Part 13

27.8K 620 36
                                    

Hari berganti, tapi satu sekolah masih dihebohkan dengan video Digo dan Sisi. Kabar itu pun sudah sampai ke telinga para guru. Bruno sangat tahu, bahkan dia mengetahui masalah video itu dari awal tersebarnya.

            "INI TIDAK BISA DIBIARKAN!!" keluh Mr. Roma, guru BK Wolind School. "Mau jadi apa sekolahan ini? Sudah cukup kita diam dengan kelakuan Digo. Dia terlalu brutal. Sekarang dia melakukan kekerasan pada wanita?! Ini tidak bisa dibiarkan!" Para guru sedang berada di ruang rapat membahas perilaku Digo.

            "Kita bisa bicarakan ini dengan pemilik. Mr. Bruno sudah kami beri kabar tentang masalah ini. Tinggal menunggu responsnya saja."

            "Bruno mau menanggapi? Bruno malah membela. Sudahlah. Biar saya yang menghadap langsung pada Bruno. Saya akan minta perizinan untuk menghukum mereka dengan cara saya."

            Dengan emosi Mr. Roma pun berlalu keluar dari ruang rapat itu. Semua membisu pasrah.


***

            Suasana kelas lebih sunyi dari biasanya. Sisi membisu karena masalah ini semakin runyam. Ia memilih untuk pergi dari kelas dan berniat ke perpustakaan. Namun...
            "Mau ke mana kamu?!" tanya Mr. Roma yang datang tiba-tiba tepat di depan pintu menghentikan langkah Sisi yang berniat keluar.

            "A..anu..saya..."

            "Kamu ikut saya!"

            Sisi pun pasrah dan mengikuti langkah guru galaknya itu. Semua murid berkerumun mengintip ke mana Sisi akan dibawa. Ternyata mereka menuju lapangan yang dikelilingi gedung sekolah. Seisi sekolah pun menuju teras, ingin menyaksikan adegan selanjutnya. Teras-teras dari lantai dasar hingga lantai 4 gedung sekolah penuh sesak, termasuk guru-guru.

            "Baiklah. Kalian semua Siapa di antara kalian yang melihat Digo dan berani membawanya ke sini? Saya akan memberikan beasiswa pertukaran pelajar ke Jepang, Amerika, dan Cina. Saya tidak main-main." Ucapan lantang dan tegas dari Mr. Roma pada seluruh isi sekolah. Mr. Roma tahu betul meskipun dengan bayaran itu. Tidak satu pun murid yang berani menemui Digo apalagi membawanya.

            "Baiklah, tidak ada yang berani ternyata. Mungkin kita harus menginterograsi siswi ini."

            Sisi langsung membeku. Kali ini namanya disebut di muka ratusan manusia di sana.

            "Sisi Latuconsina, apa yang kamu lakukan di belakang sekolah yang sepi itu bersama Digo? Bukannya saat itu saya menghukum keterlambatan kamu? Kenapa kamu tidak masuk kelas setelah lepas dari hukuman saya?" tanya Mr. Roma tepat pada sasaran.sisi terbata, mau menjawab namun kesulitan ,dia harus mulai darimana?
“JAWAB!” sentak mr roma menunggu .

            "Saya...saya..." Sisi tergagap.

            "Kenapa kamu tidak bisa jawab?? Apa  memang kamu sedang bermesraan di sana?!"

            "Tidak, Sir. I…itu..saya itu di sana--"

            "Jangan berani untuk bermain api dengan saya. Saya sangat tahu seseorang yang bertopeng dengan kebohongan," potongnya cepat. Sisi makin gelagapan.         "Kamu tidak perlu takut dengan Digo. Saya yang akan menghadapinya langsung," sambung Mr. Roma.

            Karena Sisi hanya menunduk diam, ia melanjutkan lagi, "Baiklah, jika kamu tidak mau menjawab, kita menganggap kamu mengakui bahwa kamu memang sedang bermesraan dengan Digo. Ini pilihan kamu sendiri yang tidak mau menjawab apa yang sebenarnya terjadi. Saya akan beri hukuman."

            Seluruh siswa terkesiap. Teman-teman sekelas Sisi serempak menahan napas. Mereka bahkan tak mampu membela temannya sendiri. Hanya Sisi dan Digo yang bisa menjelaskan perkara yang terjadi sebenarnya.

            "Kamu berdiri di lapangan sampai pulang sekolah. Tanpa istirahat!" tegasnya.

            Suara desahan menyebar di teras sekolah. Berdiri 9 jam tanpa istirahat?

            "Tapi Sir...," protes Sisi.

            "Jika kamu pingsan, hukuman akan dilanjut besok, dan akan terus berlanjut jika kamu pingsan berkali-kali," imbuhnya ringan.

            Seorang guru maju ke lapangan. Ia memprotes hukuman Sisi yang tidak masuk akal dan mengarah pada penyiksaan.

            "Saya yang bertanggung jawab atas hukuman ini," sambung cepat Mr. Roma pada guru laki-laki itu sebelum bersua. Tak ada guru yang bisa melawan Mr. Roma karena ia adalah guru yang disegani dan dipercaya oleh Hendra Wolind, kakek Digo. Dia cukup berperan dalam pengambil keputusan.

            "Baiklah waktu dimulai dari..." ucapan Roma terputus.

            Tiba tiba dari arah timur, kerumunan siswa dipecah oleh seseorang yang datang dan berjalan ke arah lapangan. Dia muncul dengan seragamnya yang berantakan, tubuhnya yang banyak luka. Dia berjalan sambil memutar-mutar ringan bat bisbolnya tanpa ekspresi.
 Mr. Roma tersenyum sinis. Saat seorang yang di tunggupun akhirnya datang.

            "Saya tahu kamu bukan pengecut."

            Digo hanya diam. Suasana berubah lebih tegang sejak kedatangan Digo.

            "Saya ke sini untuk menerima hukuman dari Anda," tantang Digo.

            "Hmm... baiklah. Kamu ikut berdiri di sini bersama gadis ini."

            "Tidak. Saya nggak mau dia ikut-ikutan. Cukup saya yang menjalani hukuman ini,"

tegas Digo dengan datar. Orang-orang yang menyaksikan adegan lapangan itu terpana mendengar Digo membela Sisi.

            "Dia juga harus dihukum. Berdiri di sini sampai pulang sekolah!"

            "Hmm... pulang sekolah ya?? Bagaimana jika Saya berdiri di sini selama 3 hari. Tanpa makan, tanpa minum, tanpa tidur," serunya santai sembari menepuk-nepuk bat bisbolnya.

            Suara satu sekolah pun bergema. Sisi mendelik tak percaya.3 hari?mustahil!

            "Kamu cukup menantang ternyata. Baiklah. Jika itu kemauan kamu, jika terjadi sesuatu dengan kamu sendiri, siapa yang akan bertanggung jawab?" tegas Roma sembari menelengkupkan kedua tangan di bawah dadanya.

            Digo tertunduk sejenak dengan senyum remehnya.

            "Tidak ada. Cukup saya sendiri," balasnya menitipkan bat-nya pada Sisi dengan ekspresi dingin. Sisi masih saja panik. Namun, apa daya? Ia tak punya nyali.

            "Baiklah, hitungan saya mulai dari sekarang!"

            Mr. Roma mulai menghitung.

            "Tiga."

            Sisi tegang.

            "Dua."

            Ia hampir menangis karena bingung apa yang akan terjadi jika ini benar-benar dilaksanakan sampai tuntas oleh Digo.

            "Satu."

            Air mata Sisi pun mengalir karena dia tak bisa berbuat apa-apa di saat Digo sudah berdiri di lapangan tersebut dengan tegap.

BADBOY & SHYGIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang