part 2

14 2 0
                                    

Dipesan ke 9 tubuhku seperti disiram air dingin, kaku dan tiba-tiba dingin. Fotoku, ya foto sedang tidur dalam posisi duduk menghadap kekanan. Ternyata valdo memotoku dan mengirimkan ke dia.

*picture

‘babe’

‘valdo kirim ini ke aku’

‘kamu pulang bareng dia?’

‘aku gapapaloh kalo kamu bilang’

‘kenapa ga ngabarin?’

‘kalo udah dirumah langsung tidur ya, aku juga mau istirahat aja.’
Pesan terakhir dia yang mengisyaratkan kalau ia marah.

Keesokan harinya kepala ku sangat berat saat bangun dari tidur, semalam aku baru bisa tidur saat mendekati pagi. Ku cek ponsel ku tidak ada notif masuk darinya setelah pesannya ku balas dengan kata ‘maaf, aku jelas besok ya. Sleep tight’. 

Aku menyibak selimutku dan ku buka gorden kamar. Perlahan cahaya matahari pagi masuk menyapa kulit ku dan udara yang sejuk membuat ku betah berlama-lama didekat jendela. Aku sedikit lebih tenang.

Setelah sarapan aku memutuskan untuk memperbaiki kesalahan yang kubuat tadi malam. Karena ini hari libur aku punya banyak waktu untuknya.

Dering pertama, kedua sampai terakhir. Dia tidak mengangkatnya. Ku ulangi sampai ke 3 kali tidak diangkat juga.

‘hai hun, good morninn’

‘kalo kamu belum bangun gpp ga angkat tlp aku, tapi kalo udh wake up angkat ya :(‘

‘aku kangen’

‘dam. Miss u'

Tepat saat aku menekan tombol kirim dan langsung terbaca olehnya, panggilan vidio masuk.

“hai” sapaku terlebih dahulu. Ia hanya bergeming menatapku, tidak berbicara apapun.

“sayang?”

“we need to talk.” Jawabnya yang membuatku sedikit gugup. Setelah melihat ku mengangguk ia melanjutkan.

“kita udah ga bisa backstreet kayak gini babe. Aku pingin semua orang tau kalo kita lebih dari apa yang mereka tau selama ini. Aku udah ga bisa nahan marah saat sahabat aku cerita kalo dia suka sama kamu, dan nyatanya dia yang lebih deket sama kamu.” Ucapnya sedikit menggebu.

“jadi kamu mau go on public hubungan kita?” tanya ku ragu.

“malem ini dinner bareng ya?” ini bukan jawaban atas pertanyaanku, tapi aku juga tidak ingin membahas keinginannya karena terlalu beresiko.

“see u to night” jawabku diakhiri senyum dari kedua belah pihak.

                             ***
“saa, sini nonton berita ni.” Panggil mamaku saat melihatku sibuk mondar mandir kedapur.

“kenapa ma?” tanya ku sambil menghampiri dua orang yang sedang serius menatap layar ditipis dihadapannya.

“ada virus gitu udah menyebar, kayaknya kampus bakal diliburin deh. Kamu udah dapet info belum?” sahut papa ku sambil memalingkan muka nya dari tivi melihat kearahku.

“oh ya? Belum pa, nnt aku kasih tau papa. Sasa kekamar ya, mau nugas.” Pamitku yang tidak digubris lantaran berita tersebut terlihat sangat serius.

                             ***
Setelah menata meja yang ku hias dengan bunga pemberiannya bulan lalu melalui kurir, aku memoles wajah ku dengan sedikit make up agar terlihat lebih cantik malam ini. Walaupun ia selalu bilang kalau aku cantik setiap saat.

Jam 20.00, kami makan diselipi tawa atas candaannya. Menceritakan tentang hari-hari kami kemarin. Dan sampai dititik garpu ku kaku tidak bisa digerakan lantaran tanganku kaku.

“soal yang kemarin. Kita bahas ya.” Aku kenal dia, sangat mengenalinya. Sesuatu yang dimulai tetapi diakhiri dengan ambigu sangat bukan dia. Dia akan mencari titik terang dari semua masalah yang ada. Tetapi aku tidak yakin atas keputusannya.

“pertama aku mau minta maaf ga ngabarin kamu soal pulang bareng valdo, karna emang kondisinya ga memungkinkan." Ucap ku. Setelah mengambil jeda ku teruskan kembali perkataan ku.

"kedua kamu tau kan kalo go on public resikonya gede banget. Aku bisa kehilangan temen-temen aku, study kita bisa berantakan, dan lagi kita ga ada jaminan bisa terus bareng sayang. Kamu mikir kesitu ga?” tanyaku tidak bisa menahan rasa cemasku lagi.

“ga gitu, maksud aku cu-“

nope. Kalo kamu masih mau bahas soal ini kita udahan aja dinnernya.” Potong ku sambil tepat melihat ke arah matanya dilayar.

“aku masih mau bahas ini.” Jawabnya.

“ok, aku tutup.” Panggilan vidio pun aku akhiri, aku kesal dengan sikap egoisnya.

Atau aku yang egois?

                              ***
Lusa aku pergi ke kampus dengan perasaan yang masih tidak bersahabat. Saat sampai kelas, fina langsung menghampiriku.

“sa, udah liat pengumuman di ig kampus?” tanya fina.

“belum fin, ada apaan emang?” aku memang off dari kemarin, menghindari dia.

“kampus kita bakal libur, katanya ada wabah virus gtu dari wuhan. Serem gitu deh gue baca artikelnya.”

“serius? Berarti yang bokap gue bilang beneran.” Jawabku yang masih tidak percaya.

“lo bakal kangen deh sa sehari ga liat gue” kata fina sambil mencubit pipi ku, dan ku balas mendorongnya sambil tertawa menuju bangku kami.

                             ***
Sudah dua hari hape ku tidak bernyawa, aku sedikit merasa rindu kepadanya tetapi aku yakin. Aku masih bisa menahannya.

Perkuliahan diliburkan, libur untuk ke kampus. Astaga tugasku malah beranak, tidak tahu siapa yang melahirkan segini banyak. Ku putuskan untuk fokus terhadap tugas-tugas ku. Sampai akhirnya aku perlu menghubungi teman sekelasku, ku nyalakan ponsel dan menghidupkan datanya.

empat pesan belum terbaca. Aku melongo. "HANYA EMPAT?? Dari dua hari lalu aku off hanya empat pesannya??!’ kuputuskan untuk membacanya sambil menahan emosi. Jantungku menecelos.

TERIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang