Banyuwangi, 12 Oktober 2020
Pagi ini kuawali bincang hangat dengan seorang guru sekaligus kawan, membicarakan kemelut yang kali ini meletus ditanah kelahiran, gelombang aksi yang terus menjalar di kota-kota besar kini menyisir dari timur pulau jawa. Ya, kini aksi yang semakin tak terbendung mereka mahasiswa yang dulunya tidak pernah sedikitpun peduli tentang masalah bangsa, kini mulai menunjukkan kepeduliannya, entah dorongan itu muncul dari kesadaran kritisnya dalam menyikapi problem bangsa atau hanya sebatas kehausan eksistensi belak. Terlepas dari semua itu hal ini adalah semangat baru bagi mahasiswa.
Sampailah perbincangan kami pada masalah akademis, bagaimana nasibku yang kini terkatung-katung dalam suasana ketidak jelasan. Proposal yang genap setahun lalu kusodorkan dan berharap segera selesai kini bagai onggokan file yang tidak berguna. Tersentuh sebagian tapi kebanyakan tak terjamah, aku menyadari kebodohan yang kulakukan di awal dulu, menganggap semua akan mudah dan sesuai dengan planing yang sempat kutuliskan dulu. Kini genap 9 smester aku terkatung-katung, kembali merajut asa mencoba untuk bangkit dan segera menyelesaikan apa-apa yang belum sempat. Merencakan ulang dan tentunya segera mengeksekusinya dengan cantik.
Aku ingin segera selesaikan semua ini, ditahun ini. Agar bapakku yang ssakit-sakitan tak lagi memikirkan biaya kuliah yang terus ditanggung, kini harus kulenyapkan rasa malas yang semakin tumbuh subur. Berani memprioritaskan apa yang seharusnya diprioritaskan. Mengorbankan apa yang tidak semestinya dilakukan. Aku rasa selama ini kehilangan fokus, membangun disiplin waktu dan meremehkan hal-hal prinsipil yang seharusnya menjadi dasar. Aku ingin memperbaiki diri kali ini.