[hujannya reda]

1.2K 244 32
                                    

Sunoo melamun di atas tempat tidurnya. Dia membungkus kakinya dengan selimut, namun tak sedikit pun tubuhnya berkeinginan untuk pergi tidur. Ditemani detik jam dinding yang menggema di penjuru kamar, Sunoo mencoba mengulangi perkataan orang aneh yang ditemuinya hari ini.

"Aku akan melindungimu dengan cara apapun,"

Dia tersenyum kecut, sejenak dia berpikir sesuatu hal yang konyol. Sunoo menepis semua pikiran-pikiran itu secara sepihak. Ini realita, bukan novel ataupun drama.

Walau hanya sesaat, Sunoo mengira hidupnya telah kedatangan peran utama. Seorang protagonist yang akan mengubah cerita hidupnya sedemikian rupa. Entah mengapa, Sunoo merasa harus bersiap untuk perubahan itu.

Tak!

Sesuatu menabrak kaca jendela kamarnya. Sekali, dan Sunoo mencoba untuk tidak peduli. Lalu, suara itu muncul untuk kedua kalinya.

Sunoo terkesiap waktu membuka jendela dia mendapati laki-laki tadi berdiri di halaman rumahnya dengan senyum sumringah, melambaikan tangannya dari bawah sana. Sunoo melirik jam, ini sudah hampir tengah malam, buat apa dia datang dan mengganggu waktu istirahatnya?

Mau tak mau, Sunoo turun untuk menghampiri laki-laki itu. Siapa namanya? Sunoo lupa.

"Mau apa?"

Heeseung masih tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang rapi, "Hanya saja, aku merindukanmu."

"Hah?"

Belum apa-apa sudah bilang rindu saja.

Sunoo memang tidak mengenal orang ini, tapi kalimat itu cukup membuat jantungnya berdebar, "Kalau cuma main-main, mending pulang. Sudah malam, tidak enak dilihat tetangga."

Hampir saja Sunoo berbalik, Heeseung menahan lengannya lebih dulu, "Tunggu sebentar."

"Apa?"

"Senang melihatmu baik-baik saja," tidak begitu jelas karena sudah malam, tapi Sunoo melihat sorot mata Heeseung yang sendu. Dari sana dia tahu, tidak ada sedikitpun Heeseung berniat main-main.

Sunoo melepas pegangan Heeseung dari lengannya, "Kamu siapa?"

"Heeseung."

"Bukan, bukan begitu maksudku. Kamu siapa? Kenapa kamu datang padaku seperti ini?"

Kehadiran Heeseung terlalu mendadak, bahkan Sunoo tidak sempat bernapas untuk memikirkan apa, kenapa, bagaimana. Apalagi menerimanya.

Mereka tidak pernah mengenal dan Heeseung tiba-tiba menyebutkan nama lalu berjalan di belakangnya. Tiba-tiba menanyakan perasaannya, memberitahunya bahwa ia akan melindungi Sunoo dengan berbagai cara. Bahkan mengatakan rindu ketika belum genap 24 jam mereka bertemu satu sama lain.

Tidak ada satu pun naskah cerita yang alurnya secepat itu.

"Aku tidak tahu lagi harus melakukan apa untukmu. Jadi, aku hanya berusaha untuk meraihmu secepat yang aku bisa. Aku tidak ingin terlambat untuk kesekian kalinya," Heeseung menatap Sunoo tepat di mata, "Rasanya begitu berat. Aku harus kehilangan dirimu setiap malam dan ketika aku bangun, aku begitu takut menghadapi kenyataan bahwa kau sudah tiada."

Sunoo mengernyitkan dahinya tidak mengerti. Hei, dia berdiri di sini. Sunoo tidak pergi kemanapun.

"Saat tadi kamu membuka jendelamu, kamu tahu betapa senangnya aku melihatmu. Meskipun aku tahu, kau bisa mati kapan saja. Yah, setidaknya bukan hari ini."

"Kau menyumpahiku mati?"

Heeseung gelagapan, "Tidak, tentu saja tidak. Kau pasti tidak mengerti dengan omonganku, ya. Maaf, aku hanya terlalu terbawa perasaan."

Ada begitu banyak prasangka dalam diri Sunoo terhadap Heeseung. Heeseung mengatakan semuanya dengan tulus, membuat Sunoo memikirkan ribuan alur dari cerita ini.

"Aku tidak tahu apa yang kamu inginkan dariku, Heeseung. Ku harap, kau tidak melakukan sesuatu yang akan membuatmu menyesal," kata Sunoo.

Seharusnya, kalimat itu berlaku untuk mereka berdua.

.

.

Semenjak hari itu, keduanya jadi lebih dekat. Mereka saling mengenal satu sama lain. Ah tidak, hanya Sunoo yang mencoba semakin mengenal Heeseung. Entah kenapa, Heeseung seolah tahu semua tentang Sunoo bahkan hingga sesuatu yang paling detail.

Hampir 24/7 Heeseung selalu ada untuk Sunoo. Lelaki itu menemaninya, menggenggam tangannya, dan tersenyum padanya tiap hari. Hati Sunoo perlahan menghangat. Dia melihat secercah cahaya di balik mendung dalam dirinya.

Bunga itu sesekali butuh hujan untuk bisa mekar dengan indah. Dan setelah bertahun-tahun, hujan Sunoo telah reda dan ini waktu untuk bunganya mekar.

Dia menyambut kehadiran Heeseung dalam hidupnya dengan dingin, tapi kini Sunoo merasa dia tidak akan bisa hidup tanpa tangan Heeseung yang mengelus puncak kepalanya dengan penuh sayang.

Mungkin orang-orang akan melihatnya sebagai laki-laki gampangan, tapi Sunoo tidak peduli. Mati pun akan dia serahkan untuk Heeseung seorang.

"Aku mencintaimu,"

Satu kalimat itu membawa mereka dalam sebuah pagutan lembut. Sunoo dapat merasakan jari-jari Heeseung berkelana di antara tiap jengkal tubuhnya. Dia tak pernah merasa sehangat ini. Dia tidak pernah merasa begitu memercayai seseorang dengan seluruh hidupnya.

"Tolong jangan menghilang lagi," seharusnya bukan seperti itu. Sunoo merasa sakit tiap kali Heeseung mengatakannya.

"Aku tidak akan pergi kemanapun. Berhentilah mengatakan hal itu, Heeseung," Sunoo menahan wajah Heeseung di atasnya. Berusaha memberikan senyuman untuk meyakinkan Heeseung bahwa Sunoo tidak akan membohonginya.

Baru saja Sunoo hendak mencium bibir itu lagi, sebuah deru mobil terdengar. Heeseung bangkit dari posisinya, membetulkan sedikit pakaiannya lalu bergerak untuk mengintip dari jendela kamar Sunoo.

Heeseung membelalakkan matanya terkejut melihat yang sedang terjadi di bawah.

"Ibuku tidak tahu malu sekali, kan?" tiba-tiba saja Sunoo sudah ada di sampingnya, "Ketika ayahku menyebutnya jalang, aku tidak kuasa untuk membantahnya. Bahkan jalang saja tahu untuk tidak melakukan hal itu di depan rumah. Setidaknya mereka buka dulu gerbangnya."

Setelah mengatakan itu, Sunoo membetulkan penampilannya yang berantakan di depan cermin, "Ayahku mengatakan padaku untuk tidak jadi sepertinya, tapi barusan–"

"Kau bukan," Heeseung memotong perkatannya dan memeluk tubuhnya dari belakang, "Tak sekalipun aku menganggapmu seperti itu. Aku minta maaf kalau kita hampir saja melakukannya terlalu cepat. Harusnya aku tahu ini bukan waktunya bagimu."

Sunoo tertawa kecil, "Bukan waktunya bagiku? Bagimu juga ngomong-ngomong. Kita seumuran, Heeseung."

"Ya, kau benar."

Heeseung menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Sunoo. Senang sekali, dia bisa kembali merengkuh tubuh kecil ini dan merasakan hangat itu sekali lagi.



-tbc-


Hari ini Sunoo tidak mati.

TIME WHEN WE WEREN'T TOGETHER| Heeseung X Sunoo [ILAND]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang