Romansa Di Tengah Embun Pagi

2.8K 57 4
                                    

Sore itu Edo pergi ke rumah pak RT di lingkungan kosnya untuk membuat surat keterangan domisili yang nantinya ia gunakan untuk membuat SKCK di kepolisian. Rumahnya tidak jauh, hanya terpisah dua gang, kalau dihitung terpisah dua belas rumah saja dari tempat kosnya. Namun, istrinya bilang untuk kembali lagi besok pagi karena suaminya sedang tidak di rumah dan baru kembali nanti malam, mungkin larut. 

Esok paginya Edo kembali ke rumah pak RT. Ia datang jam tujuh pagi agar tidak terburu-buru nanti ke kantor polisinya. Ditambah motornya sedang dibawa salah satu teman kos bersama teman-temannya, jadi akan sangat tidak santai kalau ia mengurusnya kesiangan. 

Di depan rumahnya sudah ada pak RT yang sedang memeriksa mobil hitamnya. Ia seperti sibuk dengan dunianya sendiri sampai tidak menyadari ada seseorang datang. Ia mengenakan singlet putih, khas bapak-bapak umur 45 tahunan dan celana pendek hitam. Pendek sekali celananya bahkan ketika ia jongkok untuk melihat bagian bawah mobil, sekilas terlihat bagian paha dalamnya dan pastinya, tonjolan di tengah. 

Ia sedikit sungkan karena mungkin ini terlalu pagi untuk bertamu, namun akhirnya ia menyapa, "Permisi, Pak."

"Oh, iya mas," sedikit kaget dengan kehadiran Edo, "Mas yang kemarin mau ngurus surat ya?" Sambungnya. Edo mengiyakan. 

Pak RT mengajaknya ke teras, duduk di sana. 

"Ini loh mas, mobilnya kayaknya perlu dibawa ke bengkel," basa-basinya. Mungkin sudah menjadi kebiasaan bapak-bapak untuk mengatakan hal yang bahkan tidak ditanyakan. 

"Oh, kenapa emangnya, Pak?" Balas Edo bertanya.

"Kemarin lewat daerah perkebunan, habis hujan. Sempat mogok tapi untung bisa lanjut jalan. Hari ini mau dibawa ke bengkel," pak RT mencoba menjelaskan. 

"Maaf kalo mengganggu pagi-pagi Pak," balas Edo.

"Nggak papa, mas. Santai saja," pak RT sama sekali tidak merasa keberatan karena itu sudah menjadi tugasnya. "Ma, tolong ambilno buku ndek lemari, Ma." Suaranya dan nada bicaranya khas bapak-bapak, penyabar namun tegas. Setelah itu istrinya datang dengan dua buah buku besar seperti buku akuntansi, berserta folder plastik yang berisi formulir-formulir. 

"Nah ini sampean isi dulu. Monggo," sambil menyodorkan formulir ke Edo. 

Edo mulai mengisi formulir ketika pak RT bertanya, "Habis ini langsung ngurusnya?" Edo mengiyakan. 

"Kok tadi gak dengar suara motornya?" Pak RT lanjut bertanya, karena memang tadi ia tidak mendengar suara motor makanya ia cukup kaget tiba-tiba Edo ada di depannya. 

"Dibawa kawan, Pak," jawab Edo santai sambil masih mengisi formulir. 

"Lumayan jauh tempatnya, mending saya antarkan saja," tiba-tiba pak RT menawarkan. Edo sedikit terkejut dan tidak mengerti. Maksudnya, ia bisa naik ojol dan masalah selesai. Namun sebelum ia sempat menjawab, pak RT melanjutkan, "Sekalian nanti saya ke bengkel. Satu arah to. Daripada jalan atau naik ojek nunggunya pasti lama." 

"Iya mas, biar diantar ayah ae sampean," tiba-tiba bu RT datang sambil membawa dua cangkir teh. Orang-orang ini baik sekali, batin Edo. Ia akhirnya menerima tawaran mereka. 

"Yo wes ndang budhal kono kasian masnya," kata bu RT, "Sampean tunggu bentar mas. Monggo diunjuk tehnya," bu RT kembali ke belakang. Pak RT merapikan buku-buku besar dan segera bersiap-siap. Sebenarnya kalaupun tidak diantar pun juga masih sempat. Tapi sudahlah, pikir Edo.

Beberap menit kemudian pak RT sudah siap. Ia berganti pakaian, sekarang ia memakai kaos dan celana pendek tadi yang ia pakai. Tak lupa ia membawa rokok dan korek. Khas bapak-bapak.

Mereka segera berangkat. Edo duduk di kursi depan. Masih jam setengah delapan, ia menengok jam tangannya.

"Masih sempat mas. Tenang ae," kata pak RT. 

Romansa Di Tengah Embun PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang