1.1 Bayangan Hitam Setelah Hari Sumpah Pemuda

187 10 0
                                    

Karya afreslisia

🇮🇩🇮🇩🇮🇩

Di dalam kegelapan malam. Ditemani bintang-bintang yang bertaburan di langit menambah khas datangnya malam.

Malam yang sunyi tak membuat seorang pemuda menghentikan langkahnya. Kakinya tetap menyusuri jalanan setapak demi setapak, hawa dingin yang menusuk hingga permukaan kulitnya pun tak ia hiraukan. Bahkan rasa takut sama sekali tak mempengaruhi dirinya. Tujuannya saat ini adalah kembali ke rumah.

Saat sedang dipertengahan jalan pemuda ini tampak mendengar suara teriakan minta tolong yang diyakini suara seorang perempuan. Kakinya berhenti melangkah dia mulai menajamkan pendengaran nya dan juga penglihatannya. Hingga matanya menangkap sosok wanita paruh baya yang sedang mencoba mempertahankan barang berharganya dari seorang lelaki berbadan gempal yang sudah dipastikan Preman kota yang suka berbuat onar.

Dia mulai mendekati wanita paruh baya itu tanpa aba-aba pemuda ini memberikan bogeman tepat di wajah preman tersebut hingga terpental ke belakang saking kerasnya. Tampak sekali wanita paruh baya itu terkejut karena ulah lelaki yang tiba-tiba datang dan menolongnya.

Karena tidak terima dengan serangan yang secara tiba-tiba. Preman itu bangkit, namun sebelum itu ia menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. Baru saja tangannya akan melayang namun, kalah cepat dengan pergerakan lelaki yang sudah tersenyum penuh arti. Sambil memelintir tangan lawan dihadapannya, ia tampak tak peduli dengan raung kesakitan dan permintaan ampun. Hingga tangannya menghempas secara kasar tangan yang berada digenggemannya. Dalam sekejap preman itu pergi Hingga lari terbirit-birit.

“Tunggu nak,” ucap wanita paruh baya itu menahan kepergian Pemuda yang tidak ia ketahui namanya.

“Ada apa?” tanyanya to the point.

“Sebelumnya ibu mengucapkan banyak terima kasih, kalo gak ada kamu ibu gak tau apa yang akan terjadi sama ibu,” lirihnya.

“Ibu tenang aja sekarang ibu tidak apa-apa. Dan tugas saya telah selesai membantu ibu, saya pergi,” pamit pemuda itu.

“Sebentar nak boleh ibu tau siapa nama kamu?” tanya wanita paruh baya itu penuh harap.

Pemuda itu mengangguk. Disambut wanita paruh baya itu dengan tersenyum merekah.

“Agrino Ranendra.”

“Wah, nama yang bagus sesuai dengan sifat mu nak.” Agrino membalas dengan senyum tipis.

Perlahan tapi pasti pemuda yang sudah diketahui bernama Agrino Ranendra itu telah pergi meninggalkan wanita paruh baya yang nampak masih setia memperhatikan kepergiannya.

“Kamu anak yang baik semoga kita bertemu lagi nak,” ucap wanita itu.

Agrino sudah sampai di depan sebuah rumah sederhana. Tidak ada pagarnya sebagai pelindung rumahnya. Namun, Agrino mensyukuri apa yang sudah diberikan Tuhan kepadanya. Ini adalah rumah warisan ayahnya yang harus ia jaga.

Tangannya pun mulai mengetuk pintu berulang kali yang biasanya mungkin kebanyakan menggunakan bel. Namun bagi Agrino mengetuk menggunakan tangan jauh lebih menyenangkan seperti ada alunan suara yang mengasyikan. Hingga keluarlah wanita paruh baya yang langsung menghambur memeluk Agrino. Karena tau bahwa ibunya mengkhawatirkannya, Agrino membalas pelukan sang ibu tidak lupa mengelus punggung sang ibu sebagai penenang.

“Kamu kenapa baru pulang nak? Apa pekerjaanmu banyak jadi kamu pulang sampai selarut ini? Jangan buat ibu khawatir cuman kamu harta ibu satu-satu nya,” ucap Sinta-ibu Agrino yang sudah meneteskan air matanya.

Kumpulan Cerpen GCPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang