Part 22

535 105 1
                                    

Tak ada yang bisa mereka lakukan mengenai Kanya. Membongkar keadaan Jenderal Roman juga hanya akan membuat orang-orang menjadi panik. Mereka hanya bisa mengikuti keadaan, melihat perkembangan situasi di sini sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu.

Lagi pula serangan yang datang tidak terlalu berarti. Setiap harinya hanya ada serangan kecil di gerbang belakang. Kebanyakan Petualang mulai lengah dan tak menanggapi pekerjaan ini dengan serius.

Kyra sendiri hanya jalan-jalan di dalam kota setelah jam patrolinya berakhir. Meena masih bolak-balik ke kastil untuk membujuk Kanya mengajarinya beberapa hal. Karena sihir Kyra dan Kanya saling bertolak satu sama lainnya, dia tak bisa belajar apa pun. Bara dan Soli dapat jadwal berpatroli yang berbeda. Jadi setiap ada waktu luang, Kyra selalu sendirian.

Sampai saat ini, Kyra masih belum paham kenapa Benteng Barat dianggap tempat berbahaya. Dia merasa bahwa ini adalah misi teraman yang pernah diambilnya. Orang-orang yang tinggal di sini begitu ramah. Makanan selalu tersedia dan banyak sekali pertokoan yang menjual barang-barang menarik.

"Nona, apa kamu mau meramal masa depanmu?"

Langkah Kyra berhenti. Panggilan seorang wanita tua menarik perhatiannya. Sebuah kios yang menawarkan jasa meramal terlihat sangat mencurigakan, tetapi Kyra tetap pergi ke sana.

"Nenek bisa melihat masa depan?"

Kyra pernah dengar bila Dukun spesialis pemanggil bisa melihat masa depan dengan menggunakan kekuatan Iblis yang ia panggil. Berhubung Meena bilang kota ini melahirkan banyak Dukun hebat, Kyra percaya saja apa yang wanita tua itu ucapkan.

"Apa yang Nona ingin ketahui?"

Kyra ingin mengetahui banyak hal. Saking banyaknya dia bingung ingin bertanya soal apa. Hem ... begini saja. "Aku mau tahu apa yang akan terjadi di kota ini dalam waktu dekat!" Bertanya soal akhir misi mungkin tak ada salahnya. Setidaknya itulah yang Kyra pikirkan sebelum ia mendengar jawaban peramal tersebut.

"Kehancuran." Hanya satu kata dan tatapan mata menakutkan yang ia dapat sebagai jawaban atas pertanyaannya.

Kyra tahu nenek itu berbohong. Karena si nenek tidak memanggil apa pun untuk meramal, tetapi keresahan dan firasat buruk yang ia rasakan saat tatapan mata mereka bertemu memengaruhi Kyra.

"Kenapa Nenek berbohong seperti itu?" Kyra menggelengkan kepalanya, menguatkan hati melawan segala emosi negatif yang ia rasakan.

Wanita tua itu tertawa menakutkan, berubah menjadi asap dan menghilang tepat di depan matanya. Itu adalah tipe sihir kegelapan, salah satu yang langka dan menakutkan.

Kyra menelan ludah, membalikkan badan mencari di sekitarnya. Harusnya nenek itu tidak pergi terlalu jauh, tetapi matanya tak bisa menemukan sosok yang ia cari di antara keramaian.

"Maaf, aku meninggalkan kiosku terlalu lama. Apa kamu pelanggan?" Tak lama setelahnya, seorang lelaki muda berbicara padanya. Ia keluar dari kios peramal tersebut. Memakai jubah aneh dan berbicara seakan dia bekerja di sana.

"Nenek yang tadi meramalku ke mana?" tanya Kyra, takut-takut.

Lelaki muda itu terlihat bingung. "Nenek? Aku menjaga kiosku sendiri. Spesialisku meramal percintaan. Kamu mau kuramalkan jodohmu?" Kemudian dia promosi bisnisnya. Seketika itu juga, Kyra tahu kalau dia baru saja dipermainkan oleh seseorang, tapi kenapa?

Merasa cemas, Kyra memutuskan untuk berlari kembali ke kastil. Dia merasa nenek itu bukan hanya ingin mengerjainya saja, tetapi memang membawa niat buruk.

BOOM!

Terdengar suara ledakan besar dari arah kastil. Asap dan api terlihat menjulang tinggi di balik gedung-gedung yang berjejer rapi. Ternyata firasatnya tak salah. Itu bukan ramalan, melainkan peringatan.

"Aku harus cepat!"

Kyra mempercepat langkah kakinya. Dengan begitu ia bisa sampai tepat waktu. Namun sayang sekali, dua orang laki-laki tiba-tiba saja muncul menghadangnya. Seorang yang terlihat misterius dengan rambut panjang dan seorang lagi terlihat kuat dengan tubuh besar dipenuhi oleh otot-otot yang menonjol.

"Jangan terburu-buru, Nona."

"Kami yang akan bermain denganmu."

"Siapa kalian?"

Kyra berhenti berlari. Ia memasang kuda-kuda waspada. Api keluar dari kepalan tangannya. Bersiap menyerang kapan saja jika mereka berani macam-macam.

"Itu yang ini kami tanyakan. Kau dan temanmu yang mungil itu, apa hubunganmu dengan Tuan Putri pemilik benteng." Jadi begitu, mereka pastilah melihat Kyra dan Meena bertemu dengan Kanya dan Amara sebelumnya.

"Kalian dari Persekutuan Kegelapan?" Kyra menebak. Bila dugaannya benar, maka nenek peramal palsu itu pasti teman mereka.

Bara mengatakan padanya untuk hati-hati pada orang yang menggunakan tipe sihir kegelapan. Karena Penyihir dengan tipe sihir kegelapan kebanyakan bergabung dengan Persekutuan Kegelapan.

"Kamu terlihat polos dan bodoh, tapi sepertinya kami salah." Jadi benar, dia mengakuinya. Kalau begitu tak ada gunanya mereka berbincang. Kyra harus segera mengalahkan mereka sebelum dia yang dikalahkan.

"Kalau begitu kita tak perlu berbicara lagi!" Detik berikutnya, Kyra berlari ke arah mereka. Seluruh tubuhnya telah terbakar. Tangannya telah ia ubah menjadi pedang api yang kokoh. Menebas dengan gesit incaran di depan matanya.

"Wow ... tenanglah, kami belum selesai bertanya!" Serangan Kyra berhasil dielaki. Kedua laki-laki itu melompat ke arah berlawanan.

"Azada, berhenti bermain-main. Kita tangkap saja dia, baru tanyai." Pria dengan rambut panjang yang dari tadi diam, akhirnya berbicara. Ia terlihat tak berbuat apa pun, tapi sebenarnya ia terus mengawasi sambil membaca keadaan. Api Kyra terasa aneh, jadi ia merasa perlu berhati-hati.

"Jangan memerintahku, Hun! Penyihir Api lemah pada Penyihir Air seperti ku!" Sedangkan rekannya yang bernama Azada meremehkan. Ia kembali lagi ke hadapan Kyra.

"Kau diam saja di sana. Gadis kecil begini aku sendiri sudah cukup."

"Terserah kau saja."

Kyra diam mengamati. Ia tak tahu apakah Hun sungguhan hanya akan diam menonton atau ikut menyerangnya bersamaan. Nyatanya memang benar sihir api lemah pada sihir air, tapi bukan berarti dia pasti kalah. Dalam pertarungan, strategi menjadi kunci kemenangan melawan musuh yang lebih kuat darinya.

"Hati-hati pada apinya. Ada tekanan energi aneh di dalamnya," sambung Hun.

"Tak ada api yang tak bisa kupadamkan!" Sekali lagi Azada tak mendengarkan. Ia menyerang Kyra menggunakan pusaran air yang dilemparkan dengan menggunakan kedua tangannya. Pusaran kedua air itu melingkar menjadi satu serangan, terarah tepat ke depan Kyra.

Kyra tahu ia tak akan sempat menghindar. Maka dari itu, dia mengumpulkan kekuatan di kepalan tangan kanannya. Tinjuan ledakan api ia lepaskan.

Kekuatan besar itu bertabrakan dengan pusaran air Azada, saling mendorong dan kemudian meledak di tengah-tengah. Tubuh Kyra dan Azada terdorong ke belakang, tapi tak ada satu pun dari mereka yang tumbang.

"Cih, ternyata kau boleh juga." Azada mengumpat, sama sekali tidak menyembunyikan kekesalannya. Kyra melihat itu sebagai sebuah peluang. Ia teringat akan ajaran Alexi, bahwa dalam pertarungan, emosi lawan merupakan sebuah kelemahan. Selama ia tetap tenang dan terus memancing emosi Azada, maka ia akan bisa membuka celah untuk menyerang.

"Um, bukannya tadi kamu bilang bisa memadamkan semua api?" Baiklah, akan Kyra coba membuatnya kesal.

"Pfft." Hun tertawa tertahan, menganggap reaksi Kyra lucu.

"DIAM KAU HUN, JANGAN IKUT-IKUTAN MENGHINAKU!" Dan ternyata sangat mudah memancing Azada. Serangannya kuat, tapi Kyra merasa dia bisa menang selama memainkan kartu dengan baik. Hanya saja, temannya yang bernama Hun itu membuat Kyra takut. Kekuatannya belum ketahuan dan ketenangannya bukan sesuatu yang bisa Kyra uji. 

Phoenix BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang