Restoran Antonio bergaya Itally penuh dengan pelanggan yang sibuk berdatangan pada jam makan siang apalagi dekat dengan banyak kantor perusahaan otomatis banyak karyawan memadati tempat ini. gue tersenyum ke salah satu pelanggan dan menghidangkan makanan yang mereka pesan di atas meja.
“hey” bisik Sarah, sahabat gue yang juga seorang pelayan menarik lengan gue yang sedang memberikan kertas order di bar. “lo lihat pria tampan di sana?” sambil menunjuk kearah pria yang sedang duduk sendiri di sudut restaurant. gue menatap kearah yang di tunjuk Sarah. Mata gue membulat begitu melihat wajah pria itu. Secara fisik, pria itu sangat tampan. Rambutnya di potong pendek, meski duduk tubuhnya tegap, dan matanya tajam sambil mengawasi sekelilingnya. gue terkejut bukan karena ketampanan pria itu, tetapi karena gue mengenali laki-laki itu.
Pria itu, Revan Alexander. Pria terkaya bukan hanya dari kekayaan keluarganya tetapi di usia 25 tahun, ia membangun bisnisnya sendiri dan terkenal di seluruh dunia.
”Maaf San, gue mau melayani tamu yang lain” Dibandingkan dengan pelayan wanita yang lain, guelebih memilih menghindrai Revan. Gue menutup wajah gue dengan nampan setiap melewati meja Revan.
Dukkk!! Bahu gue menabrak dada seseorang sehingga gelas yang ada di nampannya jatuh. ”Ah!” gue langsung menunduk dan membereskan gelas yang jatuh. Untungnya gelas itu tidak pecah.”maafkan saya” gue berdiri dan terkejut saat menatap orang yang gue tabrak.
”Laura?” Revan tersenyum setengah mengejek saat melihat pelayan yang menabraknya. ”Wow, suatu kehormatan bisa bertemu dengan yang mulia di restoran ini dan dilayani”
Kenapa harus dia sih yang gue tabrak? Gue menatap kesal pria dihadapan gue. Lebih baik gue pergi daripada menghajar Revan yang pasti gue akan dipecat jika gue melakukannya.
”Bagaimana kalau kita bicara sebentar?” Revan menarik tangan gue yang berusaha melepaskan pegangannya. Dia menyeret gue menghadap ke Antonio, pria setengah baya pemilik restaurant dan meminta izin membawa gue pergi dari restoran. Tentu saja hal itu membuat kami menjadi pusat perhatian dan Revan tau gue ga akan meronta karena hal itu memalukan.
“Mau lo apa sih? Apa ga cukup bicara di restaurant aja?” Revan hanya diam terus menarik gue keluar menuju mobil mewahnya yang terparkir di depan restauran. ”Hei, gue bicara ama lo!” Revan tetap diam sambil membuka pintu mobilnya dan menyuruh gue masuk kedalamnya. Ia berjalan ke sisi pengemudi dan masuk ke dalamnya.
Revan menjalankan mobilnya menembus kepadatan jalan raya tanpa memandang gue. ”Oke. Seenggaknya beritahu gue kemana lo bawa gue?”
”Kita akan ke rumah gue” jawab Revan dengan tenang.
”apa? Kerumah lo?!” jerit Laura. Nih cowok sudah ga waras ya?. ”berhenti disini!” perintah gue setengah menjerit. Revan terus menyetir tanpa memperdulikan perintah gue. Bahkan mobilnya semakin melaju cepat membuat gue mencengkram apron yang masih terikat dip aha gue. ”Revan, gue bilang berhenti!!”
Ciiiittttttt!!! Mobil itu berhenti mendadak membuat tubuh gue maju ke depan hampir menabrak dashboard jika tidak ada tangan kanan Revan menahannya.
”Well, sepertinya lo tau tempat dimana kita akan berhenti” sindir Revan sambil tersenyum mengejek gue yang membalasnya dengan wajah kesal.
Gue membuang tatapannya ke depan dan menatap kagum rumah bukan, itu istana, pikir gue saat menatap apa yang ada di depan kami. ”apa lo mau jalan kaki sampai ke dalam rumah gue?”
Itu rumahnya? Gue menatap Revan ga percaya. Rumah idaman yang selalu gue ceritain ke teman-teman gue waktu SMA dulu. Rumah yang seperti istana, halaman luas dengan kolam air mancur yang ada di tengahnya dan banyak bunga disetiap pinggir halamanan depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Weird Love
RomanceApa ini hanya permainan kamu atau sungguh-sungguh karena ini aneh bagiku. Kamu orang yang sangat membenciku dan sekarang memintaku menjadi kekasihmu? Bagaimana seandainya aku benar-benar jatuh cinta padamu? ~ Laura Reynard