You Are My Best Friend

5 2 1
                                    

“Setiap pertemuan dan perpisahan adalah rencana tuhan, ada yang datang dan ada juga yang pergi. Jika saat ini kamu berada di fase yang ditinggalkan. Percayalah, kepergiannya adalah sebuah kebaikan. Jangan pernah kecewa, tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Tersenyumlah, tepislah semua kesedihanmu. Karena kamu berhak untuk bahagia”-

-Bagas-


Kursi panjang tua yang beberapa bagiannya telah termakan rayap. Bagas duduk sembari menatap senja yang berwarnakan jingga. Tatapannya kosong, seakan binar yang ada dimatanya telah hilang terbawa pergi entah kemana. Bagas menyandarkan kepalanya ke punggung kursi tua itu dengan perasaan malas, kakinya ia selonjorkan sehingga kini Bagas berbaring di atas kursi panjang tua yang ada di tepi taman kota tersebut.

“Diri yang malang,” batin bagas terhadap dirinya sendiri. Ia kembali menatap langit yang berwarna jingga itu, kenangan demi kenangan kini kembali hadir menemaninya. Pasalnya, langit yang sekarang ia tatap telah menjelama menjadi bioskop layar lebar yang tak henti-hentinya memutar semua kisah yang pernah ia lewati bersama seorang yang bernama Reva.

Reva adalah kekasih Bagas yang telah pergi meninggalkannya. kekasihnya itu lebih memilih Doni, anak seorang pengusaha yang paling populer di sekolahnya saat ini. Bagas dan Doni sama-sama memiliki kecerdasan yang sama, bedanya Bagas tidak sekaya Doni dan bahkan jurusan mereka berdua juga berbeda. Bagas yang sangat menyukai ranah sejarah sedangkan Doni sangat menyukai hal yang berkaitan dengan Biologi.

Bagas dan Doni adalah dua orang yang sangat di segani dan diidolakan oleh siswa lainnya. Namun, ada yang membedakan diantara keduanya. Selain jurusan mereka yang berbeda, Bagas lebih disukai para guru-guru daripada Doni. Sikap Bagas yang ramah dan sering membanggakan nama sekolahnya disetiap perlombaan yang ada, menjadikannya lebih sedikit unggul dari Doni yang terlalu sombong karena sering memamerkan harta kekayaanya di sekolah. Berbeda dengan Bagas yang memiliki kehidupan biasa saja.

“Gas. Hei, BAGAAAS!” teriak seseorang terhadapnya.

“Kamu, Al. ngapain kesini?” ujarnya terhadap Alvi yang tengah duduk di sampingnya.

“Hmmm. Duduk dulu, Gas,” imbuh Alvi seraya menggeserkan dirinya agar lebih dekat dengan Bagas yang nampak lesu dan tak bergairah itu, “ Masih mikirin dia ya, Gas?”

Bagas hanya diam, tak menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu. Pasalnya, sekarang yang ia inginkan hanya sendiri saja, biarlah sepi yang akan menemaninya untuk sementara waktu meski sakit akan selalu hadir dengan membawa luka dan kenangan yang penuh rindu.

Melihat keadaan yang tengah dialami sahabatnya itu, Alvi sangat paham dan menegerti tentang keadaan Bagas saat ini, dari binar mata sahabtnya itu nampak jelas bahwa Bagas sangat kehilangan sekali. Ia pun membuak suara, “Untuk apa status sahabat yang telah lama kita jalani ini, jika lo nggak mau berbagi dengan gue, Gas,” imbuhnya seraya menatap langit nan jingga itu.

Bagas menatap ke arah sahabatnya itu dengan tatapan yang tajam. Ia sadar, sejak dari dulu ia tak pernah menyembunyikan apapun terhadap Alvi, termasuk hal yang  berkaitan dengan Asmara, begitu juga dengan Alvi. Keduanya selalu saling memberi semangat dan saran terhadap  satu sama lain apabila ada diantara keduanya sedang mengalami masalah. Persahabatan yang telah dibangun mulai dari SMP itu selalu mereka pertahankan meski pernah dihujami beberapa masalah dan cobaan. Namun, keduanya dapat mengatasi itu semua dengan baik.

“Maafkan aku, Al. Aku sekarang seperti orang yang kehilangan arah, tidak tau harus bagaimana, semuanya begitu menyakitkan, Al,” Bagas menundukkan pandangangannya ke bawah seraya menyesalai semua yang telah terjadi. Seandainya saja dulu ia tidak memberikan ruang dan kesempatan bagi Reva untuk masuk ke kehidupannya. Tentu, ia tidak akan merasakan sakit yang ia alami saat sekarang ini.

“Setiap pertemuan dan perpisahan itu adalah skenario tuhan, Gas. Kita tidak tau akhirnya akan bagaimana, yang paling penting saat ini, lo harus bangkit dari keterpurukan lo Gas. Lo harus bisa buktikan terhadap dunia, bahwa lo bisa mengatasi semua masalah yang lo hadapi dan menjadikan lo pribadi yang lebih dewasa dari sebelumnya,” imbuh Alvi menasehati sahabatnya itu. “Ayo, bangkit. Bagas yang gue kenal dulu selalu bisa mengatasi masalahnya, bukan Bagas yang seperti sekarang ini, lembek kayak kerupuk yang terkena air.”

Mendengar masukan dari sahabat dekatnya itu, fikiran-fikiran kelam yang ada diotaknya perlahan mendapatakan sedikit pancaran sinar semangat yang beberapa hari ini tertupi oleh pekatnya rasa sakit yang ia alami, “Kamu benar, Al. Aku percaya, tuhan pasti sedang merencanakan yang terbaik untukku, untuk apa aku bermuram durja seperti ini,” ujarnya menatap lurus kedepan.

“Nah, gitu dong. Ini baru Bagas yang gue kenal, semangat bro!” ucap Alvi dengan memberikan sedikit pukulan ke lengan sahabatnya yang mulai kembali bangkit dari keterpurukan hidup dikarenakan ulah asmara yang tidak menjanjikan itu. “Ayo pulang, sudah jam enam sore nih, ntar nyokap gue nyariin gue kaya dulu lagi.”

Bagas tertawa dengan perkataan sahabatnya itu. Pasalnya, Alvi pernah dilaporin hilang ke polisi karena sahabatnya itu pergi tanpa pamit dulu kepada orang tuanya. Ya, karena anak semata wayang, jadi Bagas paham dengan keaadaan Alvi yang mendapatkan kasih sayang penuh oleh kedua orang tuanya, sama halnya seperti dirinya. Namun, orang tua sahabatnya ini sedikit agak berlebihan. “ Ya sudah, yuk pulang, kamu bawa motor kan?” Tanya bagas terhadap Alvi.

“Ada, lo tenang aja,” Jawab Alvi seraya pergi menuju ke tempat parkir dan diikuti oleh Bagas dari belakang.

“Sudah siap,” Tanya Alvi.

“Sudah, buruan jalan,” titahnya terhadap sahabtanya itu.

Sore kini telah kembali keperaduannya, membiarkan malam hadir disertai rembulan dan bintang-bintang dengan begitu indahnya. Sungguh malam yang cerah, cahaya purnama seakan memberikan ketenangan bagi jiwa yang tengah lelah akan semua hiruk pikuk yang di alami semua manusia di siang harinya. Kerlap-kerlip cahaya bintang seakan memberi pesan, bahwa semua masalah akan ada titik terangnya.

“Bun, Abang boleh nanya nggak?” ucap Bagas sambil mengambil sesendok nasi dari napan yang ada di atas meja dan menuangkan nasi itu kedalam piring miliknya. Ya, karena sekarang Bagas sedang makan malam bersama Bunda dan adeknya. Sedangkan Ayah Bagas masih belum pulang, dikarenakan lembur kerja, “Bunda pernah nggak patah hati?”

Mendengar pertanyaan dari anak sulungnya itu, Fatimah tersenyum sembari menuangkan air kedalam gelas anak bungsunya yang bernama Arya ; adek Bagas, “Pernah,” Ucap Fatimah dengan senyum teduh milik seorang ibu itu. Pasalnya Fatimah paham, bahwa anaknya itu sedang mengalami masalah asmara, karena Bagas terlihat berbeda beberapa hari ini.

“Tapi bukan Ayahkan Bun yang membuat Bunda patah hati?” Tanya Bagas dengan menyunggingkan sedikit senyum dari bibirnya itu.

“Apaan sih Bang, ngomongin masalah hati, Arya nggak ngerti masalah begituan, Bang,” ujar Arya polos sambil menyuapkan nasi kemulutnya.

“Jika tuhan mengahdirkan seseorang dalam diri kita, lalu kemudian tuhan memisahkannya kembali, berarti tuhan ingin menggantinya dengan seseorang yang lebih baik dari sebelumnya, bisa jadi kepergiannya itu adalah sebuah pembelajaran bagi kita, agar kita lebih dekat dengannya. Namun, percayalah nak, bahwa kepergiannya adalah sebuah hikmah tersendiri. Kadang, kita harus kehilangan seseorang agar bisa menemukan diri kita yang sesungguhnya. Jadi, tidak ada gunanya kita berlarut dalam kesedihan. Karena, tuhan tau yang terbaik untuk setiap hambanya.” Ucap Fatimah menasehati anak sulungnya itu.

“Arya nggak ngerti apa yang bunda bilang,” ucap Arya yang membuat Fatimah dan Bagas tersenyum.

“Terima kasih Bun, akhirnya Bagas mengerti, bahwa kehilangan bukan berarti tuhan tidak sayang dengan kita, tapi tuhan ingin kita agar lebih baik dan mendapatkan yang terbaik bagi diri kita,” ujar Bagas dengan penuh rasa syukur karena memiliki ibu yang sangat mengerti dengan dirinya.

“Sudah-sudah, cepat makannya. Habis makan jangan lupa belajar, kalau ada PR jangan lupa dikerjakan. Bunda mau beres-beres dulu,” ucapnya terhadap anak-anaknya itu.

“Baik, Bunda.” Ucap Bagas dan Arya serentak.

*****
Malam telah menjelma menjadi pagi yang begitu hangat dan memberikan semangat yang begitu hebat untuk setiap orang-orang yang ingin menata dirinya agar lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Kini Bagas dan Arya tengah bersiap untuk pergi ke sekolah. Karena sekolah Bagas dan Arya berdekatan, makanya mereka pergi bersama-sama dan pulang pun juga sama-sama.

Bagas kini tengah memarkirkan motornya diparkiran sekolah tempatnya menuntut ilmu itu. Saat Bagas ingin pergi ke lokal, langkah kakinya terhenti karena seseorang tengah memanggil namanya dari belakang.

“Ada apa Kamu memanggil aku, Va, kamu nggak barengan sama Doni?” tanya Bagas terhadap Reva ; orang yang telah membuat semangatnya hilang beberapa hari yang lalu.

“Gas. Aku… aku minat maaf dengan apa yang telah aku perbuat dengan kamu, aku menyesal, Gas. Aku meneyesal telah membuatmu patah dan sakit hati. Aku khilaf, aku saat itu….” Ucapannya terpotong oleh perkataan bagas yang tiba-tiba.

“Sudah, tenang saja. Aku sudah maafin kamu kok. Kamu nggak usah merasa bersalah gitu, mungkin tuhan akan menggantikan seseorang yang lebih baik dan bisa menerimaku apa adanya. Aku tau, bahwa hidupku tidak sekaya Doni, namun kebahagian itu tidak bisa diperoleh dengan harta saja. Tapi, melaikan dengan hati yang sama-sama tulus dari keduanya,” ujar Bagas yang membuat Reva sedikit malu dan tertunduk.

“Bagas. Aku minta maaf, aku tau aku salah. Aku ingin kita sama-sama lagi, Gas.” Reva memelas agar permintaannya itu diterima oleh Bagas.

“Aku sudah mafin kamu, kamu tenang saja Va. Tapi, untuk permintaanmu itu aku tidak bisa mengabulkannya. Kita cukup menjadi teman saja. Ya, Va.” Bagas pun pergi meninggalkan Reva yang terdiam mematung dengan sendirinya. Mana mungkin dia bisa memberikan kesempatan kedua untuk orang yang matre seperti Reva. Semua orang disekolahnya tau, bahwa mantannya itu adalah orang yang matre di sekolahnya saat ini, meskipun Reva memiliki wajah yang cantik, namun hatinya tidak secantik wajahnya. Sungguh suatu kebodohan bagi Bagas karena ia telah pernah memberikan ruang terhadap waniat itu. Namun, ini semua adalah pelajaran untuk Bagas karena dia tau apa arti mencintai yang sesungguhnya.

Sesampainya di kelas, bagas duduk dibangku miliknya. Seperti biasa, sebelum guru masuk, bagas mnyempatkan mengulang pelajaran yang telah ia pelajari kemaren dan berusaha membahas pelajaran yang akan dia pelajari hari ini semampunya.

Pembelajaran berlangsung dengan baik, Bagas mengikuti dan memahami setiap penjabaran yang dipaparkan oleh setiap guru yang masuk untuk memberikan ilmu terhadap anak didiknya. Hingga akhirnya bel untuk istirahatpun berbunyi. Bagas merapikan buku pelajarannya dan memasukkannya kedalam tas ransel miliknya.

Seperti biasa, ia akan menunggu Alvi ; sahabat terbaiknya, mereka sudah bersahabat sejak SMP hingga saat sekarang ini. Meskipun sekarang mereka beda jurusan, namun persahabatan mereka tetap sangat erat dan penuh dengan pengertian antara keduanya. Ya, meskipun Bagas memiliki banyak teman disekolahnya. Tapi, tidak ada satu pun diantara mereka yang bisa memahami Bagas kecuali Alvi seorang. Pasalnya, sahabatnya yang konyol namun bijak ini selalu bisa mengerti dan peka dengan keaadan meskipun dia seorang anak  mama.

“Udah nungguin gue dari tadi ya, gimana rasanya nungguin, enak nggak? sini babang peluk,” ucap Alvi yang baru datang.

“Mulai deh begok nya, ayo cepat ke kantin, perutku sudah lapar nih, Al,” pinta Bagas yang sudah tidak tahan lagi ingin mengisi perutnya dengan  nasi goreng plus bakwan kesukaannya itu.

“Iya, ayok. Eh Gas. Lo tau nggak soal Doni dan Reva yang sudah putus. Katanya Doni ketahuan selingkuh oleh Reva,” ujar Alvi ingin memberi tau sahabatnya itu.

“Sudah, tadi pagi aku jumpa sama Reva, dia minta balikan gitu. Ya, aku tolaklah, mana mau kancil jatuh kedua kalinya dilobang yang sama,” imbuh Bagas yang membuat Alvi tertawa terhadapnya.

“Iya, gue tau lo kancil yang ganteng, meski gantengan gue dikit dari lo,” ucap Alvi dengan nada sedikit sombong.

“Eleh, semua orang tau, aku lebih ganteng dari kamu, Al,” balas Bagas terhadap sahabat konyolnya itu, “ Terima kasih ya, Al. kamu telah mau menjadi sahabat yang bisa mengerti dan selalu memberi semangat dan nasehat apabila aku lagi merasa putus asa seperti kemaren dan mengalami banyak masalah.”

“Gue juga, Gas. Terima kasih karena lo selalu membuat gue berasa punya saudara. Ya, meskipun gue dan elo beda pabrik,” imbuhnya membuat  bagas tertawa lepas.

Begitulah kisah duo sahabat yang selalu saling menyemangati antara keduanya dan sosok seorang ibu yang selalau menjadi guru untuk anak-anaknya dirumah, serta menjadi penyemangat untuk setiap anak-anaknya yang dilanda keputus-asaan itu.

.

.

.

-+-END-+-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YOU ARE MY BEST FRIEND (CERPEN) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang