FIN

88 9 2
                                    

Sendiri.

Itulah kondisi yang kini tengah melanda pria bermata bulat itu. Berada sendiri di dalam sebuah apartemen besar yang seharusnya tidak dihuni seorang diri.

Kyungsoo berpikir, tak seberharga itukah dia di mata pria itu? Kyungsoo sudah tidak kuat untuk menahan genangan air di kedua mata bulatnya. Sebenarnya Kyungsoo ini siapa bagi pria itu?

Rasanya kebahagiaan yang Kyungsoo alami selalu saja bersifat semu. Sebenarnya atas dasar apa dahulu dia dan pria itu memutuskan untuk tinggal dalam satu atap, tidak, bahkan satu ranjang yang sama?

Untuk sekadar mengingat awal pertemuan mereka saja Kyungsoo tidak bisa. Semua kini terlihat buram dalam memori ingatannya. Kenapa takdir begitu kejam kepadanya?

Menyesal.

Rasa penyesalan atas hubungan yang dijalaninya dengan pria itu sampai saat ini terus mendesak hatinya yang sesungguhnya sudah sesak terlebih dahulu oleh ucapan pria itu.

"Aku mencintaimu."

Ya, Kyungsoo berpikir pria itu, Kim Jongin, benar - benar mencintainya. Tetapi di sisi lain, dia merasa bahwa Jongin terlalu sering mengabaikannya.

Kyungsoo merindukan Jongin. Terhitung sudah sepekan, pria itu tidak pulang ke apartemen mereka, bahkan untuk sekadar memberi tahu kabar kepadanya saja tidak.

Kemana perginya pria itu? Apa pria itu tidak merindukannya? Apa pria itu sudah tidak menginginkannya? Apa pria itu sudah tidak mencintainya lagi?

Sebenarnya Kyungsoo sudah terbiasa ditinggal oleh Jongin selama beberapa hari, namun pria itu selalu menyempatkan untuk mengabarinya. Kini, apa yang bisa diharapkannya?

Kyungsoo segera bangun dari ranjangnya untuk mengisi perutnya yang sudah teriak minta diisi makanan. Sudah dua hari dia tidak makan karena mengkhawatirkan pria yang belum tentu juga mengkhawatirkannya. "Bodoh," ucapnya dalam hati.

Baru saja hendak memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya, tiba - tiba bel apartemennya berbunyi. Dengan langkah malas, Kyungsoo berjalan menuju pintu dan langsung membukanya tanpa terlebih dahulu melihat layar interkom karena terlanjur kesal dengan seseorang yang sudah mengganggu acara makan malamnya.

Wangi maskulin seketika menghampiri indera penciumannya. Kaget. Kyungsoo terkejut dengan kehadiran seseorang yang sudah mengganggu makan malamnya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Jongin, pria yang juga sangat dirindukannya.

Kyungsoo terdiam, berusaha sekuat tenaga untuk tidak melebarkan mata bulatnya, pun berusaha untuk tidak menerjang pria itu dengan pelukannya. Butuh waktu beberapa detik untuk Kyungsoo dan pria itu saling bertatapan, hingga pria yang lebih tinggi di hadapannya membuka suara.

"Soo-ya...."

Hanya dengan mendengar suara itu, sudah mampu membuat kaki Kyungsoo seketika melemas. Tidak. Dia tidak boleh terlena untuk kesekian kalinya.

"Kupikir kau sudah tidak ingat dengan apartemenmu sendiri," sindir Kyungsoo sambil melangkah masuk meninggalkan Jongin yang masih berdiri di depan pintu.

"Bukan begitu, Kyungsoo. A-aku sungguh-"

Kyungsoo lantas menghentikan langkahnya dan berbalik, "Sudahlah, Jongin. Aku sudah lelah, kau bahkan sudah terlalu sering melakukan ini. Kau tidak perlu repot-repot membuat alasan." Kyungsoo tidak tahu, kenapa dirinya sangat marah. Tetapi, salahkah jika dia marah? Apakah dia tidak berhak untuk marah?

Salah (Kaisoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang