Pertama

8 2 6
                                    

Brakk

Bugh

Brakk

Bugh

"AAAAAAAAA, GUE BENCI KALIAN SEMUAAA, GUE BENCIIIIII." Seru suara seorang gadis yang terdapat dalam sebuah gedung besar yang tua dan kusam. Semua barang dihancurkan nya dan dilemparkan nya ke sembarang arah.

"Hiks hiks hiks gue benci, tapi gue juga sayang kalian. Kenapa kalian sampai kayak gini ke gue, KENAPAAAA!!" Ucap Indana dalam posisi duduk mengapit lututnya sambil menelungkup wajah kedalam lututnya.

Tangan nya bergerak untuk mengambil sesuatu di saku celananya, benda itu panjang dan tajam. Ia tersenyum miris menatap benda tersebut, lalu benda itu diarahkan ke pergelangan tangan nya. Dan ia mulai merasakan sakit di pergelangan tangannya, sedikit demi sedikit ia mulai mengiris pergelangan tangannya.

Hingga...

"APA YANG LO LAKUIN! GILAK LO YAA, AKHIRI HIDUP ENGGAK KAYAK GINI CARANYA," seru seorang pemuda menatap Indana dengan muka kesal sekaligus khawatir sedikit.

"Apa urusannya ama elo? Hak gua juga, kagak ada urusannya ama elo. Balikin sini pisau itu, CEPATTT!" ucap Indana dengan muka merah padam.

"Lo mau akhiri hidup? Sini gua ajarin gimana caranya." Ucap pemuda itu sambil berjalan mendekati Indana dengan senyumnya yang menakutkan dan sedikit manis mungkin.

Indana mulai terdiam dan merasa ketakutan, ia mulai berjalan mundur sampai dibelakang nya terdapat tembok. Ah sial kenapa ada tembok segala lagi  batin Indana.

"Lo mau gua kasih tau gimana caranya?" Tanya pemuda itu lagi kepada Indana.

Indana masih diam untuk mendengar selanjutnya apa yang ingin dikatakan pemuda yang ada dihadapan nya ini.

Pemuda itu mulai mendekatkan wajahnya ke Indana, lalu membisikkan, "Lo jadi pacar gua mulai detik ini sampai seterusnya." Ucap pemuda itu lalu pergi begitu saja meninggalkan Indana yang masih bingung dengan perkataannya barusan.

"Gila kali yaa itu cowok, udah ah bodo amat. Aduh, mana sakit tangan gue, nyesel gue ngiris ni tangan malah berasa sakitnya, padahal tadi kagak. "ucap Indana sendiri lalu pergi  meninggalkan gedung dan membiarkan barang tadi yang masih berserakan entah dimana.

Indana mulai mencari taxi untuk pulang menuju rumahnya, jika terlambat sedikit saja maka ia akan kena masalah besar. Dan syukur nya ia mendapatkan taxi dan ia segera masuk lalu memberi tahu alamat rumahnya.

Menarik batin seseorang dibalik gedung

***

"Dari mana saja kamu?! Apa kamu tidak tahu waktu ini sudah jam berapa! Masih saja keluyuran, dasar anak tak berguna, hanya menyusahkan saja" seru seorang pria paruh baya yaitu Ayahnya Indana, Gerald.

"Tadi ada macet dijalan pa" ucap Indana sambil menundukkan kepalanya kebawah karena tak berani menatap sang ayah jika sudah marah.

"Lebih bagus kamu tak usah pulang bila perlu, tidur saja dijalanan sana." Ucap Gerald

Indana tidak bisa berkata bahkan menampakkan wajah,ia hanya bisa menunduk ketakutan, hingga akhirnya seorang wanita paruh baya mendatangi mereka berdua.

"Sudah pa, Indana pasti capek lebih baik kita masuk kedalam, kita selesaikan saja besok, ini sudah terlalu malam." Ucap suara lembut Diana, Mama tiri Indana.

"Huftt, baiklah kamu sekarang masuk dan sebagai hukumannya besok kamu tidak diizinkan keluar rumah selama 1 bulan kecuali keluar untuk pergi sekolah, KAMU PAHAM!" Ucap Gerald diakhiri omongan dengan nada membentak.

"Iii... iyaa pa, Indana paham." Ucap Indana dengan nada pelan karena ketakutan.

"Sayang, masuk sana gih. Bersihkan badan mu lalu itu kita makan." Ucap Diana dengan nada lembut dan kasih sayang.

"Iya." Ucap Indana dengan dingin lalu berlalu meninggalkan papa serta mama tirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ada Atau TiadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang