III

61 11 7
                                    

Eliza tersenyum seraya meletakkan nampan berisi pesanan pelanggan meja nomor duabelas tersebut.

"Ini pesanannya Tuan, silakan dinikmati." ucap Eliza ramah.

"Terima kasih."

Deg.

Jantung Eliza mencelos mendengar suara itu, seperti tidak asing di telinganya. Eliza mendongakkan kepalanya yang tadi menunduk dan terkejut saat mendapati sosok Evanz.

Awalnya Eliza tidak tahu jika wajah dibalik buku novel yang tengah dibaca itu adalah Evanz. Sebab itulah Eliza bisa bernafas lega dan santai mengantarkan pesanannya.

"Hai," sapa Evanz menggerakkan kelima jarinya pada Eliza yang berdiam diri di tempatnya.

Kekakuan dan ketegangan pada diri Eliza jelas dapat terbaca oleh Evanz yang senantiasa menatapnya intens. Evanz memperhatikan lekat sekujur tubuh Eliza, dari atas sampai bawah.

Menarik! batin Evanz berdecak kagum menilai penampilan Eliza yang tampil beda namun tetap cantik.

Harus Evanz akui bahwa ketiga wanita bersaudara ini memang cantik-cantik, meskipun tetap Elinnanya-lah yang sangat tercantik di bandingkan Elyaz dan Eliza.

"Calon adik ipar," Eliza tersentak dengan panggilan Evanz untuknya. "Apa yang kamu lakukan disini, dengan berpakaian seperti itu?"

"Uhm, aku—"

"Sayang!" Evanz dan Eliza kompak menoleh dan melihat sosok Elinna yang baru tiba di cafe.

Cup.

Elinna mengecup mesra kedua pipi Evanz secara bergantian tanpa malu ataupun melihat tempat sekitar.

"Maaf aku agak telat," sesal Elinna yang masih belum menyadari keberadaan sang adik.

"Iya, gak apa-apa."

"Astaga, Liza kamu disini juga?" pekik Elinna terkejut

"Iya tadi sengaja mampir kesini Mbak selesai siaran." sahut Eliza seadanya, "yaudah kalau gitu aku permisi."

Dengan gerakan cepat Eliza melangkah pergi dari sana, sedikitpun Eliza sama sekali tidak ada menatap ke arah Evanz. Ia sama sekali tidak memiliki keberanian untuk menatap pria itu.

Masih teringat jelas adegan kecupan mesra yang diberikan Elinna beberapa saat yang lalu, dan itu membuat kedua matanya terasa panas.

Jordan yang sedari tadi memperhatikan Eliza terlihat khawatir. "Eliza, kamu kenapa?"

Eliza tidak menjawab dan lekas menaruh nampan tadi dengan sedikit kuat, setelahnya Eliza berlari kecil menuju ke ruangan Elyaz.

Langkah Eliza berhenti tepat di depan pintu ruangan Elyaz, menyentuh handle pintu tanpa berniat untuk membukanya.

Cairan bening itu akhirnya keluar dan meluncur dengan derasnya, Eliza menyentuh dadanya saat rasa sakit itu kembali menderai dan bersarang disana.

Seharusnya tidak seperti ini. Eliza harus kuat melalui ini, ia tidak boleh terus-terusan bersikap begini.

Evanz itu kekasih kakaknya, dan Eliza pun telah berjanji untuk menghilangkan perasaan cinta yang ada untuk Evanz.

Eliza membatalkan niatnya yang ingin membuka pintu itu sebab dia tidak ingin kakaknya Elyaz tau dengan suasana hatinya saat ini.

Jika Elyaz tau maka sudah dipastikan akan ada pertengkaran hebat nantinya. Tidak, tidak!

"Eliza kamu harus melupakan dia," ucap Eliza menyemangati dirinya. Bahwa ia mampu melupakan cintanya pada Evanz.

Love it's you (Ekslusif Di Dreame) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang