3.

6 1 0
                                    

Matahari pun kembali menyinari jendela kamar ku yang membuat ku bangkit untuk segera membersihkan diri.
Seperti nya aku belum menjelaskan sepenuhnya tentang diriku.

Aku Luna putri pertama dan terakhir Raja Loius dan Ratu Heyn. Pada awalnya seluruh anggota kerajaan tidak menyukai ku kecuali orang tuaku, namun sekarang semua orang menyayangi ku. Mereka bilang aku hebat, padahal yang aku lihat aku adalah gadis yang aneh.
Putri dari kerajaan lain selalu dipakaikan perhiasan dengan gaun yang panjang menutupi pundak hingga ujung kaki, dan tak lupa geraian rambut dengan tiara cantik diatasnya.

Namun aku, bunda selalu memakai kan ku gaun yang hanya menutupi pundak hingga dengkul, dengan rambut terikat keatas dan sepatu boots yang tak masuk akal.
Bunda juga jarang memakaikan ku gaun berwarna terang seperti gadis lain, dia selalu memakaikan ku gaun gelap seperti hitam, biru tua, abu-abu dan lainnya.
Dan sudah jelas dia sama sekali tidak pernah memakaikan ku perhiasan.

"Hwaa segarnya."
Tak heran badan ku sangat nyaman saat bangun tidur. Semalaman aku berjuang menumbangkan kayu besar itu.

"Hebatnya dirimu-"
"Bunda? Apa yang kau lakukan disini? Jam latihan masih tersisa 15 menit."
"Luna sayang, hari ini kita tidak usah latihan.
Bunda sangat bangga pada mu yang berusaha hingga 2 bulan lamanya untuk menumbangkan kayu besar itu."
"Apa maksudnya bunda?"
"Ayo ikut bunda."

Langkah demi langkah ku ikuti jejak bunda dari belakang.

"Loh? Mengapa Luna dibelakang? Berjalan lah disamping ibumu ini sayang."
"Apa yang ingin bunda bicarakan?"
"Luna ayah mu sudah berusia 56 tahun, masa pemerintahan nya hanya bertahan 4 tahun lagi. Besok ayah akan mendeklarasikan penerus tahta kerajaan, apa kau siap menghadapi banyak orang besok? Mungkin saja mereka memberikan banyak tanggapan yang tidak menyenangkan dihati mu Luna."
"Ak-aku paham bunda. Aku hanya- aku siap untuk apapun itu."

Dengan rasa takut yang menggerogoti diri ku, ku serahkan semua senyuman terbaikku dihadapan bunda.

"Kamu memang bisa diandalkan Luna.
Bunda menyayangi mu."
"Aku juga sayang bunda."
"Oh iya, besok bunda akan mampir ke ruangan mu sebelum acara di adakan.
Bunda akan membuat dirimu menjadi Luna yang berbeda."

Bunda pun berjalan pergi meninggalkan ku.
Sejujurnya aku tak mengerti apa yang bunda katakan. Aku terlalu takut membayangkan apa yang terjadi besok. Perkataan setiap individu yang akan datang nantilah yang membuat ku tak henti memikirkan nya, mereka terlalu kejam dalam mengucapkan kata-kata untuk ku.

"Loh kakek? Apa yang kau-"
"Luna sayang kemari lah, lihat ini."

Kakek menunjukkan jari telunjuknya kearah sebuah kotak besar di sudut ruangan belakang istana. Disana lah aku mendapati diriku terpana melihat sesosok makhluk mungil menggemaskan sedang tertidur pulas.

"Hwaa, kakek apa yang kau temukan ini menggemaskan."
"Aku tahu itu." Dengan perasaan bangga kakek mengucapkan nya.
"Mengapa ada kucing selucu ini di sudut bagian belakang istana? Apa dia kucing liar? Bagaimana bisa kucing liar sebagus ini? Dia terlalu mempesona."
"Bawalah dia Luna, kurasa dia ingin kau rawat."
"Bagaimana kakek mengetahui hal itu?  Bisa saja dia menginginkan kakek merawat nya."
"Sudahlah, kakek mu ini sudah tua, sebaiknya kamu yang merawatnya."

Dengan senang hati ku gendong makhluk berbulu itu di tangan ku. Dia sama sekali tidak terusik digendong ku. Bulunya yang berwarna abu-abu terang dengan corak putih bercampur menjadi satu, dan bulunya yang bermekaran bagaikan singa itu membuat ku terpana.

"Miaw-"
"Hwaa, dia terbangun dari tidurnya."
"Mengapa kau menatapku ku seperti itu kucing. Apa yang kau lihat hingga membesar pupil mu."

Kucing itu secara tiba-tiba loncat dan lari mengarah ke ruangan ku. Dia menelentangkan bacanya yang berbulu itu dikasur ku yang halus.

"Bagaimana bisa makhluk ini begitu lentur?! Apa dia terbuat dari karet?"
"Miaw-"
"Kyaa- kamu terlalu imut makhluk kecil."
"Sepertinya aku harus memberikan mu nama. Apa ya nama yang cantik?"

Disaat aku sedang sibuk memikirkan nama yang cantik untuknya, makhluk itu malah mencakar dan merobek kasur ku dengan kaki kecilnya.

"Apa yang kau lakukan?! Lihat lah kasurku yang robek ini dasar kucing! Argh, kau menyebalkan. Tapi aku tak kuasa melihat wajah mu itu."

Sambil termurung di atas kasur, aku merebahkan diri ku disamping kucing itu. Lalu ku menatap seluruh diri kucing itu dengan harapan akan menemukan nama yang indah.

"Bagaimana mungkin kaki kecil dan bulat ini merobek kasur ku yang agung."

Ku pegang cakar imutnya dan ku pencet telapak ya degan sekuat tenaga.

"Rawrr!"
"Aduh sakit tau."

Ku pandangi tangan ku yang luka bergaris.

"Aku tahu! Akan ku beri nama mu, 'Kaki' nama yang lucu untuk makhluk berbahan karet seperti mu."

Kaki memandang ku tajam bagaikan makhluk buas yang ingin menangkap mangsanya.

Waktu demi waktu pun berlalu aku sampai lupa kalau sekarang tengah malam dan aku harus segera menidurkan diriku hingga terlelap.

"Kaki, kemarilah tidur disamping ku."
"Miaw-"

Ku usap bulunya yang halus itu hingga Kaki terlelap kemudian disusul lah dengan ku.
Seperti biasa sinar matahari pagi yang menyinari kamar ku membuat ku terbangun dari tidurku.

"Selamat pagi nona, yang mulia ratu memanggil nona. Nona di perintahnya untuk bersiap diri di ruangan sang Ratu."
"Baik-baiklah tidak usah kalian risaukan diriku. Aku akan menyusul segera."
"Baik nona."

Ku ikat rambutku Keatas seperti biasa, lalu ku berikan Kaki makan pagi dengan susu segar dan semangkuk daging ikan mentah.
Kaki pun makan dengan lahapnya.
Setelah selesai kaki langsung meloncat ke arahku.

"Kemari Kaki ku yang imut."

Ku gendong Kaki lalu berjalan menuju ruangan bunda.

Geastlike Sunens.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang