::satu

9 2 0
                                    

Sinar matahari menyusup dibalik sela dedaunan pohon. Gadis berkucir kuda berlari sambil menyeka keringatnya. Rutinitas yang selalu ia lakukan di morning weekend. Jogging keliling komplek untuk menjaga kebugaran tubuhnya.

Sekiranya sudah tiga putaran ia berlari. Kini ia berhenti di warung sarapan pagi teh Reni yang top markotop seantero komplek. Ini tidak main main. Datanglah kemari sesekali untuk mencobanya.

Ia mengambil air mineral botol yang biasa terletak dimeja untuk pembeli. Lalu gadis itu duduk sambil meneguk setengah airnya.

"Sekalian sama botol botolnya telen!" Celetuk teh Reni sambil membawa daun pisang.

"Emang teteh cemilin botol"

"Segede gaban gini badan gua ya. Engga pernah tuh gua cemilin botol" sewot teh Reni dengan raut muka nyinyir.

"Arum juga gak pernah makan botol"

"Mana tahu gua, urusan lo sama Tuhan"

Ya, gadis cantik bernama Arum itu terkekeh. Selain karena masakan teh Reni yang top, keramahan teh Reni membuatnya selalu ingin kembali lagi. Memang terkadang cita rasa makanan bisa menyaingi keramahan penjual. Tapi kalau teh Reni paket komplit.

"Teh, aku mau nasi uduk ya"

"Idih idih. Percuma jogging kalau makan lagi"

"Daripada aku makan botol. Lagian kan juga aku bayar, gak ngutang"

Teh Reni berhenti mengelap meja untuk melihat Arum.
"Ngalah gua kalau urusan duit. Gak sekalian bungkusin buat emak lo?"

"Engga, udah kenyang katanya"

"Sok tahu lo tutup botol!" Teh Reni masuk kedalam rumahnya. Mungkin mengambil lauk untuk dijual.

Arum melepas earphone dari telinganya. Jari-jarinya sibuk kesana kemari menggulir layar handphone.

Ken Arum Khanzia yang lebih akrab disapa Arum. Hidung mancungnya murni hasil pahatan Tuhan. Bibir standar yang tidak terlalu tipis dan juga tidak terlalu tebal. Kecantikan yang murni dan pas berada pada dirinya. Selebihnya baca aja cerita ini sampai selesai.

Ia tertawa renyah, pesan aneh yang dikirim sahabatnya sukses membuat hatinya geli.

Sintya
Rum, lo tahu ga garam kasar lebih asin daripada garam halus?
Gue bru tau astaga

Sambil tersenyum geli, Arum membalas pesan.

Arum
Bodo, percuma lo hidup 19 tahun tapi kaga tahu beda garam kasar sama garam halus
Asin idup lo, bro

Tangannya menekan tombol 'kirim'. Arum menoleh kebelakang, belum ada tanda tanda teh Reni membawa nasi uduk padahal cacing di perutnya sudah demontrasi.

Sembari menunggu lagi, ia kembali mengecek handphonenya.

Sintya
Anjir, lo ga ngasih tau gue rum
Asin ni nasi goreng gue
Makan apa gue nih jadinya?

Ya Tuhan. Diberi teman tapi minus otak patut disyukuri gak ya?

Arum
Anjir, nasi goreng lo yang asin malah gue yang kepikiran
Ke warung teh Reni sini, gue lgi makan

Setelah menekan tombol kirim, Arum melihat pria tengah melihat-lihat stelling teh Reni. Mungkin pembeli, pikirnya.

"Teh! Buruan ada yang beli!" Teriaknya.

Tidak ada jawaban dari teh Reni. Arum melihat pria itu tengah menatapnya. Ia gugup, pasalnya ia tidak tahu bagaimana cara melayani pelanggan. Dengan inisiatif, Arum menyuruh pria itu duduk terlebih dahulu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Happy DashesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang