapapa. btw aku bakalan ubah bahasanya yaa biar ga kaku, jadi jangan heran kalau kedepannya ada tetiba jdi 'Lo-gue' hehe. See u next chapter, jan lupa voteee

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Struggle to get youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang