Anachael 04

2 2 0
                                    

Selamat membaca
.
.
.


Seorang gadis berseragam putih abu-abu tengah berdiri tepat didepan cermin besar. Menampilkan dengan sempurna bentuk tubuhnya dari atas sampai bawah. Gadis berambut pirang ini terlihat sedang menyisir pelan rambut nya. Dikira sudah cukup rapi dengan urusan mahkotanya gadis ini lantas mengambil sebuah benda kemudian menyemprotkannya disetiap sudut tubuhnya.

"Beres," ujar gadis itu dengan seulas senyuman dari kedua sudut bibirnya. Gadis ini kemudian membalikkan tubuhnya yang hendak menjangkau tas ransel hitam yang tergeletak diatas meja belajarnya tetapi panggilan seseorang membuat ia sedikit tersentak.

"CIA! BURUAN ENTAR TELAT NIH!"

Cia mengelus pelan dadanya "IYA!" jawab Cia dan tak kala keras pula. Gadis yang bernama Cia ini lantas menyampirkan tas ransel pada bahunya dan berjalan meninggalkan kamar.

Cia berjalan dengan langkah gontainya seakan menikmati pagi hari ini. Saat menuruni anak tangga dipertengahan jalan, Cia memberhentikan langkahnya dan saat itu pula kedua matanya menatap pemandangan yang kurang menyenangkan. Terlihat dengan jelas, cekaman yang cukup kuat pada kedua tangan Cia yang bergelantungan pada tali ranselnya. Buru-buru Cia menggelengkan kepalanya kemudian berjalan kembali.

"Pagi Pa Ma," ujar Cia dengan senyum andalannya tapi kali ini tampak seperti meremehkan.

"Pagi sayang," jawab pria paruh baya yang tengah menyantap sarapan paginya.

Cia menarik salah satu kursi yang ada pada meja makan tersebut kemudian menduduki dirinya. Cia mengambil dua buah roti lalu mengolesinya dengan selai kesukaannya. Beginilah rutinitas Cia dipagi hari. Dia enggak suka makan pagi dan dia lebih memilih sarapan pagi hanya dengan selembar roti.

Beberapa orang yang berada dimeja makan ini hanya menikmati sarapan paginya tanpa ada suara sedikitpun. Disela-sela waktu "Gimana sekolah kamu Dhito?" tanya seorang wanita paruh baya yang memakai jas hitam dan dipadukan dengan kaos putih polos.

"Baik Ma," jawab Dhito.

Jihan, ya wanita paruh baya yang memakai seragam ala kantoran itu bernama Jihan atau lebih tepatnya Jihanara Arachael Dwipa. Jihan mengangguk-angguk pelan kepalanya seolah mengiyakan ucapan Dhito lalu Jihan kembali menyantap sarapannya.

Dhito melirik seseorang yang sekarang berada disampingnya. Seseorang ini tampak menundukkan kepalanya sambil mengunyah. Terbesit rasa kasihan Dhito kepada orang itu. Disisi lain, seseorang sedang berusaha untuk menahan amarahnya. Sebisa mungkin ia untuk bersikap biasa saja tanpa memperlihatkan kepada siapa pun.

"Cia gimana sayang? Sekolahnya?" Cia tersentak mendengar pertanyaan tersebut. Cia mengangkat kembali kepalanya kemudian menatap seseorang yang tengah bertanya kepadanya.

"Baik Pa," balas Cia dengan mulut  menggembung kerena berisi roti.

"Telen dulu baru dijawab," potong Jihan dengan nada seperti ketus tapi nyatanya bukan seperti itu.

Cia mengunyah dengan cepat roti yang masih didalam mulutnya kemudian susah payah untuk menelannya "Baik Ma," balas Cia dan kali ini dengan mulut tidak berisi makanan apapun.

15 menit keempat orang yang berada dimeja makan ini menghabiskan sarapan mereka masing-masing. Jihan tampak berdiri terlebih dahulu seraya menjangkau tas hitam berbentuk persegi.

"Mama pergi dulu ya, sekolah yang benar dan rajin. Assalammualaikum," ujar Johan kemudian melangkah pergi meninggalkan yang lain. Tak lama kemudian, seseorang pun mengikuti pergerakkan yang sama seperti Jihan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AnachaelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang