Seharusnya itu aku. Aku lah yang membuat pertemuan itu. Dan aku menyesal. Seandainya, saat itu aku sendiri yang memanggil Yuki...
❀
Bel istirahat berdering. Tugasku masih belum selesai. Mayoritas teman sekelas sebenarnya sama denganku, namun mereka tetap mengumpulkan. Mereka bilang istirahat itu lebih penting di masa-masa seperti ini. Well, aku tidak menyalahkan karena itu ada benarnya. Hanya saja, nilaiku di mapel ini (semuanya sih) itu pas-pasan banget. Paling nggak 80 aja aku sudah senang bukan kepalang.
"Yang terakhir nanti bawa ke ruang guru yaa~" ucap Kimura-sensei, guru matematika kelasku.
Aku hanya mengangguk dan meneruskan pekerjaanku. Kurasa sebentar lagi aku akan selesai.
"Eh, Asami."
Ini udah yang kedua puluh kali dia memanggilku hari ini
"Apaa"
"Kamu sudah?"
"Matamu dipake dong."
"EH AKU CUMA MAU TANYA."
"YA AKU CUMA JAWAB LHO!" Aku sudah menimpuk Atsumu dengan buku paket. Orang lagi senewen ngerjakan matematika diusik. Tidak bisa kah aku hidup dengan tenang sehari saja? Mesti ada aja yang diributin, heran.
Atsumu langsung lari terbirit-birit keluar, diikuti Ginjima. Di luar, mereka sudah ditunggu Osamu dan Suna, teman sepersekutuan mereka. Mereka semua saja. Terutama yang rambut kuning nggak jelas itu.
Aku menghela nafas lalu melanjutkan tugas yang menunggu manis. Sialan.
Mungkin ada 15 menit aku berkutat dan menyerah. Aku menjawab seadanya. Aku cuma bisa separuh. Itu pun nggak yakin. Dah lah.
Aku mengambil tumpukan di meja guru lalu keluar. Perutku sudah keroncongan. Rasanya aku hampir tidak bisa menahan laparku, apalagi ada banyak bau makanan yang bertebaran sepanjang lorong gedung.
Aku mengucap permisi sebelum memasuki ruang guru. Tidak banyak yang menyadari kehadiranku karena semua yang ada di ruangan ini sibuk dengan dirinya masing-masing. Aku segera beranjak menuju bagian milik Kimura-sensei. Aku sudah hafal tempatnya dimana karena aku langganan dipanggil. Nilai matematikaku mengenaskan.
Kimura-sensei sedang ada di sisi lain ruang guru bersama guru yang lain, mengobrol. Aku menaruh begitu saja dan berencana cabut.
"Eh, Saito-san kan, ya?"
Aku mengerem. Ada yang memanggilku. Ah ya, namaku Saito Asami.
Aku menoleh dan mengetahui sumber suara barusan. Berasal dari meja sebelah Kimura-sensei, alias miliknya Asuma-sensei, guru fisika untuk kelas 10. Beliau memundurkan kursinya agar bisa memanggilku dengan jelas.
"Ya, sensei?" Aku memutar tubuhku
"Bisa panggilkan Yuki Akiko? Kelas 1-6, tolong hehe. Kelasnya kalian deket kan."
"Ah, baik sensei. Permisi." Aku membungkukkan badan lalu cabut
Sial, aku masih mau ke kantin. Ruang guru dan kantin ada di lantai satu. Itu pun kantin ada di ujung. Kelas ku, dan kelas 1-6 itu ada di lantai dua. Aku males dan hampir nggak ada tenaga buat naik turun tangga.
Aku menggaruk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal. Aku harus bagaimana ini...
"Sam, katanya Suna ada game baru yang sejenis winning eleven*!"
"Eh iya kah? Bagus nggak?"
Itu suara si kembar Miya. Aku menoleh dan mendapati mereka berjalan menuju tangga. Sip.
"Kembar!"
Mereka menoleh secara bersamaan. Tentu saja.
"Kalian mau ke atas?"
"Eh, kami belum mau mati anjir."
Aku sudah hampir memukul wajah dengan alis segitiga pythagoras dan rambut kuning itu kalau bukan karena lapar.
"Apa?" Tanya Osamu akhirnya
"Boleh panggilin Yuki, kelas 1-6? Aku mau ke kantin soalnya. Please yaaa...."
"Apa bayarannya?" Tanya Atsumu secepat kilat
Aku langsung menghela nafas. Sudah kuduga.
"Kubeliin makanan."
"Okey." Ucap kembar bersamaan. Mereka langsung cabut.
Aku menghela nafas lagi. Baiklah, aku akan ke kantin dan mengisi perutku.
❀
*Winning eleven tuh sejenis game sepak bola di PlayStation
Btw kalian udah kenal kan ya, siapa tokoh Haikyuu yang kusebutkan di cerita ini? Nggak perlu perkenalan lagi kupikir hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Pandang Teman
Fanfiction[The Little Red Riding Hood side book] Ini cuma cerita keseharianku sebagai seorang "teman" dari Miya Atsumu. OC and Inarizaki (mainly 2nd years) Haikyuu © Furudate-Sensei Update suka-suka, nggak usah nagih :)