POTRET KEHIDUPAN (CERPEN PART BEFORE)

12 1 0
                                    

Saat itu mentari begitu indah bersinar disiang hari. Hangatnya langsung menyengat lapisan kulitku yang terdalam. Sepertinya ia terus menebarkan senyumannya tanpa beban. Ku pandangi tiap – tiap pesan diponselku. Terdengar dentingan yang ku kenal. Yah ... darinya yang pernah mengisi hari – hariku dengan indah. Aku sengaja memasang notif yang berbeda, agar aku mudah mengetahuinya. Itu dulu, sudah beberapa tahun lamanya. Ah ... aku tak mau membukanya, sepertinya akan membuat robekan hatiku semakin besar dan perih. Ku abaikan pesan yang baru masuk itu. Ku beralih ke whatsapp yang dihiasi dengan ratusan bahkan hingga ribuan kata – kata pesan dari para penggemarku yang sibuk ingin tahu keberadaanku saat ini. Baiklah, ku putuskan untuk membaca satu persatu meski jari jemariku nanti akan lelah. Tapi, aku tak perduli. Akan lebih lelah bila mengingat masa lalu yang kelam, dipenuhi ketidak pastian yang sia – sia.

Mobil berjalan dengan laju disertai dengan rerintikan hujan yang mulai berjatuhan. Ku scroll dari atas kebawah. Ku perhatikan tiap – tiap pesan yang ku terima. Sebenarnya aku malas untuk membacanya. Pasti akan ada pertanyaan yang terulang – ulang untuk kesekian kalinya. Huh! Ku coba menenangkan hati dan fikiranku sejenak. Ku putar lagu indah yang sedikit mencairkan otakku yang mulai membeku. Perjalanan masih jauh. Entah berapa jam lagi harus ditempuh oleh kendaraan beroda empat milik ayahku ini. Ku buang wajah asal dari balik kaca jendela mobil.

"ayah, masih jauh lama nggak nyampenya?"

Ku buyarkan suasana hening yang tampak membosankan.

"mungkin sekitar 3 jam lagi kita sampai".

Ayah tersenyum simpul ke arah ku. Aku hanya membalas datar senyumannya tersebut.

Rerintikkan hujan diluar berubah menjadi sahutan gemuruh, yang sesekali tampak kilat membias selayak lampu kamera canon yang tertinggal dirumahku. Aku merasa kesejukkan yang mulai membelai – belai lembut ke seluruh tubuhku. Aku terhipnotis dengan kesyahduan suasana yang tengah ku rasakan. Aku mengantuk sekali. Senandung lagu yang ku putar semakin merdu hingga aku pun terlelap dengan bantal bulu pink berbentuk hati yang melekat erat dalam gulungan kedua tanganku.

***

"sudahlah ... aku tak mau mendengarnya lagi. Sudah cukup kau hancurkan segala impianku selama ini!"

"baiklah, aku pergi. Semoga kau tetap menjadi dirimu sendiri dalam segala hal. Do'a terbaik teruntukmu selalu. Selamat tinggal. Ku akan pergi jauh untuk selama – lamanya"

Itu kalimat terakhir dari perbincangan kami saat itu. Terbayang semua yang terjadi. Keindahan – keindahan yang pernah kami lewati bersama. Sungguh menyenangkan. Tak ada rasa sedih yang menghampiri. Semuanya berjalan dengan sendirinya tanpa sekat. ~~~

"astaghfirullaahal 'adhiim ..."

Tiba – tiba aku terbangun dari lelapku. Apa – apaan ini!. Gumamku dalam hati. Aku sudah bertekad untuk menjahui semua kisah kelam ini. Aku harus membuat keputusan untuk masa depanku yang cemerlang. Aku yakin Allah maha mengetahui segenap isi hatiku ini.

(ting ... ting ... ting!)

"siapa ini?"

Tanyaku dengan lirih.

Aku menoleh ke arah sampingku. Sungguh aku bingung dan tertegun tak bergeming.

"naber Dilara?" (ada apa Dilara?)

Seseorang itu menyapa dengan lembut.

"....."

Aku tak menjawab. Hanya larut dalam kegugupan yang lama.

Ada apa ini?, mengapa ada lelaki asing disampingku. Apakah aku tengah bermimpi?. Aku terus bergumam dalam hatiku hingga lupa mengatupkan mulutku yang masih menganga. Dia tertawa kecil melihatku. Aku terhenyak dan mulai menyadari dengan mulutku yang masih menganga. Aku pun segera mengatupkan mulutku sambil tersenyum malu tak tertahankan. Dia semakin gelak tertawa, sampai mengeluarkan air mata. Apa selucu itukah raut wajahku?. Aku kembali bergumam dengan membuang wajah asal. Sungguh aku malu, malu sekali. wajah beningnya yang khas Turki membuatku semakin bimbang dengan keadaan yang terjadi.

POTRET KEHIDUPAN  (CERPEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang