01 ⚠️

502 35 8
                                    

Itu di tengah malam dengan hujan gerimis mendera. Seorang gadis muda dengan masih menggunakan seragam sekolahnya tengah berlari di jalan gang bangunan-bangunan dengan napas yang terengah sembari sesekali melihat ke arah belakangnya.

Kondisinya terbilang mengenaskan dengan banyak luka di kedua kakinya, lebam, dan darah di mana-mana. Ia terus berlari walau kedua sepatunya sudah ditanggalkan.

"Akh!"

Dirinya tersandung langkah kaki sendiri, mencoba bangkit dari posisinya yang tengkurap saat melihat beberapa drum air berukuran besar di dekatnya. Ia memutuskan untuk duduk bersembunyi di balik sana sementara waktu. Membungkam mulutnya sendiri dengan kedua telapak tangan, ia sangat ketakutan hingga tubuhnya gemetar hebat.

Sedangkan di lain arah, juga seorang pria dengan mengenakan jubah berwarna hitam sedang berjalan menyusuri gang di sana, sembari menyeret tongkat baseball besi di tangannya yang sudah berlumuran darah. Ia terus berjalan dengan santai. Sesekali dirinya tersenyum karena merasa senang dengan apa yang ia lakukan.

Napas gadis yang sedang bersembunyi itu terus tidak beraturan, matanya terus mengawasi sekeliling dengan jantung yang berdegup sangat kencang.

Ia meraba saku rok seragam sekolahnya dan bersyukur mendapati handphone-nya masih berada di sana.

Satu tangannya yang gemetar merogoh saku celana untuk mengambil handphone, dan satu tangannya lagi masih menutup mulutnya.

Tak!

Handphone itu terjatuh setelah dikeluarkan dari dalam saku, membuahkan bunyi yang terbilang keras walaupun di tengah malam dengan hujan gerimis seperti ini.

Dengan cepat ia mengambil handphonenya, menghidupkannya, lalu menekan angka panggilan darurat yang menghubungkan langsung dengan pihak kepolisian.

Baru saja akan menekan tombol hubung, dirinya mendengar suara langkah sepatu berada persis di dekatnya. Kembali melihat ke sekeliling, namun tidak mendapatkan apa-apa. Ia mencoba kembali berdiri dan berjalan dengan tertatih sembari menahan seluruh rasa sakit di tubuhnya.

Gadis itu kembali menghidupkan handphone di tengah jalan, berniat untuk kembali menekan tombol hubung. Belum sampai ia kembali menekan, langkahnya terhenti di persimpangan jalan saat melihat pria dengan jubah hitam berada sekitar 8 meter di arah depan.

Napasnya kembali terengah dan mengeluarkan suara kepanikan. Terus berteriak meminta tolong, walaupun dia yakin tidak ada satupun orang yang mendengarnya, kecuali pria itu. Namun dia tetap melakukannya.

Ia membalikkan tubuh, membelakangi pria yang berada jauh darinya dan kembali berjalan dengan tertatih mengabaikan apa yang tubuhnya rasakan sekarang.

Terus menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat keberadaan pria berjubah hitam itu, yang ternyata sedang berjalan ke arahnya dengan langkah yang terbilang santai.

Tanpa sengaja ia menjatuhkan handphone-nya. Dan yang berada di pikirannya sekarang hanya lari, menyelamatkan diri.

Pria dengan jubah hitam itu mempercepat langkahnya sedikit, kembali menyeret tongkat baseball besinya dan menimbulkan suara yang berisik di tengah hujan yang mulai deras. Dirinya tersenyum penuh kepuasan saat melihat gadis itu ketakutan karena ulahnya.

Dan lagi-lagi tersandung. Ia mencoba kembali bangun, namun tiba-tiba dirinya berteriak ketakutan saat mendengar suara langkah kaki dan tongkat baseball besi itu semakin kuat serta dekat dengannya.

Ia merasa pergelangan kakinya diinjak dengan kuat, dirinya mengerang kesakitan.

Pria berjubah menjongkokkan dirinya di dekat tubuh gadis yang terbaring ketakutan itu, memperhatikan wajahnya yang terus mengisyaratkan kalimat 'lepaskan aku, ampuni aku, biarkan aku hidup, tolong jangan bunuh aku'.

"T-tolong jangan bunuh aku— a-aku mohon, maafkan a-aku."

Karena kalimat yang dikeluarkan sesuai dengan dugaannya, pria berjubah hitam itu kembali tersenyum dan membenarkan posisi kakinya supaya dirinya merasa lebih nyaman.

"Kau anak biadab," ucapnya sembari mengusap salah satu pipi gadis yang terbaring itu.

"Manusia sepertimu benar-benar tidak pantas untuk hidup, apa kau tahu itu? Apa kau tahu apa yang sudah kau perbuat?" ujarnya lagi.

Pria itu tersenyum, mengeluarkan pita berwarna ungu dari dalam saku celananya. Ia mengikatkan pita itu pada leher gadis yang masih gemetar ketakutan, pikirannya kosong karena sudah terlalu takut.

"Aku pikir kau menyukai warna ungu, apa aku benar? Dan benar, warna ungu sangat cocok untukmu."

Mengangkat tongkat baseball besinya, pria berjubah itu megambil ancang-ancang untuk memukul gadis yang terbaring di dekatnya.

"A-aku mohon!!!—" berteriak pada pria berjubah, matanya seketika hanya terpaku pada tongkat baseball yang akan mengarah padanya dan entah kenapa tubuhnya terasa tidak bisa digerakkan.

Terlambat. Teriakannya terhenti karena kepala dan wajahnya dihantam oleh tongkat besi itu berkali-kali.

Dirasa cukup, pria dengan jubah hitam itu berdiri dari posisinya dan menatap tubuh di bawahnya cukup lama.

Ia mengeluarkan tali dari dalam jubahnya, mengikat kuat kedua kaki gadis itu. Menyeret tubuhnya yang berlumuran darah di jalanan, ia sedang mencari sebuah gudang untuk 'memajang karya'nya.

Pria itu berhenti di depan pintu gudang yang kosong, membuka pintunya dan segera ia masuk ke dalam sana.

Menggantung terbalik tubuh gadis tadi tepat di bagian tengah ruangan gelap itu. Ia kembali mengarahkan tongkat baseball-nya, memukuli tubuh yang sudah mati itu dengan tertawa puas, seakan senang dengan apa yang telah ia perbuat.

"Sudah aku kabulkan keinginanmu, dengan senang hati."

Dirinya berlalu setelah mengucapkan kalimat tadi dengan santai, meninggalkan begitu saja tubuh itu di sana.

Ia berjalan meninggalkan tempat itu begitu saja seperti tidak terjadi apa-apa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Revenge || -Under Revision-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang