Pagi itu ibu tiri Alexa berbuat semena-mena padanya, memar di bagian tangan dan sudut bibir terluka sedikit. Tamparan telak ibu tirinya layangkan ke wajah Alexa, sedari tadi gadis itu merintih kesakitan saat kompres menyentuh bagian bibir dan tangannya. Perihnya angat luar biasa hingga Alexa menggigit bibir bawahnya.
"Sssshhh sudah Stef, ini sakit sekali." Rintih Alexa memegang dagunya.
Saat Alexa masuk ke dalam kelas dan sedang meletakkan tasnya, tanpa sengaja pandangan Stefanie melihat wajah Alexa yang terluka, bahkan luka itu masih tampak baru. Kemudian ia beralih melihat telapak tangan Alexa masih mengeluarkan darah segar, tapi tidak terlalu banyak. Tanpa perlu bertanya Stefanie sudah tahu siapa penyebab luka itu, buru-buru Stefanie langsung menarik pergelangan tangan Alexa yang tidak terluka ke UKS untuk di obati.
"Ck! Bagaimana tidak sakit, ini saja sampai berdarah tau! Kenapa kau tidak laporkan dia saja sih? Kalau dibiarkan begitu dia malah akan semakin semena-mena!" gerutu Stefanie kesal, tanpa dia sadari dia menekan kuat kompres di sudut bibir Alexa.
Mau bagaimana lagi, Stefanie sudah sangat kesal dengan ibu tiri Alexa. Setiap kali Stefanie melihat wajah itu dan mendapati Alexa yang terluka, darahnya langsung mendidih. Perlakuan ibu tiri Alexa terhadap Alexa sudah sangat kelewatan, dia bahkan tanpa segan membuat bagian tubuh Alexa berdarah. Namun saat setiap kali ayah Alexa bertanya tentang luka, Alexa selalu saja berbual.
Alexa merintih keras.
"Eh, sorry sorry. Aku tidak sengaja, mana yang sakit? Apa ini sakit sekali?" Gelagapan Stefanie menyentuh lembut dagu Alexa sambil menekan sedikit sudut bibir gadis itu.
"Sssshhh tadi kan sudah kubilang sudah. Ini sakit tau. Sini biar aku sendiri, kau buatkan aku teh saja." Ringis Alexa merebut kain kompres dari tangan Stefanie. Stefanie merasa bersalah karena telah membuat kesalahan lagi, gadis itu selalu saja cepat merasa bersalah walau hal kecil. Padahal Alexa tidak membentaknya.
Alexa mengkomres lukanya sendiri, tapi Stefanie tidak juga beranjak dari tempatnya.
"Maafkan aku. Ini-" ucap Stefanie menunduk.
"Kenapa minta maaf? Kau tidak salah apa-apa, Stef." Tapi Stefanie masih tetap munundukkan kepalanya merasa bersalah. Alexa menyentil kening Stefanie saat melihat gadis itu masih duduk di depannya. "Buatkan aku teh, Stefanie!"
Stefanie mengusap keningnya pelan, bibirnya mengerucut ingin menggerutu, tapi tidak jadi. Setelah mendapat sentilan di kening, Alexa menyebut namanya dengan lengkap, bukan kata Stef tapi Stefanie. Buru-buru gadis itu mengangguk dan berkata, "Aaa iya, iya. Sudah, jangan lanjutkan lagi kata-katamu. Tunggu di sini aku akan membuatkan mu teh, tidak sampai lima menit aku sudah sampai di sini." ucap Stefanie cepat, dia langsung berlari keluar ruangan UKS menuju warung mbok Cen.
Ya ampun, Alexa sampai menahan tawa dengan punggung tangannya melihat tingkah Stefanie yang gelagapan. Bahkan gadis itu berbicara tanpa jeda, apa setakut itu Stefanie padanya jika mendengar kata-kata yang sering Alexa ucapkan ketika gadis itu berbuat yang tidak Alexa suka? Tapi Alexa menyembunyika senyum kecil di bibirnya. Alexa tidak mau Stefanie melihat dirinya tergelak, jadi dia masih mempertahankan wajah datar di depan Stefanie. Selepas gadis itu pergi, Alexa langsung tertawa, tapi tidak lama setelahnya dia kembali meringis. Lupa kalau sudut bibirnya masih terluka.
"Sssshhh, menyebalkan! Apa luka ini tidak bisa sembuh sekarang?!" gerutu Alexa pada dirinya sendiri. Alexa mengambil ponselnya ketika mendengar suara notif chat masuk. Tapi belum sempat Alexa membuka ponselnya, suara gludak gluduk dari luar pintu membuatnya mengurungkan niat dan menoleh ke arah pintu. Dahinya mengernyit bingung, tampaknya seseorang ingin masuk ke ruang UKS.