Bab 1

206 28 2
                                    

Warning: Child Abuse, Typo, OOC

.

.

.

Suara pukulan sudah terdengar 10 menit tanpa jeda, pria itu tampak begitu kepayahan tapi tenaganya sama sekali tidak berkurang saat mengayunkan rotan itu tubuh yang lebih kecil. Sebuah tubuh yang lebih besar sudah teronggok, mungkin sudah dikira ditinggal nyawa pemiliknya jika tidak terdengar suara nafas putus-putus. Tapi pria itu akhirnya berhenti, sampai sebuah dompet kecil diberikan. Pria itu menyumpah lalu menutup pintu dengan kasar. 

"Pelit sekali pada ayahmu sendiri!"

Kata-kata itu seperti bergema dalam telinga kedua anaknya. Benar sekali, kedua tubuh yang tampak babak belur itu adalah anaknya sendiri. Salah satu tubuh mengerang kecil. Rasanya berat sekali menggerakkan badannya, padahal tubuhnya sudah terbiasa dipukuli sejak kecil. Sambil menggertakkan giginya, pemuda itu berdiri perlahan-lahan. 

Matanya menyapu seluruh ruangan yang merupakan kamar mereka berdua. Kamar yang biasanya rapi itu tampak berantakan, tas mereka diobrak-abrik, buku mereka jatuh semua, rotan tertinggal di lantai, lalu adiknya yang hanya meringkuk di dekat lemari. Remaja itu berjalan pelan, tubuhnya menjerit sakit seiring langkahnya mendekati sang adik. Dia berjongkok, lalu berkata dengan pelan, "ayah sudah pergi."

Sang adik menurunkan kedua lengannya yang menutupi kepala, lalu menatap kakaknya sedih. "Apakah semuanya..."

"Tentu saja tidak."

Sang adik menghela nafas, lalu mencoba mendudukkan dirinya. Dia mengaduh kecil. 

"Tunggu sebentar, biar aku ambilkan obat."

Kenyataannya adalah, obat yang dimaksud hanyalah sebuah salep untuk lebam. Tapi luka mereka memang hanya lebam belaka, belum ada darah tercecer.

Tapi adiknya mencegah saat sang kakak mencoba mengobatinya. "Lukamu lebih parah," katanya."

Tentu saja lebih parah, karena sang kaka sudah dihajar habis-habisan sebelum ayahnya memukul sang adik. Kalau adiknya punya satu lebam, kakaknya bisa punya 3-5 lebam lebih banyak. Sebagai seorang kakak, mana mungkin dia membiarkan sang adik terluka, benar kan?

"Kak..."

"Diamlah Jungwoo, mulutmu ada lebam juga," kata Kun dengan lembut. Jungwoo, sang adik-, terdiam sembari membiarkan kakaknya mengobati dirinya dulu, baru Jungwoo membantu Kun mengobati punggungnya yang sudah parah.

"Hampir berdarah," gumam Jungwoo. Kun sendiri berdesis sakit, tapi tidak berkata apa-apa lagi. Setelahnya, keduanya terdiam sambil saling menatap namun dengan pikiran yang berbeda. Lalu perut Jungwoo berbunyi pelan.

Kun tersenyum sambil kembali berdiri, tapi Jungwoo keburu menghentikan. "Kalau ada mereka..."

Kun menggeleng, sang kakak cukup peka akan keadaan sehingga dia yakin untuk keluar kamar mereka.

Beberapa menit terasa sangat lama, Jungwoo bahkan sudah siap untuk menyusul Kun saat tiba-tiba pintu kamar terbuka. Dia menghela nafas lega, Kun telah kembali.

Tapi hanya ada beberapa roti kecil dan botol minum. 

"Setidaknya ada makanan," kata Kun. Lalu keduanya melahap makanan dengan tenang. Jungwoo menyernyit saat merasa luka di bibirnya terbuka, sudah berdarah rupanya. Tidak terada pula, air mata nyaris menetes. Menatap kejadian itu, Kun tertegun.

"Sabarlah," kata Kun. "Ini akan selesai."

Jungwoo selalu percaya Kun, pada apapun yang sang kakak katakan. Katakanlah itu kepercayaan buta, tapi kata-kata Kun tadi punya kekuatan dan keyakinan. Maka sang adik mengangguk dan melanjutkan makannya.

"Ini akan selesai," ulang Kun dengan lebih pelan dan pasti. Tatapannya menyeramkan dalam sekejab.

.

.

.

TBC



Halo, Panda kembali menambah hutang dengan mengeluarkan cerita ini. Kalau ada yang kenal intronya, ya Panda memang kasih hint di APOT :)) Mari ikuti cerita si kembar kesayangan Panda ini!

Judul ceritanya Bliznatsite atau dalam Bahasa Bulgaria близнаците, artinya the twins. Sengaja judulnya begitu karena kedengaran keren aja

BliznatsiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang