Jejak Ruang

0 0 0
                                    

Oktober 2019. Musim hujan dengan rintik yang sedikit membuat jiwa ku meronta-ronta. Dalam diam aku membayangkan satu hal kecil tentang masa lalu yang seharusnya tidak aku biarkan berlalu. Atau sejak awal aku biarkan berhenti. Lar, aku rindu.

Prolog.

Intro lagu Selena Gomez ft Charlie putih berjudul we don't talk anymore mulai terdengar. Aku berjalan terus menyusuri jalanan basah. Air mataku juga ikutan terjatuh sama persis seperti air hujan yang tidak memberi aba-aba akan turun hujan. Lagu yang ku dengarkan melalui earphone tidak berhasil membuat suasana ku membaik, bahkan itu membuat aku semakin tertampar oleh kenangan seseorang yang membuat aku terbunuh perlahan oleh masa lalu itu.

"Ya Tuhan, kapan ini akan berakhir" teriak ku di tengah hujan dan petir yang saling menyambar di upuk barat.

"Aku benci kamu gellar, aku Bennnn...ciiii" Isak ku.

Kakiku gemetar, seketika itu aku terjatuh di atas aspal yang semakin tergenang oleh air hujan. Sial, sebab lelaki yang ku temui tadi. Aku kembali menjadi orang tolol yang sangat butuh di beri iba.
Aku merasakan jika Badan ku tidak di hantam oleh pukulan-pukulan kasar hujan, mungkin hujan sedang bergeser tempat, semesta kasihan melihat gadis malang yang tengah terisak dan beku kedinginan, untung saja jalanan bandung sore ini begitu sepi. Jadi aku tidak perlu merasa malu. Bodoh sekali Dila.
"Lama banget berdirinya,pegel tau aku megangin ini payung udah kek orang bego"
Suara itu, membuat aku menoleh ke atas. "Ian?" Ucap ku tak sadar.
"Lah, iya ini aku Dila, kamu ngapain kek gii.." ucapan Ian terhenti, ia seperti teringat akan sesuatu.
"Ya ampun ,Dil please deh gausah kayak orang bego gini" rutuk pria tinggi dengan kaos oblongnya yang tanpa ku sadari pria itu berjongkok di samping ku, sembari menatap iba lalu ia memeluk ku erat. Hangat, itu yang aku rasakan.
Dari arah belakang Ian, terlihat seorang lelaki berseragam TNI berlari ke arah kami. Tetapi langkah lelaki itu terhenti.
***
Rumah berwarna putih dan masih di hiasi oleh semak-semak ilalang itu menjadi pilihan ku, Ian sudah protes memang sejak aku memutuskan untuk tidak melihat rumah-rumah lain yang katanya akan di jual. Aku sudah terlalu suka dengan rumah bernuansa klasik ini. Alasan ku "ya, ini bisa kita sewa orang buat bersihin. Aku udah terlalu jatuh cinta sama rumah ini"
Ian cuma terkekeh mendengar ucapan ku, Ian sudah paham jika sahabatnya ini tidak akan berpidah ke sesuatu yang lain jika ia sudah kepalang suka dan akan dia pertahanan. "Kamu tu susah memang, sama kayak perasaan." Ucap Ian tiba-tiba.
"Perasaan apa Ian?" Tanya ku.
"Perasaan mu kepada nya, hahaha" ian tertawa terbahak bahak oleh ulah nya sendiri.
Adrian Martadinata seorang pengusaha muda, mempunyai sebuah cafe dan berbagai macam usaha kecil lain nya. Anak itu memang sudah sangat suka berjualan sejak zaman masih memakai seragam sekolah. Aku ingat satu hal mengenai ian. "Kamu kalo aku jual laku loh Dil" sebuah tonjokan tepat mengenai bibir sexy ian. "Lah, aku becanda gellar" seorang lelaki yang Ian sebut gellar lah, yang membuat sudut bibir bawah Ian berdarah. "Bacandaan kamu gak lucu bro, dia pacar ku, pacar sahabat mu."
***
"Woi, kamu mikirin apaan sih?"
"Kesambet entar"
"Pemerintahan zaman Nazi" jawab ku asal. Ian dan Shelly terkekeh mendengar ucapan asalku itu.
Shelly duduk di kursi sebelah ku. "Masih mikirin bang gellar ?" Tanya gadis cantik yang sebentar lagi akan menikah.
"Udah berusaha buat lupa, tapi tetap aja kalah sama perasaan"
Shelly menarik ku kedalam pelukan nya. "Aku ngerti, Shelly ngerti gimana perasaan Dila dan gimana perjuangan Dila selama 7 tahun ini. Enggak mudah dil, tapi Dila harus yakin kalo berpisah dengan bang gellar adalah jalan terbaik dari Tuhan."
"Iya Shell, aku tau dan terimakasih untuk semua waktu yang kamu kasih buat ku"
Gellar Pierre Pratama, tujuh tahun yang lalu ia adalah seorang anak lelaki berusia tujuh belas tahun yang tampan, idola semua siswi dan juga salah satu ketua geng pembuat onar di sekolah. Gellar menjadi cinta pertamaku. Dan gellar adalah seorang anak sulung dari tiga bersaudara. Yudis Pierre dwika , Azka Pierre trika. Gellar pernah bilang kepadaku. "Dil, Azka bilang dia suka kamu, aku cemburu". Anak berumur lima tahun menyukai Nadila ernesta seorang gadis berambut pendek sebahu itu telah berhasil membuat gellar mengakui jika dia bisa cemburu. "Dia adik mu, dan baru berusia lima tahun lar". Jawab ku waktu itu. Gellar hanya tertawa terbahak bahak oleh leluconnya yang tidak lucu bagi ku. "Aku hanya bercanda Dila, masa gellar cemburu sama anak kecil yang kurang tampan, aku masih akan menjadi pemenang hati mu, si pemeran utama" ucap lelaki yang langsung merebahkan kepalanya ke pangkuan ku.
***
Rumah baru ku sudah bersih, sudah layak huni. Terimakasih Shelly, terimakasih Ian yang sudah bersedia membersihkan rumah tua ini menjadi lebih hidup. Aku tersenyum sembari duduk di kursi teras rumah ku menatap ke arah jalanan yang basah sehabis hujan itu. Oktober bulan kelahiran ku, Oktober bulan penghujan bulan penghujung tahun dan bulan dimana gellar memutuskan untuk pergi, pria itu berjanji jika akan kembali. Namun, kabar yang sampai kepadaku berbeda dari kenyataan sebenarnya. "Aku sudah kuat sampai saat ini lar, aku kuat"
Suara dering dari arah dalam membuyarkan kenangan pahit itu. Notifikasi tiga panggilan tidak terjawab oleh Ian, bunda dan satu nomor tidak di kenal. Aku menekan telepon kembali kepada kontak bernama bunda. Wanita hebat itu pasti mencemaskan putrinya yang sejak tadi belum menelpon nya.
"Assalamualaikum"
"Dila, kamu kok ya belum ada ngabarin bunda" rutuk wanita paruh baya itu dari seberang telepon
"Assalamualaikum bunda,"
"Waalaikumsallam, bunda itu cemas nak. Anak gadis merantau sendiri di kota besar. Kami di sini tu enggak tenang. Makanya bunda bilang kerja aja di sini"
Aku menarik napas perlahan, aku mengerti jiwa seorang ibu yang berada jauh dari seorang putri selama 22 tahun selalu bersama nya dan sekarang malah harus berpisah dengan dia.
"Bunda enggak usah cemas, disini ada ian, shelly, keluarga bang andi, Tante Rita , bang Gilang juga udah pindah ke Bandung bun, jadi bunda enggak usah risau karena banyak disini teman aku, teman-teman bunda" pelan-pelan aku menjelaskan kepada bunda ku. Bundahara ku.
"Ya sudah, kamu jaga diri baik-baik. Sudah setahun kita LDR ya nak" bunda ku terkekeh di seberang sana.
"Iya Bun, aku pasti jaga diri. Bunda, ayah, Elsa , elang jaga diri juga di sana, sehat terus"
***
Suara alarm membangunkan aku dari tidur nyenyak, seluruh badan ku nyilu-nyilu. Mungkin akibat terlalu lelah membersihkan rumah kemarin. Jam sudah menunjukkan pukul delapan. Aku harus bersiap-siap ke kantor, hari ini adalah hari perusahaan tempat aku bekerja merayakan anniversary ke 25 tahun perusahaan ini. Aku Nadila ernesta Santoso, putri pertama dari nys Wahyuni, dan Edi Santoso, memiliki seorang adik bernama Elsa Safira Santoso dan elang Adi Kusuma Santoso. Berkuliah di universitas negeri kota kelahirannya dan melanjutkan karier di kota Bandung. Aku yang sejak dulu gemar menggambar dan menulis menghantarkan aku kepada pekerjaannya saat ini sebagai editor, bekerja di perusahaan penerbit dan percetakan di kota besar tidak membuat diriku puas begitu saja. Meskipun diriku cukup sibuk dalam menghandle permintaan clien, pengalaman ku sebagai seorang penulis pun juga membuat aku sering di undang sebagai pembicara pada acara seminar-seminar. Meskipun aku selalu disibukkan dengan kegiatan ku, namun tidak semudah itu diriku beranjak dari kenangan masa lalu yang sampai saat ini membuat ku tenggelam tanpa bisa kembali kepermukaan.
Aku sudah selesai mandi, hari ini aku memutuskan untuk mengenakan kemeja berwarna krim dengan di padu padan oleh celana dasar berwarna putih, sepatu high heels berwarna putih dan rambut di gerai pilihan ku hari ini. Semua sudah ku rasa cukup, pukul sudah menunjukkan pukul sepuluh, masih ada setengah jam waktu acara di mulai. Tidak lupa aku mengambil ponsel dari atas nakas, membuka pintu. Namun, di kursi teras depan rumah ku, aku di kejutkan oleh sosok seorang lelaki.
"Kamu?" Ucap ku parau.
Lelaki itu hanya tersenyum manis, lelaki yang ia kenal sejak 7 tahun lalu datang menghampiri nya, saat ini ia sedang berdiri di depan ku, memakai kemeja hitam dengan celana jins biru, membuat ketampanan pria itu tidak memudar. Dia memasang senyum tanpa raut wajah bersalah, dan aku masih terkejut akan keberadaan lelaki itu.
"Kamu rindu aku?" Ujar nya.
Aku tersedak oleh air liar ku sendiri. Dia hanya tertawa dan aku masih mematung.
***
Aku dan dia sedang menuju kantor ku bekerja, pria itu memaksa mengantar dan aku tidak bisa menolak.
Dia menoleh menatap ku lekat.
"Liatin jalan, jangan liatin aku kak" ujar ku.
"Lampunya masih merah, mending liatin kamu dari pada liatin jalan"
Aku hanya menghela napas panjang "enggak pernah berubah dari dulu ya" ucap ku.
Dia hanya tertawa, mobil Nissan putih ini melaju kembali menyusuri jalanan Bandung di pagi hari, aku penasaran kenapa pria di sebelah ku ini tiba-tiba ada di Bandung.
"Bukannya kamu di Surabaya ya kak?" Tanya ku memberanikan diri.
Dia tersenyum lagi "enggak betah di sana, enggak ada kamu" jawab nya.
Menyebalkan, dari awal aku masuk mobil hanya gombalan receh yang ia keluarkan. Tiba-tiba mobil berhenti di warung seberang kantor ku.
"Lah, kok berhenti kak?" Tanya ku.
"Kamu temenin kakak sarapan, tadi enggak sempet pas nanya Ian kamu tinggal dimana, langsung jemput kamu"
Aku terdiam, jadi Ian yang sudah memberitahu pria menyebalkan ini rumah ku.
"Masih belum mulai juga kan, Ian bilang kalian cuma ada perayaan anniversary kantor kan?"
Tanpa berlama-lama lagi, aku memutuskan turun duluan dari mobil , dan si pria menyebalkan itu pun ikut turun bersama ku.
***
Kami sudah memesan lontong sayur dan teh angkat, aku masih sangat hapal sekali kebiasaan pria ini. "Tanpa cabe" ucap kami bersamaan, ibu di hadapan kami berdua menuliskan pesanan kami.
"Tuh kan, jodoh." Pria itu tertawa oleh ketidak sengajaan ku tadi, membuat ia semakin kepedean. Ya,tuhan. Pria berbadan tinggi, berpostur tubuh bagus dan wajah tampan itu memang menyebalkan, tetapi ia adalah salah satu orang yang selalu memberikan support system'kepadaku. Disaat aku berada pada titik terburuk hidup ku.
***
"Kak Nando kerja disini?" Tanyaku langsung pada intinya, aku benar-benar penasaran. Sedangkan pria di hadapan Ku saat ini masih asik menyantap kuah lontong yang sudah tinggal sedikit.
"Kak,"
Dia memang ku dengan sengiran jail nya. "Kakak ngurusin toko Bakkeery cabang disini, kakak pengen terjun langsung gitu" jelas nya. "Sekalian sih, liat kamu udah move on atau belum, ya kalo belum kakak tungguin sampe move on" lanjut pria itu.
"Ih apaan sih, kakak udah enggak sama kak Adel lagi?"
Pria itu terlihat begitu terkejut. "Lah, kok adel.?" Tanya nya penasaran.
"Lah, bukannya kak Nando pacaran sama kak Adel ya, kalian jadian waktu hari kelulusan.?"
Dia tertawa kecil "ya, ampun Dil. Kakak sama Adel itu sepupuan"

Jadi, mereka selama ini sepupuan

"duh, Dila kira kakak pacaran sama kak Adel" ucapku polos.

"Jadi, itu alasan kamu ngehindarin kakak, sampe waktu kakak nungguin di bandara kamu enggak datang".

Memang benar, berita kencan dia dan adel membuat ku harus menyadari bahwa Nando hanya mengasihani diriku waktu itu. Ternyata semuanya berbeda.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jejak RuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang