[1] Change

17.3K 1.7K 402
                                    

⋆·

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.⋆·. ☾ .·⋆.

Hogwarts Express, September 1997

"Suara apa itu?"

Luna mengangkat pandangannya dari buku yang sedang dibacanya.

"Entahlah, mungkin-"

Ucapan Neville terhenti begitu melihat sumber suara yang dipertanyakan. Ginny yang duduk didepan Neville pun ikut menahan nafasnya. Luna mendekatkan dirinya ke jendela untuk melihat hal apa di luar jendela yang membuat Neville berhenti menjawab pertanyaannya. 

Sebelum mereka sempat memproses apa yang terjadi, kereta api itu tiba-tiba berhenti. Seluruh gerbong mulai ricuh. Sepertinya bukan hanya mereka yang melihat apa yang terjadi di luar sana. Walaupun begitu, tidak ada yang berani bergerak dari tempat duduknya masing-masing.

"Luna..."lirih Ginny seakan memohon supaya gadis itu mengatakan apa yang dilihatnya itu tidak benar.

"Kalian lihat, Itu- Itu asap hitam... Pelahap maut?"tanya Neville. Luna masih tidak bisa mengalihkan pandangannya dari jendela. 

"Ya, Neville,"ucap Luna pelan. Ia merapatkan posisi duduknya dengan Ginny, berusaha memberikan sedikit ketenangan pada gadis itu.

Neville menghela nafas, "Nenekku sudah mengatakan tentang kemungkinan Pelahap Maut mengambil alih Hogwarts juga setelah mereka mengambil alih Kementrian. Tapi apa yang mungkin mereka lakukan di kereta ini?"ucapnya tidak percaya. Ia menarik lembaran kertas buram dari tasnya dan meletakkannya di atas meja. Ginny dan Luna langsung melihat foto bergerak Professor Snape yang ada di halaman depan Daily Prophet itu.

"Mungkin mereka mencari Harry,"tebak Luna.

Ginny mendengus, "Apa mereka pikir Harry sebodoh itu? Kembali ke Hogwarts setelah Professor Dumbledore meninggal?"

"Bagaimanapun juga Hogwarts adalah rumah Harry. Mungkin mereka berpikir bahwa Harry tidak akan meninggalkan teman-temannya di Hogwarts tanpa perlindungan,"ucap Luna memiringkan kepalanya dan melihat Daily Prophet.

"Aku tidak tahan lagi melihat wajahnya,"ucap Ginny membalikkan halaman koran itu dengan cepat.

"Dia kepala sekolah Hogwarts. Kita pasti akan sering melihat wajahnya,"gumam Luna acuh.

"Tapi dimana-"

Pintu gerbong dibuka dengan keras. Secara refleks, seisi gerbong menoleh ke sumber suara. Beberapa orang berpakaian gelap mulai berjalan dengan lambat di tengah lorong. Tidak ada yang berani bersuara. Semuanya diam menatap para pelahap maut. Keheningan dalam ruangan tersebut sangan mencekik, yang terdengar hanya suara langkah kaki lambat. Para pelahap maut menatap dengan intens setiap orang di dalam gerbong tersebut. 

Tidak tahan dalam ketegangan yang ada, Neville langsung bangkit berdiri. 

"Hey, pecundang."

Seorang pelahap maut langsung menoleh pada Neville. 

GlassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang