: Maelline Dina Arisa
Sebatas Teman
Pagi ini mentari terlihat sangat bahagia. Ditemani mega putih yang teduh menyapa. Aku terbangun mendengar nyanyian-nyanyian indah dari burung di luar sana. Ah... rasanya aku ingin kembali tidur melanjutkan mimpiku yang indah tadi.
“Tetap semangat” ucapnya lembut, sayangnya, itu semua hanyalah dalam mimpi. Huuh andai saja aku berani mengungkapkannya. Dan dia juga harusnya tidak perlu berlagak tidak peka.
Kami adalah dua insan yang salimg berteman, pertemanan kami sangat akrab. Ya meskipun itu hanya sebatas virtual. Kami sudah lama kenal, namun belum pernah bertemu.
Ya, sejak awal aku mengenalnya aku mulai tertarik akan kepribadian yang ia miliki. Seorang laki-laki yang sopan, dewasa, tegas, perpendirian teguh, taat akan agama, tidak lupa juga orang tuanya.
Entah mengapa perasaan itu bisa timbul begitu saja tanpa melihat rupa. Aku tak tau harus bersikap bagaimana dengan perasaanku. Ingin ku berkata bahwa aku mencintainya namun seolah tak sanggup berkata.
Hari-hari mulai kami lalui dengan bahagia, ya lagi-lagi itu secara virtual. Dan rasa cintaku kepadanya semakin mendalam, hingga tak tau harus bersikap bagaimana.
Aku yang dikenal sebagai wanita tangguh, tidak mudah membuka hati, pendiam, introvert bahkan perempuan yang sangat mandiri. Namun, pada saat ini perasaanku ditaklukkan oleh seorang pria yang baru saja ku kenal.
Aku tak tau apakah dia mencintaiku, apakah dia menginginkanku. Ya, kurasa itu semua tidak mungkin terjadi. Karena perbedaan diantara kita yang sangat terlihat.
Aku mencintainya apa adanya, dan cinta yang kumiliki datang begitu saja tanpa memberikan aba-aba.
Semakin hari, kami menjadi teman yang sangat akrab. Kami selalu berkomunikasi meskipun itu hanya via WhatsApp. Ketika salah satu dari kita tak ada kabar, maka kita saling mencari tau bagaimana kondisinya.
Dan tanpa sengaja pada suatu hari yang membalas pesan WhatsApp dariku adalah mamanya. Ya, pada saat itu aku takut. Taku? Iya aku takut, takut jika kaki tidak akan berteman lagi.
Namun, dugaanku salah. Ternyata mamanya baik, sangat baik. Bahkan mamanya asik selayaknya orang yang sudah pernah bertemu. Sedangkan kita belum pernah bertemu sekalipun.
Mamanya pernah berkata kepadaku
“Nak, belajar yang fokus, supaya nanti kamu bisa membangkan orang tuamu.”
Dan aku hanya bisa berkata
“iya ma, aku bakalan serius untuk belajar supaya aku bisa sukses.
Tak pernah kusadari bahwa perasaan ini semakin menjadi-jadi. Aku semakin mencintainya, namun aku tak pernah berani untuk mengungkapkan apa yang kurasakan. Perhatian-perhatian kecil yang ia berikan kepadaku itu yang semakin membuatku mencintainya tanpa alasan yang jelas.
Hingga pada akhirnya aku mulai memberi kode padamu bahwa aku sangat mencintaimu. Dan tak lupa aku juga selalu berdoa kepada Tuhanku agar aku bisa memilikimu hingga akhir hidupku. Dan aku selalu bercerita kepada Tuhanku tentang dirimu disetiap akhri ibadahku.
Pada akhirnya, Tuhanku membuka hatimu untukku. Dan akupun seolah tak mengerti bahwa kau mencintaiku juga, aku hanya ingin Tuhanku yang tau bahwa aku mencintaimu. Entah mengapa aku bisa berpikir seperti itu. Namun, kurasa semua itu lebih indah.
Hingga pada akhirnya aku memberanikan diri untuk memberitahumu bahwa aku begitu mencintaimu. Namun, pada saat itu kurasa kau belum begitu mencintaiku. Aku masih teringat jelas apa yang aku katakan kepadamu melalui pesan WhatsAppku itu.
“Mas, aku suka sama kamu.” Begitulah kataku pada hari itu, dan kau menjawab
“Sekolah dulu ya, biar sukses dulu.” Ucapmu seolah memberiku harapan.
Hari demi hari masih kita jalani bersama dan kurasa itu baik-baik saja tidak ada masalah yang kutemui sejauh ini saat berteman bersamamu. Hingga pada akhirnya maupun mengungkapkan perasaanmu kepadaku.
“Mey, mau ngak jadi pacar mas?” Ucapmu penuh tanya kepadaku, dan akupun menjawab
“Mas, maaf ya. Bukannya Mey sok suci, ataupun apalah itu pendapat mas. Tapi, Mey memang ngak mau pacaran, karna Mey mau mengurangi dosa, ya meskipun sedikit setidaknya dosa Mey yang sudah banyak tidak bertambah lagi karna pacaran. Toh agama yang kita anut juga melarang untuk berbuat zina, zina dalam bentuk apapun itu. Termasuk pacaran, jadi Mey harap mas bisa memahami apa yang Mey maksud. Ada saatnya kita bersatu jika kita memang ditakdirkan untuk bersatu oleh Tuhan kita. Jadi, tenang aja jodoh udah ada yang atur kok.” Ucapku dengan sedikit menjelaskan agar tidak ada kesalah pahaman diantara kita.
Diapun memahami apa yang ku maksud itu, dan dia menghormati keputusan yang ku ambil. Hingga saat ini kita tetap berteman baik. Aku tak tau, apakah dia masih mencintaiku atau sudah ada wanita lain yang kini menemani harinya. Dan aku, aku masih mencintainya hingga hari ini.
Aku selalu menginginkan ia menjadi milikku, dan hingga hari ini aku masih berdoa kepada Tuhanku agar dipertemukan dengannya. Kalaupun dia bukan jodohku, namun aku memohon kepada Tuhanku agar kelak ketika aku memiliki suami adalah orang yang benar-benar menghormati ibunya, memuliakan ibunya, hormat kepada sesama, dan taat akan perintah Tuhannya.
Karena, ketika aku memiliki suami seperti apa yang selalu kusebutkan kepada Tuhanku, kurasa aku adalah seorang wanita yang sangat beruntung. Dan aku yakin, ketika suamiku menghormati ibunya, dan memuliakan ibunya suamiku akan melakukan hal yang sama kepadaku. Karena, suamiku mengetahui hukumnya memuliakan dan menghormati seorang wanita.
Semakin hari hubunganku dan dirinya semakin dekat, bahkan keluarganya pun sudah mulai mengenaliku, ya meskipun itu hanya secara virtual. Aku selalu diberikan perhatian oleh keluarganya, bahkan kakak iparnya yang seakan-akan aku sudah menjadi bagian dari keluarga mereka.
Kami selalu mengirim pesan via WhatsApp tanpa ada rasa canggung karna kami sudah saling mengenal. Bahkan perhatian-perhatian kecil selalu diberikan kepadaku. Selalu mengingatkanku akan pentingnya pendidikan, akan pentingnya arti menjalani dan mensyukuri nikmat yang Tuhan berikan kepada kita semua.
Hari demi hari tanpa sadar sudah kami lalu, dan sekarang sudah 660 hari kami bersama, kurasa masih baik-baik saja pada saat itu. Tetapi, tanpa aku sadari bahwa hubungan pertemanan kita semakin lama semakin merenggang. Entah karna kesibukan atau masalah hidup yang tak tau bagaimana.
Dirimu yang dulu selalu membalas pesan WhatsApp dariku, kini mulai jarang membalasnya, bahkan akupun tak tau mengapa bisa terjadi hal itu. Dan aku yang masih menyempatkan sedikit waktu dari 24jam dalam satu hari yang ku miliki untuk menanyakan kabarmu apakah semua baik-baik saja.
Aku selalu sabar menanti balasan pesan WhatsApp yang ku kirim kepadamu, kali ini bukan hanya hitungan detik, menit, bahkan jam. Namun, kini yang ku nanti adalah hitungan hari untuk menantimu membalas pesan WhatsApp yang ku kirim hanya untuk menanyakan kabar.
Namun, aku tak pernah mempersalahkan itu semua, karna aku masih sangat mencintaimu. Aku tak tau kenapa aku masih sabar menunggu balasan darimu. Apakah karna aku sangat mencintaimu, atau aku yang sangat berharap mendapatkan dirimu untuk menjadi milikku.
Hingga pada akhirnya, aku yang terkadang mengirim pesan WhatsApp untukmu dan merengek bahkan mengatakan bahwa aku sangat merindukanmu. Aku selalu berkata bahwa aku merindukanmu, meskipun kita belum pernah bertemu, melihat wajah, bahkan mendengar suaramu pun aku tak pernah.
Terkadang aku selalu berpikir, bahwa aku adalah wanita terbodoh yang selalu menunggu balasan pesan WhatsApp yang tak tahu kapan akan kau balas. Tetapi, hatiku selalu berkata bahwa aku mencintaimu. Dan aku menginginkanmu hingga aku melakukan hal bodoh yang hanya menunggu balasan WhatsApp darimu.
Hingga pada akhirnya, kau sama sekali tidak bisa memberikan waktumu meskipun hanya 30detik untuk membalas pesan WhatsAppku dan mengabarkan bahwa kau baik-baik saja. Dalam 7 hari belum tentu kau membalas pesan WhatsApp yang ku kirimkan. Namun, lagi-lagi aku tetap menunggumu.
Dan aku, aku sekarang hanya bisa pasrah dan berdoa kepada Tuhan agar kau baik-baik saja. Entah mengapa semua itu bisa terjadi, apakah kau telah memiliki wanita yang kini selalu berada di sisimu dan memberimu belaian manja, dan perhatian-perhatiannya.
Akupun tak tau. Namun aku masih berharap kepada Tuhan agar kita bisa dipertemukan kemudian kau dan diriku bisa menjadi kita. Iya kita, kita yang hidup satu rumah, dan sudah menjadi pasangan yang sah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBATAS TEMAN
Short StoryAku dan Kamu Saling Mencintai. Namun, Kita Hanya Sebatas Teman