Warning: Child Abuse, Typo, OOC
.
.
.
"Belum bisa ya?"
Jungwoo berjalan dengan pelan sambil menyapu beberapa barang yang pecah. Kun yang sedang membereskan ruang makan menyernyit, lalu menggeleng. "Orang itu bilang untuk terus menunggu," kata Kun. "Kita hanya bisa menunggu, tentunya."
Lalu keduanya kembali terdiam, Kun sibuk mengumpulkan sampah sementara Jungwoo sudah selesai menyapu. Setidaknya rumah kecil mereka sudah lebih beradab. Jungwoo berdesis pelan saat dirinya bergerak, tapi dia lebih kasihan pada Kun yang jauh lebih banyak lukanya. Dia berharap bahwa kedua orang tua mereka tidak kembali, sungguh dia kasihan pada Kun.
Jungwoo ragu tapi tetap bertanya, "apa mereka akan pulang?"
"Sepertinya, mungkin tengah malam nanti. Sebelumnya, aku akan buatkan makanan untuk kita. Bisa cucikan sayurnya?"
Kalau Jungwoo boleh jujur, memasak sama sekali bukan keahliannya. Ada saat di mana masakannya gosong, pasta yang dididihkan terbakar, atau telur yang dibalik malah terlempar ke atap. Setelah beberapa percobaan yang gagal itu, tentunya Kun menyuruh Jungwoo untuk mengerjakan pekerjaan ringan saja. Kun tidak mau ambil risiko lagi.
Sepasang anak kembar pasti akan ada perbedaan satu sama lain.
Kun jago sekali dalam hal mengolah bahan makanan, dia biasanya membuatkan menu sederhana yang menyehatkan. Tentunya selain karena keterbatasan bahan makanan, makanan demikian bisa dimasak dengan cepat. Kun tahu bahwa Jungwoo tidak suka berada di luar kamar terlalu lama, berbahaya.
"Apa itu tahu?" tanya Jungwoo saat melihat sebongkah tahu besar dari kulkas telah dikeluarkan oleh Kun. Dia menimbang sebentar sampai akhirnya menaruh di papan talenan. "Iya, Mapo Daofu saja ya dengan La Ji Zi. Daging ayamnya masih bisa dipakai untungnya."
Jungwoo sebenarnya tidak masalah dengan apapun yang dimasakkan Kun, karena hasilnya akan selalu enak. Dia juga tak memersalahkan bila Kun lebih sering memasak makanan khas Cina, Jungwoo yakin Kun rindu kampung halamannya.
Benar, Kun dibesarkan di Cina tidak seperti sang adik kembar yang sejak kecil tinggal di Seoul. Jungwoo tidak tahu terlalu banyak mengenai detailnya, tapi secara garis besar kedua orang tuanya hampir bercerai dan berencana memisahkan keduanya segera setelah lahir. Tapi anehnya sudah 18 tahun mereka masih bersama, bahkan mempertemukannya dengan Kun.
Jungwoo yang sempat melamun untungnya cepat tersadar. Dengan cepat dia memotong bahan makanan, lalu Kun mencampurnya di panci dan akan menumisnya. Setelahnya Kun meminta tolong, Jungwoo akan mengerjakan -dengan pengawasan Kun tentunya-. Lalu Jungwoo akan menata meja dengan Kun yang memindahkan makanan ke piring.
Mereka berdua makan dalam diam, namun penuh konsentrasi pada suara yang ada. Siapa tahu ada yang masuk ke rumah mereka, dan mulai memukul keduanya, atau pencuri, atau secara ajaib orang itu.
Setelah selesai, Jungwoo mencuci semua peralatan makan sementara Kun membereskan isi kulkas yang sudah tak layak makan. Kerja sama keduanya membuat pekerjaan selesai dengan cepat, mereka kembali ke kamar setelah menyiapkan sedikit makanan di meja makan. Jaga-jaga kalau kedua orang itu kembali ke rumah, bisa bahaya kalau tak ada makanan yang tersedia.
Jungwoo terpaku pada buku pelajaannya untuk menyibukkan diri sendiri sementara Kun memutuskan untuk berbaring. Tubuhnya sangat sakit karena kemarin, belum lagi dia memaksa untuk membereskan rumah dan lain-lain.
Kapan hal ini akan berakhir? itulah pertanyaan yang selalu berputar di kepala keduanya, tapi mereka harus tetap bertahan kan?
Seoul, Jungwoo
Aku lelah, Kun juga lelah. Tapi kami hanya bisa menunggu orang itu. Semoga saja orang itu cepat menjemput kami. Sebelum kematian menjemput kami berdua.
.
.
.
TBC
Kalau kalian penasaran sama gambarnya
La ji zi
Mapo daofu
Kalau boleh jujur, Panda belom sempet (dan ide) buat lanjutin yang ini, udah sebulan lewat padahal ・゜(。┰ω┰。).・゜ maaf ya