bagian satu

991 163 22
                                    

Zelisa Manora

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Zelisa Manora. Tentang gadis itu, dia cukup pandai dalam bidang menari. Tapi, sedikit sulit dalam memahami matematika. Itulah alasan kenapa ilmu komunikasi menjadi prodinya.

Hidupnya datar dengan kamus hidupnya yang tidak menyukai laki-laki di bawah usianya.

Itu dulu, sebelum semuanya berubah menjadi gusrak-gusruk setelah bertemu bocah berumur 18 tahun yang masih duduk di bangku sma.

Namanya,










“Haruto...”

Laki-laki dengan tubuh tegap tinggi, kulit putih juga hidung mancung yang sedang duduk manis di atas motor matic nya tersenyum bahagia seperti pagi-pagi sebelumnya.

“Selamat pagi, kak Zelisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Selamat pagi, kak Zelisa.” Sapanya dengan senyum lebar yang membuat matanya semakin tak terlihat.

Tentang bocah itu, Zelisa pikir dia lebih dari tampan. Tubuhnya sempurna untuk ukuran laki-laki muda seusianya. Bahkan tingginya melebihi Zelisa.

Untuk usia yang masih muda, Haruto seseorang yang memiliki pola pikir juga tingkah laku dewasa. Bahkan Zelisa yang lebih tua darinya pun tak pernah bersikap sedewasa itu.

Ya, walau kadang-kadang menyebalkan juga...

“Elo—”

Zelisa masih menggantung ucapannya. Haruto menoleh kembali sebelum memasang helm full face nya. “Kenapa?,” tanya Haruto.

“Elo, nggak telat tiap hari jemput gue kayak gini?”

Sejak pertama menjemputnya. Sekitar satu bulan yang lalu, Zelisa penasaran dengan jawaban Haruto atas pertanyaan ini.

“Kak Zel, khawatir?”

Zelisa menatap sinis Haruto, lalu memakai helm nya dengan cepat. “Ya nggak gitu, maksudnya kan lo tiap hari jemput gue. Ya gue kayak ngerasa bersalah...”

“Kan yang pengen jemput, Haruto. Bukan kak Zel yang minta. Kenapa harus ngerasa bersalah?”

Bener juga kata Haruto.

Tapi, tetep aja Zelisa ngerasa ga enak. Ya walaupun selama satu bulan ini dia ngerasa enak karena gaperlu desak-desakan naik bus lagi.

“Ya tetep aja gue ngerepotin lo. Lagian kenapa sih jemput gue segala? gue bisa naik bus kayak biasa.”

Haruto sudah naik kembali ke atas motornya. Disusul Zelisa yang duduk di jok belakang motornya.

“Ini namanya simbiosis mutualisme.”

“Hah?”

Jangan salahin Zelisa kalo gapaham ataupun gadenger. Soalnya mereka udah berangkat.

“Apa yang kita lakuin sekarang ini simbiosis mutualisme.”

Haruto berucap dengan sedikit berteriak. Dan di belakangnya Zelisa semakin mendekatkan tubuhnya ke punggung Haruto. Berupaya agar mudah berkomunikasi dengan Haruto.

Mutualisme?”

“Iya,” Kepala Haruto bahkan ikut mengangguk agar Zelisa mengerti. “Yang kita lakuin sekarang itu saling menguntungkan. Kak Zel dapet nyamannya dan Haruto kebagian senengnya.”

Tubuh depan Zelisa masih menempel pada punggung Haruto, bahkan tanpa sadar kedua tangannya berpegangan pada jaket Haruto.

“Elo—seneng jemput gue?” tanya Zelisa agak ragu, takutnya kepedean.

Tapi, ternyata pendengaran Zelisa enggak salah. Nyatanya Haruto mengangguk dengan senyum dibalik helm full face nya.

“Mau lebih nyaman lagi nggak, kak?”

Haruto bertanya tanpa aba-aba dulu, jadinya Zelisa melongo nggak denger. “Ha?”

Haruto tertawa, tangan kirinya memegang tangan Zelisa bergantian untuk dilingkarkan di perutnya.

Jelas aja Zelisa syok.

Tubuhnya kaku dengan jantung yang lagi cosplay kayak nastar kalo pergi ke konser Nassar oppa.

“Biar lebih nyaman...” ucap Haruto pelan dengan menatap wajah bingung campur kaget  Zelisa.

Tapi, tidak lama kemudian Zelisa diam-diam tersenyum. Tangannya makin erat melingkar di perut Haruto dengan kepala yang ia tempelkan di punggung lebar Haruto.


Ah, mereka udah kayak dilan sama milea. Tapi, bedanya ini versi matic.































***






Ini revisian yang dirubah hampir 90%.
Makasih ya sudah sempat membaca. Dan maaf banget kalo masih ada kesalahan atau cerita yang kurang berkenan🙏🏽

Aku nggak terlalu yakin sama revisian ini, tapi semoga ada yang sukaaaa yaaa.

—L

𝐛𝐨𝐜𝐚𝐡 𝐬𝐦𝐚!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang