Happy Reading guys✨
Matahari belum menampakkan sinarnya, bahkan langit pun masih gelap. Namun, Bara sudah terbangun dari tidurnya karena merasakan ada cairan keluar dari hidungnya.
"Argggh sial."
Bara mendengus sambil mengampit hidungnya dengan tangan, menahan agar darah tidak terus mengalir dari hidungnya.
Entah sejak kapan darah itu keluar, Bara melihat seprai dan bantalnya yang terdapat bercak-bercak darah.
Ia beranjak pergi menuju kamar mandi setelah melihat jam baru pukul 04.49 dini. Bara berdiri didepan cermin besar dikamar mandinya, menatap dirinya sendiri dengan tatapan tajam.
"Gua kenapa?" tanyanya pada pantulan dirinya dicermin.
"Palingan cuman demam." Ujarnya menyeka darah dibagian hidung.
Wajahnya sudah bersih iapun segera berhenti memandangi wajahnya yang pucat. Baiklah dia akan mandi sekarang, agar bisa bertemu dengan gadis yang ia rindukan lebih awal pagi ini.
Juga ini hari upacara, ia harus datang tepat waktu agar dirinya tidak menerima hukuman dari guru.
Setelah semua siap, Bara menenteng ransel dibahu kanannya dengan seragam serta dasi yang lengkap. Menuruni satu persatu anak tangga dan sampailah ia dibawah. Dimana ada ayah, adiknya, dan ibu tiri'nya.
Mereka tengah sarapan dan bercanda tanpa dirinya, baiklah daripada dia harus melihat semua itu, mending ia segera bergegas agar tidak melihat pemandangan di depannya itu.
Bara mendekati meja makan yang terdapat keluarganya, Bara mengulurkan tangan dihadapan Ripaldi-ayahnya.
Bara menatap ayahnya yang masih enggan untuk menerima uluran tangannya, dia hanya sibuk berbincang tanpa menoleh, sudah biasa.
"Pah," panggilannya.
Bara meremas tangannya yang tidak disambut oleh Ripaldi, menghela nafas sebentar lalu membuangnya, baiklah semoga lain waktu uluran tangannya akan disambut hangat dan diajaknya makan bersama oleh papahnya itu.
Berawal dari kepergian mendiang ibunya satu tahun yang lalu, kehidupan Bara berbeda jauh dari sebelumnya. Ayahnya Ripaldi, dan adiknya Dara menganggap bahwa Bara lah yang menjadi penyebab kematian ibunya. Padahal, kenyataannya nol besar.
Keluarga yang dulunya harmonis, rumah yang dulunya seperti stand up comedy yang penuh canda tawa. Sekarang hanya neraka bagi Bara, dia hanya bisa menyaksikan stand up comedy itu tanpa dirinya, tanpa bidadari surganya.
Sekarang Ripaldi sudah bahagia dengan istri barunya, Maya. Yang juga pengganti dari ibunya Bara dan Dara. Namun, Bara sama sekali tidak pernah menganggapnya, hanya ibunya Sinta yang akan tetap menjadi ibunya, seumur hidup.
Bara melajukan motornya, membelah jalan raya. Bertemu dengan sahabatnya akan membuat hatinya menghangat.
>><<
Jika Bara sudah siap dengan segalanya, lihatlah anak gadis ini. Ia masih berada di kasurnya dengan masih menggunakan piyama tidur. Ada kemungkinan dirinya sedang berjalan-jalan di alam mimpinya.
"Sayang bangun, entar telat loh." Hanin, menepuk pipi anaknya yang masih tertidur dengan penuh sayang.
Hanin menarik nafas, melihat putrinya tak kunjung bangun, dan tibalah lelaki muda tampan di ambang pintu kamar, yah siapa lagi kalau bukan, Bara.
"Bara, tante serahin semuanya sama kamu ya." Hanin berdiri, memegang kedua bahu Bara yang mengangguk mengiyakan.
Hanin tersenyum, bahagia rasanya putrinya memiliki sahabat yang baik seperti Bara. Bara adalah pawang dari segala putrinya, Geana Hanindy.
YOU ARE READING
FRIEND & LOVE
RandomBagaimana jika kamu jatuh cinta kepada sahabatmu? Apa kamu akan menyatakannya, atau malah memendamnya, karena takut merusak hubungan persahabatan yang sudah terjalin cukup lama? Dan, bagaimana jika orang yang kamu cintai mencintai orang lain? Ini ki...