10 | Tipe Cowok Idaman

51.6K 9.1K 646
                                    


Kelas kosong, walaupun sebenarnya rugi tapi entah kenapa hampir semua mahasiswa suka. Aku juga tidak mengerti.

“Itu karena sebagian orang nggak suka belajar.” Opini Dinda membuat kepalaku mengangguk-angguk. Dia ada benarnya juga.

Gilang yang duduk di hadapan kami berdua menggerak-gerakkan jari telunjuknya, “No, no, no. You wrong,” kata Gilang menunjuk Dinda.

“Jadi menurut lo apa?” tanyaku penasaran.

Gilang mencondongkan tubuhnya ke depan, “Bukan karena kalian nggak suka belajar tapi karena dosennya. Iya, kan?”

“Nggak, nggak,” sela Dinda tidak terima. “Gue nggak setuju. Waktu kita dapet mata kuliah epidemiologi, dosennya baik tapi gue tetep nggak ngerti. Malah seneng kalau dia nggak masuk.”

“Emang lo nya aja yang bego,” seru Gilang sewot.

“Emang lo ngerti?” Suara Dinda mulai meninggi. Ini tanda-tanda.

Gilang mencebikkan bibir kemudian menyambar ponselnya di atas meja, seakan-akan tidak mendengar pertanyaan Dinda barusan. Aku menghela napas, takut mereka bertengkar lagi di kantin. Meski tak begitu ramai, tetap saja aku pasti ikut malu.

“Jangan sok sibuk lo!”

“Sstt!” Gilang tiba-tiba menempelkan jari telunjuknya di depan bibir. Aku dan Dinda kompak terdiam sambil bertukar tatapan.

“Sab, ini cowok yang ngontrak di rumah lo, bukan?” Gilang menunjukkan sebuah foto.

Itu foto Diksi dengan seorang perempuan. “Iya, ini Diksi. Kenapa?”

Gilang menarik kembali ponselnya lalu sibuk mengetik sesuatu di sana.

“Itu Instagram si Diksi apa yang cewek?” tanya Dinda.

“Yang cewek,” jawab Gilang masih sibuk menatap layar ponselnya.

“Dia bukannya deketin lo Sab?”

Pertanyaan Dinda membuatku menoleh cepat, “Heh? Jangan ngadi-ngadi lo.”

“Kalau nggak, terus kenapa dia rajin banget anter lo pulang?”

“Ya kan gue sama Diksi serumah, gimana sih lo!”

Hei, hei! Heboh guys!” seru Gilang memukul-mukul meja.

“Apaan?” sahutku dan Dinda bersamaan.

“Gue tadi nanya temen gue ini, dia ama si gondrong ini pacaran apa nggak.”

“Terus terus?” sela Dinda tidak sabaran.

Gilang malah tersenyum malu-malu. Aku mengernyit tak suka jika jiwa kecentilannya keluar lagi.

“Temen gue bilang, si Diksi ini lumayan famous di kalangan anak teknik. Tapi mereka nggak pacaran.”

“Wah! Playboy tuh pasti. Iya, kan?” Dinda meminta pendapatku.

Aku mengendikan bahu. Mau dia Playboy, famous, banyak cewek juga tidak masalah buatku. Yang pentingkan pembayaran lancar.

“Nggak, tuh. Temen gue bilang Diksi emang punya banyak temen cewek tapi nggak pernah ada yang diajak pacaran.”

Aku menyeruput es teh manisku, malas mendengar mereka berdua berghibah. Bukan tentang Diksi tetapi tentang teman Gilang yang katanya pernah hamil di luar nikah. Aku juga tidak tahu kenapa mereka tiba-tiba beralih topik yang tidak ada hubungannya sama sekali.

Untuk beberapa momen, aku akui mereka memang kompak. Kompak berbagi dosa maksudnya.

***

Terima Kos Putra Putri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang