[1] Juvenile Delinquency | Kenakalan Remaja

1.6K 121 2
                                    

"Mark Lee! Ikut saya ke ruang konseling, sekarang!"

Itu adalah perintah mutlak yang tidak bisa diabaikan meski keinginan untuk melanggar amatlah besar. Sebuah konsekuensi yang nyatanya harus kembali dihadapi untuk ke sekian kali, tidak membuatnya lantas berhenti berbuat onar dan berubah menjadi siswa baik nan patuh aturan. Dengan segala kekacauan dan pelanggaran aturan, membuat kehidupan yang ia jalani terasa begitu menyenangkan. Tidak datar, sebagaimana pandangannya terhadap milik teman-teman sebaya.

Indra penglihatan dan penciuman bahkan sudah sangat akrab dengan ruangan persegi bercat putih yang setidaknya ia datangi lima kali dalam satu bulan. Buku catatan dengan tinta merah juga telah terlalu sering menampung nama serta kegiatan berulang yang ia lakukan untuk mendapat hukuman dan predikat buruk di dalam hasil belajar semesternya. Semua laiknya rutinitas menyenangkan yang sama sekali tidak membuatnya jera, alih-alih malah bahagia.

"Mark, perhatikan kakimu!" Guru perempuan galak itu bersuara keras ketika matanya menangkap pergerakan kaki kanan Mark yang terjulur sehingga menyebabkan seorang siswa yang berjalan di sampingnya goyah, tidak sampai jatuh. Ia hanya terkekeh dan tetap berdiri dengan asal-asalan, mengabaikan keberadaan korban kejailannya.

"Permisi, Bu Kim, saya meminta izin untuk meletakkan salinan rapor di meja Pak Hong. Saya Lee Haechan, murid pindahan di kelas 11-2." Siswa yang mengenakan seragam asing itu berdiri tak jauh dari tempat Mark untuk berbicara pada satu-satunya guru di ruangan itu. Penampilannya sangat rapi, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sangat kontras jika dibandingkan dengan murid bengal yang terkenal buruk di sekolah itu. Mark menyeringai saat menyadari kelasnya akan kedatangan murid pindahan, yang artinya, ia bisa menjadikan anak itu sebagai mangsa perbuatan nakal yang pasti akan membuatnya berakhir di ruangan itu kembali. Cukup senang untuk dibayangkan, ia sangat menanti hal itu terjadi.

Terlibat percakapan tak terlalu lama, guru itu akhirnya memerintah Mark untuk kembali ke kelas bersama Haechan. Perihal hukuman akan dilaksanakan usai pelajaran berakhir, karena guru itu tahu Mark seolah alergi dengan kegiatan belajar-mengajar. Suatu siasat yang mengkhawatirkan ketika melibatkan murid baru tak tahu apapun untuk ikut serta membantu mengawasi si biang onar. Guru itu sangat tahu, Haechan bukanlah murid pembuat masalah yang sulit diatur sebagaimana Mark, sehingga untuk kali itu, guru Kim sedikit mendelegasikan wewenangnya pada Haechan.

"Apakah terasa sakit?" Siswa pindahan itu melepas lengan Mark yang telah merangkulnya sejak keluar dari ruangan konseling dengan terus membual tentang betapa hebatnya ia dalam memukul orang-orang. Haechan merasa tidak tertarik dengan pembicaraan Mark dan matanya tidak sengaja menangkap segaris sayatan di dahi siswa bandel itu. Sontak ia merasa ngeri dan penasaran pada siswa yang baru ditemuinya beberapa menit yang lalu.

Mark langsung terkesiap hingga senyap. Dengan dirinya yang terus berceloteh dan Haechan yang diam, membuatnya beranggapan jika murid baru itu menaruh rasa takut padanya. Namun Mark salah menduga, karena di hadapannya saat ini murid baru itu justru mendekat dan terfokus pada dahi kanannya. Ia merasa seperti orang paling lemah sejagat raya saat lelaki di hadapannya mulai memberikan embusan kecil pada dahinya, tanpa mengetahui yang sebenarnya terjadi.

"Kenapa harus memanjat tembok tempat parkir kalau gerbang utama masih terbuka lebar? Kau suka panjat tebing, ya?" Baru setelah siswa itu berhenti meniupkan udara secara singkat, ia kembali berbicara. Menanyakan hal konyol yang tidak pernah terpikirkan sama sekali dalam benak Mark.

Mark yang merasakan sedikit perih saat menyentuh keningnya langsung tertawa begitu mendengar pertanyaan itu. Rupanya siswa pindahan itu bukan siswa normal biasa yang harusnya takut padanya. Atau mungkin, Mark kurang terlihat menakutkan saat sempat menggertak tadi?

"Di mana ruang kesehatan? Lukamu harus ditutup dengan sesuatu." Lelaki yang lebih pendek bersuara lagi di saat yang lainnya bahkan belum memberikan jawaban atas pertanyaan sebelumnya. Tentu saja, hal itu membuat Mark geram.

ONCE IN A LIFETIME | MarkchanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang