"Sebin, apa kau marah padaku?" Tanyanya begitu kami sudah keluar kelas.
Aku menautkan alis dan menatapnya heran. "Siapa bilang?"
"Karna dari tadi kamu diam terus, kupikir kau marah." Jelasnya membuatku menghela nafas.
"Hanya karna aku diam, kau langsung mengira aku sedang marah?" Hana mengangguk.
"Jangan khawatir, aku tidak marah."
Hana terlihat senang begitu mendengar penjelasanku. Tanpa basa basi Hana langsung memelukku di depan banyak orang yang hendak pulang.
Seketika kami jadi pusat perhatian.
"Hana, lepaskan!" Ucapku sambil mendorong tubuhnya menjauh.
"Maaf, maaf, soalnya aku sangat senang. Aku sering memeluk ibuku jika aku sedang senang, dan lama lama jadi kebiasaan."
"Oh ya, kalau begitu peluk saja ibumu sana!" Kataku seketika menyesal. Aku lupa jika orang tua Hana sudah meninggal.
Raut wajah Hana berubah sedih, namun beberapa detik kemudian dia tersenyum ceria ke arahku. Aku tau dia sedang menutupi kesedihannya.
"Ahh kau ini! Kau pasti tidak cukup vitamin A nih"
"Apa?"
"Kau mudah sekali pikun!" Jawabnya membuatku ingin mengumpat kasar.
"Aish~! Dasar bodoh!"
*****
"Se-sebin!"
Aku menoleh. "Ada apa?" Tanyaku saat hendak masuk bus.
"Kartu busku tidak ada."
"Kenapa tidak ada?"
Hana berpikir sebentar. "Sepertinya ketinggalan."
"Kalau begitu ambil"
"Mana bisa, tempatnya sangat jauh sebiin."
"Memangnya dimana?"
"Di Alhera." Rasanya aku ingin meninju wajah sahabatku ini.
Alhera adalah cafe yang sering kami datangi bersama, tempat yang minimalis dan suasana tenang disana biasa kami gunakan sebagai tempat belajar atau hanya sekedar hangout.
Yang membuatku kesal, kenapa dia begitu ceroboh untuk menyimpan barang penting seperti ini?
Hana kembali bicara. "Kakiku akan patah begitu sampai disana."
Hah, mau bagaimana lagi, jarak dari sekolah ke Alhera memang cukup jauh, lagipula tidak ada waktu jika dia harus kesana mengambilnya.
"Oy nak! Mau naik nggak?" Teriak sopir kesal karna melihat kami yang hanya berdiri di depan pintu masuk.
"Cepat masuk! aku yang bayar." Ucapku akhirnya.
Hana menggangguk dan berterima kasih. Begitu kami sudah duduk, aku mengeluarkan earphone dan memilih mendengar musik. Tidak memperdulikan sekitar.
5 menit
"Ah~ laparnya..." Hana memegang perutnya yang berbunyi sejak tadi.
Bruk
"Makan!"
Hana terkejut, dia menatap roti yang ku lempar padanya. Aku tidak begitu menghiraukannya dan kembali menutup mata, tidak peduli dengan tatapan bingung yang diberikan olehnya.
"Kamu dengar?" Tanya Hana heran, aku tidak menjawab dan kembali fokus pada musik.
"Bukankah Sebin memakai earphone? Apa suara perutku terlalu kencang ya?" Ucapnya bertanya sendiri.
Dasar bodoh. Karna aku mengatur volume musiknya ke yang paling rendah, tentu aku bisa mendengar suara dari arah lain. Dan dibandingkan dengan suara perut, sebenarnya suara Hana yang mengeluh karna laparlah yang terdengar jelas di telingaku.
Hana tidak bicara lagi dan segera memakan habis roti tersebut. Aku membuka mata dan melihatnya makan dengan lahap lewat ujung mataku.
Di sela sela kunyahanya dia menengok ke arahku dan berucap. "Makasih sebin, maaf juga jadi merepotkan mu"
Memang sangat merepotkan, tapi aku suka saat direpotkan olehmu.
Tanpa sadar aku tersenyum sendirian, dan Hana?
Dia tercengang di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My friend is obsessed to me
General FictionKami bahkan baru kenal dalam 2 hari, tapi dia terus mengekoriku dan berani menciumku. Sudah kukatakan berapa kali pun, dia tidak pernah mendengarkan. Dia sungguh terobsesi padaku.