Part 14

72 9 0
                                    


Written  by Sabiqis Edogawa

Riri mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Sudah tiga kali dibaca ulang halaman buku milik ayahnya. Kenapa ada nama Herman di catatan ayah? Hatinya berdesir pada kemungkinan kalau nama itu adalah orang yang memiliki wewenang di subditnya.

Banyak kata tanya dalam benak dan hatinya selama ini, dan catatan ayahnya menjadi penuntun baginya untuk menemukan satu per satu petunjuk yang bagai mozaik. Ia penasaran dengan tulisan ayahnya tentang rencana penangkapan atau penggerebekan yang seringkali mengalami kegagalan. Ia penasaran dengan kecurigaan ayahnya terhadap orang-orang di kantor. Dan nama yang tersebut dalam halaman-halanan berikutnya adalah nama Herman. Benarkan itu Pak Herman yang disegani di sini?. Apa hanya kesamaan nama?.

Riri menutup buku berwarna abu-abu yang sengaja ia beri sampul lagi warna coklat , karena ia tidak ingin orang di kantor mengenali buku itu. Pastinya banyak yang pernah melihat ayahnya memegang buku itu. Banya hal yang ingin ia gali idari catatan ayah. Seperti mengapa kasus yang terakhir dtangani ayahnya dihentikan. Ia sudah mencari tahu mengenai hal itu. Namun ia merasa masih ada yang terselubung yang belum benar-benar secara jelas bisa ia pahami.

Di salah satu arsip yang ia temukan, menyebutkan ayahnya menangani kasus yang sama dengan Herman, yaitu terkait dugaan money laundry harta tersangka yang diduga pengedar narkotika. Ayahnya yang bekerja di subdit asset memgusut terkait perolehan harta atau aliran dana, sedangkan Pak Herman melihat dari kepemilikan dan pengedaran narkotika. .

Riri merasa harus bertanya tapi dengan siapa? Panda? ia tidak yakin Panda bisa membantunya. Ghanis? atasan langsungnya itu sbenarnya bsa membantu tapi entah mengapa kadang Riri merasa agak segan terhadap Ghanis. Apa mungkin karena Ghanis orang pertama yang ia temui saati Pusdik atau karena dulu Ghanis adalah isntrukturnya dan sekarang atasan langsung?. Entah.

Apa ia harus bertanya pada Pak Herman?

Riri berpikir sejenak. Menghitung persentase keberhasilan langkah yang akan diambil. Riri tersenyum dan memutuskan untuk bertanya pada Pak Herman besok. Banyak jalan menuju roma. Tidak mendapatkan informasi dari Ghanis, ia harus bisa mengirek informasi dari Pak Herman.

**

Menjelang makan siang, Riri melihat pintu ruang kerja Pak Herman tertutup rapat, meskipun ia tahu beliau ada diruangannya. Riri sempet ragu untuk mengetuk pintu sampai akhirnya ia pun mengetuk.

"Masuk," suara lantang dari dalam ruangan terdengar .Riri mendorong pintu dan terlihat di dalam ruangan, Pak Herman sedang membaca koran.

"Eh kamu Ri ayo masuk," sapa Herman sambil melipat koran.

"Siap, Dan," sahut Riri sambil mengangkat tangannya.

Herman memperhatikan gadis yang bernama Arina Prameswari, penyidik muda yang mendatanginya. Riri terlihat cantik dan fresh dengan kemeja warna hijau lumut.

"Ada apa Ri? Apa yang bisa saya bantu?" tanya Herman

Riri mengangguk, " Ijin, Dan, maaf saya menganggu,"

Herman tertawa, "Gak kok. Ayo ada apa?" ulang Herman. Ia menangkap gestur Riri yang seperti kurang nyaman.

Riri mengangguk, "Siap, Dan, mohon ijin, sebelumnya, Ini sebenrnya pertanyaan pribadi, Dan. Kalau Komandan berkenan, saya mau tanya, bagaimana dengan penanganan LP nomor 235," jelas Riri.

Herma terkejut mendengar kata-kata Riri. Itu LP yang dulu ditangani oleh Ismwan Mahardika. Herman menganti posisi duduknya sambil menatap wajah Riri yangs erius menunggu penjelasannya.

"Ehem. Nanti saya cek dulu ya Ri. Bagaimana kalau nanti sore, kamu datang lagi ke sini?"ucapk herman cepat.

Riri mengangguk. "baiklah Pak. Nanti saya ke ruangan Bapak lagi." Balasnya sambil berdiri dan mohon pamit. Herman mengantarkan Riri sampai depan pintu.

Hermam menggelangkan kepala. Ini sungguh mengejutkan karena tiba-tiba Riiri mempertanyakan mengenai kasus itu. Sebanyak apa yang anak itu ketahui?. Herman mengambil tisu lalu menghapus keringat yang tiba-tba bermunculan di keningnya.

Sementara di luar ruangan Herman, Riri mengela napas panjang lalu mengengan tangan kanan, pertanda ia sedang menyemangati diirinya. Ia pun melangkah menuju kubikelnya.

**

Panda berdiri di depan kubikel Riri ketika gadis itu tengah menyusun laporan.

"Ri."sapa Panda, "kamu dipanggil Pak Herman." lanjut Panda

Segera Riri mensaving filenya dan menutupnya. "Terima kasih Bang."balas Riri sambil berjalan menuju ruangan Kasubditnya. Panda heran menatapi kepergian gadis itu. Sepertinya ada yang ia sembunyikan karena tidak seperti biasanya,

Riri mengetuk pintu dan masuk dengan sopan .Ia melihat atasannya sedang berdiri menatap pemadanangan dari balik jendelanya. Riri duduk dengan sabar menunggu apa yang akan dibicarakan Komandannya sesuai janjinya tadi siang.

Herman mengambil satu map dan menyerahkan kepada Riri. Ittu hasil investigasi yang dilkerjakan kami saat itu." Ujarnya perlahan.

Riri mengambil map warna merah dari tangan Pak Herman dan mulai membukanya. Ada lembaran laporan dengan foto-foto.

"Sebelum ayahmu menghilang, Ismawan sudah hampir menangkap TO dan entah bagaimana saat sampai di TKP target sudah kabur. Namun ada satu yang tertangkap." Terang Herman

"Yang ditangkap itu sekarang dimana Pak. Ada di penjara mana?" tanya Riri

Herman menggelang, "Bebas." Jawab Hermanwan singkat.

Riri mengerutkan keningnya, "Kok bisa Pak?" tanya Riri lagi yang kemudian dijawab Herman dengan memberikan lembaran, "apa itu Pak?"lanjut Riri.

"Itu bukti kalau tersangka tidak bersalah," terang Herman. kata-kata Herman membuat Riri segera membaca hasil dari laboratorium untuk tersangka. "karena hasil lab negatif dan ada surat jaminan dari keluaga."lanjut Herman lagi.

Riri mengangguk,"Jadi kesimpulannya, Jack hanya berada di tempat yang salah, gitu Dan? Karena sebenarnya dia tidak terlibat."

Herman mengangguk. "Ya dan kasus ini ditutup karena dianggap tidak mengandung unsur pidana. Tidak ada korelasinya gitu."

"Kalau ada bukti baru, kasus tersebut bisa dibuka kembali?" tanya Riri. Matanya menatap wajah Kasubditnya. Tampak sekali keterkejutan di mata atasannya.

"Apa ada bukti baru?" tanya Herman penuh keheranan

"Ya belum tahu Dan, hanya misalkan ada, berarti bisa?" balas Riri dengan ekpresi terseyum yang ditahan.

"Oh ya bisa. Namun lewat keputusan Gelar ," jawab Herman, "kamu tidak perlu resah. Nanti saya kabari setia ada perkembangannya," lanjutnya

Riri mengangguk, "Siap, Dan.Saya pamit Dan," pamit Riri.

"Ok kamu tenang saja. Bekerja dengan serius aja. Ada yang terus bekerja untuk membuktikan Pak Ismawan ada dimana,"

"Baik Dan, Terima kasih. Ijin Dan." Pamit ulang Riri. Di depan pintu ruangan Pak Herman, Ia menghela napas. Benarkah seperti ini ,Yah? Bisinya dalam hati.

Sementara iu disebuah tempat, seseorang sedang menekan tombol satu dan ketka terdengar suara di sebrang, ia langsung berbicara " Anak kelinci datang dan bertanya tentang wortel ayah kelinci."

"Gak mau tahu gue, anak kelinci itu urusan lo. Lo yang harus bisa selesaikan sendiri. Daripada urus anak kelinci, kau punya lapak jangan kau lupakanlah."

"Iya Ntar malam gue ke sana," jawab laki-laki itu dengan sedikit enggan. Karena lawan bicaranya seperti menekannya terlebih ketika kemudian berkata, "Gue udah bayar lo mahal!"

Laki-laki itu segera mematikan ponsellnya dan melempar dengan gemes, ponsel sejuta umat yang masih dia gunakan kalau sedang berhubungan dengan rekan kerjanya.

Ia mengacak-acak rambutnya sendiri. "Sialan!" teriaknya sengit.

**

Wortel? Kok kaya Juz aja he he he

Tempat Kita Pulang (TKP) TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang