Usia kandunganku sudah sembilan bulan. Ini adalah kehamilan pertama. Menurut orang-orang tua, proses kelahiran anak pertama akan memakan waktu yang lama atau sulit.
Partus yang diperhitungkan oleh dokter adalah sehari lagi. Biasanya, akan ada kepanikan pada pasangan muda, menjelang hari persalinan, karena tidak adanya pengalaman. Tapi itu tidak berlaku untukku dan suami. Karena kami masih tinggal bersama orang tua ku.
Mamaku adalah tempat bertanya perihal kehamilan dan proses persalinan. Segala yang kurasakan tentang kehamilanku, dari awal sampai sekarang, selalu aku sampaikan pada mama dan kami diskusikan. Karena itu, aku merasa selalu tenang.
Banyak persiapan sudah kami lakukakan, menjelang sehari waktu persalinan. Ini akan menjadi peperangan dan perjuanganku sebagai perempuan, untuk menjadi seorang ibu.
Matahari perlahan bergerak semakin bersembunyi di ufuk barat. Menampilkan warna sayu sang senja.
Aku tepekur berpikir dan menghitung, 'berapa jam lagi? Berapa lama lagi? Bagaimana nanti? Sanggupkah diriku? Katanya sangat sakit, sesakit apa? Mampukah aku menghadapi dan melewati semua?'
Kenapa tiba-tiba ada banyak pertanyaan berkelebat mengganggu? Aku, sedikit ketakutan...
"Ma...aku kok deg-degan ya? Rasanya khawatir. Apalagi, seharian ini perutku agak sering sakit, mules, gak enak. Kenapa ya, Ma?" Bohong kalau aku masih merasa tenang-tenang saja seperti hari-hari sebelumnya. Seharian ini rasanya lumayan gelisah, tidak baik-baik saja.
"Itu wajar, kan perkiraan lahirannya tinggal sehari lagi. Sudah mulai ngusik itu, nduk. Rasanya sakit mules-mules gitu kan?!" Mama menjawab dengan santai, tidak ada gurat khawatir dan cemas sedikitpun dari wajahnya yang mulai menua.
"Jadi sering ke kamar mandi juga, Ma. Tu, kan...kebelet lagi." Iya, selain semua rasa nggak enak itu, aku juga jadi sering buang air kecil.
"Ya nggak papa, normal saja. Waktunya sudah semakin dekat juga. Jangan dibawa pikiran, jangan setres, nduk. Memang seperti itu prosesnya."
Masih bisa ku dengar suara mama yang berusaha menenangkanku, saat memasuki kamar mandi. Saat ku turunkan celana dalam, ada bercak warna merah muda terlihat. Tertegun beberapa saat, kebingungan melanda pikiran.
"Ma...ini kenapa ya?" Akhirnya aku berteriak sedikit panik. Setelah mengenakan dalamanku kembali, bergegas keluar dan mempertanyakan kondisiku pada mama.
Menurut mama, itu tandanya mau lahiran sudah keluar. Keputusan kami adalah periksa ke bidan.
Sudah mulai bukaan satu, kata beliau. Yang mengejutkan adalah, tensiku yang ternyata cukup tinggi, yang berdampak dengan resiko persalinan yang lumayan tinggi juga.Hasil pemeriksaan yang tidak terlalu baik, tentu berdampak pada kesehatan pikiran. Aku semakin gelisah, menanti esok dengan segala takut dan resah.
Semalaman kesulitan tidur, berbagai bayangan menyeruak masuk begitu saja. Meski terus aku sugestikan pikiran baik dan positif, tapi sulit untuk tenang. Apalagi rasa mulas dan sakit yang semakin sering meremas di perut, menjadikan ragaku tak mampu beristirahat.
Saat pagi datang, rasanya lelah sekali. Entah berapa menit aku benar-benar tertidur, dengan rasa sakit yang datang dan pergi berkali-kali. Kembali memeriksakan diri ke bidan, hasilnya masih di pembukaan satu. Wah...luar biasa, jadi sakit yang semalaman itu tidak menambah bukaan sama sekali? Oh...nikmatnya dan, apa kabar tensi?
Penjelasan bidan semakin membuatku lemas, karena kemungkinan harus melahirkan di rumah sakit, karena tensi yang tidak turun, malah cenderung naik. Bu bidan memberi batas waktu sampai sore saja.
Astaghfirullah, cobaan apa lagi ini?
Seharian ini kuhabiskan waktu sembari berjalan-jalan, yang katanya untuk mempermudah proses kelahiran. Yang penting banyak bergerak, jangan dibuat tiduran terus, gak baik kata orang tua.
Demi kebaikan dengan bonus mendapat hal baik, kuikuti saran orang-orang tua.
Berjalan-jalan keliling komplek tanpa memakai alas kaki. Mengajak keponakan berusia dua tahun sebagai teman, sebagai dalih lagi momong kalau ada yang bertanya. Kulakoni dan kunikmati semuanya.
"Wah sudah besar perutnya ya neng, apa sudah ada sembilan bulan," tanya seorang ibu tetangga jauh yang sedang asik berkumpul dengan ibu-ibu lainnya.
"Nggeh bu, sudah sembilan bulan," jawabku sembari tersenyum.
"Oh..pantesan kelihatannya sudah slegeh gitu. Kapan perkiraan lahirnya neng?" tanya ibu-ibu yang lainnya.
"Perkiraannya hari ini bu," masih juga sembari tersenyum, tidak perlu lah menunjukkan betapa aku sedang menahan rasa melilit di perut.
"Palingan mundur dua atau tiga hari dari perkiraan, neng. Iya, dibanyakin jalan-jalan biar mudah dan cepat saat melahirkan nanti. Semoga diberi kelancaran dan semuanya sehat ya neng."
"Amiin, terima kasih bu, do'anya. Mari..." Segera pamit diri dan melanjutkan acara jalan, dan lagi perutku juga sulit diajak kompromi kalau kelamaan diam, rasanya jadi lebih sakit.
Apa salahnya mengaminkan do'a yang baik, tapi kalau harus mundur dua atau tiga hari lagi, mana tahan...
Sore hari kembali memeriksakan diri ke bidan bersama suami. Hasilnya mengecewakan, tensiku semakin naik tapi sudah di bukaan tiga, lumayan. Tidak bisa dihindari lagi, kami harus bersiap ke rumah sakit, dan aku paling tidak suka dengan rumah sakit...
Setelah maghrib, aku sampai di rumah sakit. Bu bidan dan suaminya yang mengantar kami. Selain suamiku, mama juga ikut menemani.
Masuk IGD, sepertinya bu bidan menjelaskan keadaanku pada petugas yang berjaga. Petugas segera memasangkan infus dan mengambil sampel darah. Yang membuat kami kaget adalah hasil pemeriksaan tensi darah. Normal, 120/90...bagaimana bisa? Tadi sore saja hasilnya 170/100, meskipun aneh, karena aku sama sekali tidak merasa pusing, sakit kepala ataupun dada sesak. Tapi karena hasil pemeriksaan bidan seperti itu, ya kami percaya saja. Beliau juga tidak berani bertaruh untuk membantu proses persalinan sendiri, terlalu besar resikonya.
Karena masih tidak bisa percaya, petugas memeriksa ulang dengan tiga alat tes yang berbeda, dan hasilnya masih sama, normal. Apa yang terjadi? Senang? Pasti! Tapi bingung.
Bu bidan pamit pulang, tidak menemani di saat persalinan.
Mungkin takdir kalau aku harus melahirkan di rumah sakit, tidak sesuai rencanaku yang ingin melahirkan di tempat bidan saja. Atau ini kemauan manja anak kami? Ada-ada saja...
5 November 2020
Salam hangat,Govit
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepenggal Kisah
Short StoryKehidupan memiliki berbagai warna, menampilkan macam-macam cerita. Adanya rasa sakit, karena kamu pernah merasakan sehat. Dapat merasakan bahagia...karena pernah merasakan sedih. Melihat masa depan...karena pernah ada di masa lalu. Bukan untuk menye...