Prolog

7 0 0
                                    

"JAMKOS WOY!"

"Cihuyy, waktunya ngopday (ngopi day)."

"Pengumuman, pengumuman, para pasukan penghutang warung bi Enjum di harap merapat."

"Jangan lupa, buat penghuninya warkop mang Ujang."

"Atuh hayu urang gaskeun."

Teriakan Budi berhasil membuat heboh satu kelas, kini suasananya menjadi kacau. Para penghuninya berteriak-teriak tak jelas, ya wajar saja mereka gila, kata "jamkos matematika" begitu langka di kelas ini.

"Las, cepetan." teriak Marcel, segera Laskar menghampiri genknya yang berada di luar kelas, mempersiapkan keberangkatannya menuju warung bi Enjum.

"Gue nyus--"

Pletakk ...

"Gue masih hidup!" kaget Laskar.

Laskar terlonjak kaget tatkala seseorang sengaja menghantam meja dengan penggaris.

"Mau kemana mmm? Gada jamkos. Sebentar lagi bu Laila ke kelas." tanya Listy dengan nada tinggi. Matanya menatap Laskar dengan tatapan membunuh, Laskar bukanlah seorang super hero yang dengan mudahnya dapat menghindar darinya.

"Bi Enjum menanti hehehe," jawab Laskar cengengesan.

"Ya, bi Enjum menantikan lo bayar hutang."

"Yaelah, lo kan cerdas nanti kalo bu Laila nanya lo bikin alesan aja. Bilang aja gue ke kantin, beli pulpen." ujar Laskar.

"Beli pulpen? Tapi kan, lo gak sendiri. Masa lo sama rakyat lo kompak beli pul--" ucal Listy terpotong karena Laskar berlalu pergi menyusul para rakyatnya, Marcel, Budi, Syarif.

                                ***

"Las, Las. Anter ke toilet bentar. Gak tahan nih," lirih Syarif.

"Lo kan, cowok ngapain minta anter segala." ujar Laskar, ia menunggu tepat di depan pintu, tak butuh waktu lama untuk Syarif membuang air kecil.

"Bi Ennnjummm." ujar Syarif semangat, ia menambahkan lagu pada ujung ucapannya. Tiba-tiba, suara tawa khas wanita menghentikan, langkah mereka, bukan hanya satu orang sepertinya ada beberapa wanita yang tengah asik menertawakan sesuatu

"Kenapa berhenti?" tanya Syarif gugup.

"Lo pikir apa?" tanya Laskar balik, jangan berpikiran aneh kalau toilet ini angker. Suara itu berasal dari kamar mandi khusus wanita punya sekolah sebelah, yang kebetulan bersebelahan. Wajar saja kenapa bisa begitu jelas terdengar, karena hanya di batasi dengan satu tembok pemisah.

"Pasti kamar mandi sebelah lagi rame?" terka Laskar memecah rasa takut Syarif.

"Itu, kamar mandi khusus cewek, kan?" tanya Syarif.

"Ouh, iya ya."

Bola mata keduanya kompak mengarah pada tembok pemisah yang tak terlalu tinggi untuk di gapai. Tanpa mereka sadari, setan berhasil merasuki otak "polos" keduanya, sehingga terbesitlah pemikiran usil.

"Dosa gak ya, kalo ngintip dikit." tanya Syarif sok belagak polos.

"Mmm, menurut gue bukan kita yang berdosa. Tapi, setan yang merasuki otak volos kita yang nanggung dosanya." jawab Laskar tak kalah "volosnya".

"Kalo gitu, atuh hayu urang gaskeun."

"Hayuk atuh." jawab Laskar.

"Loe yang naik duluan, kalo pemandangannya indah giliran gue yang liat." Laskar menggunakan bahunya sebagai tumpuan untuk Syarif agar dapat menggapai batas tembok.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LaskarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang