Amel gadis berusia 24 tahun, saat ini sedang menyelesaikan kuliahnya dengan bimbingan dari dosen pembimbing yang memiliki gosip tidak mengenakkan sebagai seorang janda dengan anak kembar dan alasan perceraian karena salah satu dosen yang ada di kampus ini, dosen tersebut memiliki wajah lebih dari mantan suami. Amel sendiri tidak peduli dengan gosip yang beredar karena bagi Amel yang terpenting adalah sang dosen mau membantu Amel sampai sejauh ini baik itu skripsi maupun tugas yang lain. Amel sendiri dekat dengan kembar dan juga adik dari sang dosen, kedekatan mereka terjalin karena Amel sering datang ke tempat sang dosen untuk konsultasi atau hanya menghabiskan waktu dengan sang kembar.
Amel mempunyai dua sahabat yang sangat dekat sejak pertama kali masuk kuliah yaitu Willy dan Vina, awal mula kedekatan mereka ketika masa orientasi siswa dan sikap Amel yang apa adanya dan cuek membuat mereka dekat. Willy lebih dekat dengan Amel dibandingkan Vina karena bersama Amel para penggemar Willy menghentikan langkah untuk dekat dengannya, sedikit banyak Willy memanfaatkan Amel dan beruntung tidak peduli dengan berita yang beredar ditambah lagi mereka tidak menggunakan perasaan selama ini. Vina sendiri adalah gadis yang merantau dan jauh dari kedua orang tuanya, hubungan mereka dekat karena hanya Amel yang menerima Vina apa adanya yang merupakan anak dari istri kedua ditambah badannya yang tidak sesuai dengan porsinya.
“Amel,” teriak Vina dari kejauhan membuat langkah Amel terhenti dan menatap Vina “ditunggu Willy di kantin.”
Amel mengangguk “aku bimbingan dulu, kamu udah bimbingan?.”
“Baru selesai dan tadi ketemu Willy terus minta tolong bilang sama kamu kalau ditunggu di kantin,” Amel mengangguk “aku balik dulu.”
“Kerja?,” Vina mengangguk “hati – hati.”
Vina hanya mengangguk lalu meninggalkan Amel, Amel menatap punggung Vina yang semakin menjauh dengan melihat Vina setidaknya dirinya bersyukur diberi keluarga yang saling menyayangi dan penuh dengan cinta. Amel melangkah semakin ke dalam menuju ruangan sang dosen pembimbing yang selama ini membantu dirinya, ketika Amel masuk ke dalam terdapat seorang pria yang berusia tidak jauh dengan sang dosen atau mungkin si pria terlihat lebih dewasa dibandingkan sang dosen, Amel menatap mereka sekilas yang sedang serius berbicara membuat Amel sedikit tidak enak.
“Letakkan aja nanti saya periksa,” ucap Tina menatap Amel “lagian sudah benar tinggal beberapa kali revisi jadi tinggal sentuhan akhir saja.”
“Kalau begitu saya letakkan di sini ya,” Tina menatap lalu mengangguk “saya permisi.”
“Kamu ke rumah sakit jiwa?,” pertanyaan Tina menghentikan langkah Amel dan dengan segera mengangguk “saya titip tolong berikan pada mereka,” memberikan berkas pada Amel untuk diserahkan pada pihak rumah sakit jiwa “nanti saya kabari jika sudah selesai.”
Amel melangkah keluar setelah berpamitan dan menatap sekilas pada pria yang berada di ruangan, Amel memikirkan apa pria tersebut mantan suami Tina. Melihat rupanya dan berita yang di dengar kenapa tidak sesuai secara pria tersebut tidak terlalu buruk bahkan bisa dibilang tidak kalah dengan kekasih Tina saat ini, Amel langsung mengangkat bahu karena percuma memikirkan masalah yang bukan menjadi permasalahannya.
Amel menatap Willy yang tampak serius depan laptop yang Amel duga adalah bahan skripsinya, mereka bertiga memang disibukkan dengan skripsi setidaknya mereka tidak berjuang sendirian. Terkadang mereka akan menghabiskan waktu dengan jalan – jalan melepas rasa stres karena terlalu lama menghabiskan waktu depan laptop. Banyak anak yang menduga Amel dan Willy memiliki hubungan dan itu semua jelas salah karena sampai kapan pun mereka tidak akan pernah menjadi pasangan karena banyaknya perbedaan dan lagi pula Amel tidak memiliki perasaan sedikit pun pada pria yang saat ini sibuk dengan laptopnya.
“Serius sekali,” tegur Amel membuat Willy menatapnya “skripsi? masih perlu perbaikan?.”
“Kamu sudah selesai?,” Amel mengangguk “berangkat sekarang atau makan terlebih dahulu?.”
“Aku pesan dulu kamu mau?.”
Willy mengangguk dan Amel segera memesankan makanan untuk dirinya dan minuman untuk Willy, melihat Willy yang sibuk membuat Amel tidak tega mengganggu sama sekali jadi yang Amel lakukan adalah bermain dengan ponselnya. Tidak lama pesanan datang dengan segera Amel memakannya karena Amel memang menyukai makanan panas karena menurutnya makanan jika panas akan terasa segar dan enak dibandingkan jika makanan tersebut sudah dingin.
“RSJ lagi?,” Amel mengangguk “pulang jam berapa?.”
“Gak usah jemput nanti aku naik kendaraan online aja lagian kamu bukan siapa – siapa aku dan aku gak enak merepotkan mulu.”
“Aku yang selalu merepotkan karena kamu menghentikan langkah perempuan untuk mendekatiku.”
Amel tersenyum “bicara tentang fans kamu tadi ada yang kasih surat tapi langsung aku bilang kalau kamu sudah akan menikah.”
Willy melotot lalu tertawa “bagus dengan begitu gak akan ada lagi yang ganggu.”
Amel mencibir perkataan Willy karena bukan hanya sekali Amel menghalangi perempuan – perempuan itu dekat dengan Willy, Amel sendiri heran bagaimana bisa sahabatnya ini tidak menginginkan perempuan tersebut dan pernah Amel mencurigai Willy sebagai penyuka sesama jenis dan langsung mendapatkan sentilan di dahi Amel. Semenjak itu Amel tidak peduli dengan Willy atas apa yang dia lakukan dan para perempuan itu tidak tersakiti dengan sikap Willy jika sudah berdekatan dengan Willy yang aslinya sangat menjengkelkan.
Perjalanan menuju ke rumah sakit jiwa tidak membutuhkan waktu yang lama karena memang jaraknya tidak jauh dari kampus. Amel sudah berada di sini semenjak bersama Tina dan ini berkaitan dengan skripsinya karena setelah skripsi selesai Amel tidak akan memperpanjang waktu berada di sini yang bagi Amel kurang menyenangkan.
“Di antar pacar?,” goda Fatma merupakan salah satu staf di rumah sakit jiwa ini yang dekat dengan Amel “tadi Bu Tina bilang ada titipan buat kepala rumah sakit.”
Amel mengeluarkan berkas yang dimaksud “aku serahkan langsung atau titipin mbak?.”
Fatma mengambil berkasnya “aku ke ruang kepala dulu nyerahin berkas ini dan bangsal 2 tolong serahkan pada perawat yang berjaga.”
Amel menatap obat untuk bangsal yang dimaksud dengan segera melangkah ke dalam memberikan obat tersebut pada perawat yang bertugas di sana. Amel menatap Jihan salah satu pasien duduk dengan tenang, Jihan seusia Amel tapi karena terlalu sering di bully teman – temannya membuat dirinya depresi bahkan berkali – kali mencoba mengakhiri hidupnya dan saat ini keadaan Jihan sudah sedikit membaik meskipun harus tetap dengan pengawasan. Setelah puas menyapa dan mengajak Jihan berbicara Amel melangkah ke tempat bangsal yang dimaksud dan langsung memberikan obatnya, Amel berbicara singkat dengan perawat yang bertugas setelah selesai memilih mengundurkan diri dan kembali ke tempatnya. Berkali – kali Amel melihat lingkungan di sini selalu tidak pernah berhenti bersyukur atas apa yang sudah Amel dapatkan dan dikelilingi orang yang menyayangi dan mencintai dirinya.
Cerita ini perbaikan dari nura0848Updatenya entah kapan ☺️