Paket Merah di Festival Musim Panas

29 3 1
                                    

Fujinomiya, musim panas 2014

Jarum jam menunjukan waktu hampir tengah malam. Di kaki Gunung Fuji sana masih terdengar suara kembang api dan hiruk pikuk warga yang sedang merayakan Festival Hanabi[1]. Rumahku yang berada di Fujinomiya---Perfektur Shizuoka--- memang dekat dengan Gunung Fuji dan Gunung Akaishi.

Seperti biasanya setiap malam Festival Hanabi, Ayah dan ibuku akan membuka satu kotak besar. Kotak yang sangat cantik dengan ukiran bunga sakura. Tahun ini aku pulang dan ikut merayakan festival musim panas setelah lima tahun tidak pulang. Kami membukanya lalu berdoa dengan sepenuh hati.

"Semoga aku selalu panjang umur, Tuhan," pintaku yang selalu sama dari tahun ke tahun.

Kotak besar itu adalah benda istimewa keluarga kami, isinya sangat berharga untuk Ayah dan ibuku. Maka dari itu, mereka selalu meneteskan air mata setiap kali membukanya. Aku pun ikut menangis melihat mereka menangis.

Namaku Aya, Satoushi Aya. Penyuka kembang api dan warna merah. Yukata[2] yang kukenakan setiap tahunnya selalu sama. Berwarna merah dengan obi[3] besar warna emas dan tali geta[4] juga berwarna merah. Kotak besar tadi pun berwana merah.

Hidangan telah tertata rapi di meja makan. Onigiri[5] berisi lobster kesukaanku sudah bertengger manis di atas piring panjang berwarna merah. Ah! Hampir semua benda di atas meja juga berwarna merah. Ibu selalu saja tahu kesukaanku.

Ayah menuangkan jus plum ke cangkirku. Ibu menyumpitkan onigiri dan tempura[6] ke mangkukku. Mereka berusaha tersenyum dengan bulir-bulir bening mengalir di pipi mereka.

"Itadakimasu[7]. Tabemashou[8]," ujar ibuku hampir bersamaan dengan Ayah.

Namun, pandangan mereka bukan ke arahku. Melainkan ke isi kotak besar tadi. Di sana terbaring sesosok tubuh pucat berbalut yukata merah persis dengan yang kupakai. Obi dan getanya pun serupa. Aku mendekati kotak itu, seribu zuru[9] masih tertata apik di sisi-sisinya. Aku tersenyum melihatnya.

Lalu, pikiranku melesat ke lima tahun lalu, saat Ayah dan Ibu menerima paket besar dari kepolisian. Duka merundung hati mereka, salah satu anggota keluarga kami tewas mengenaskan.

"Korban baru ditemukan hari ini. Kami menduga kemarin saat menyaksikan festival kembang api di dekat Danau Hamana, ia diculik ke Perfektur Yamanashi, diperkosa dan dibunuh. Lalu, mayatnya ditenggelamkan di Danau Yamanaka," jelas polisi saat itu.

Ayah dan Ibu yang tidak mau kehilangan, akhirnya memutuskan mengawetkan jasad itu dan membaringkannya dalam peti berwarna merah. Sebelumnya, luka di wajahnya dijahit sendiri oleh Ibu dan didandani.

"Mada kirei, deshou[10]?" ucap ibuku.

Aku lebih mendekat ke jasad itu, lalu kucoba memegang tangannya. Namun, tidak bisa. Aku tembus, tidak dapat memegangnya.

"Ibu, Ayah?" Mereka bergeming.

Kuraih sumpit di atas meja, nihil. Aku terduduk lemas tanpa menyentuh tatami[11]---melayang.

Sepintas kubaca sebuah nama yang terukir di atas penutupnya, Satoushi Aya.

#SELESAI#

Keterangan:

1) Festival Kembang Api

2) Pakaian tradisional Jepang mirip dengan kimono. Hanya saja yukata lebih sederhana.

3) Ikat pinggang lebar, biasa dikenakan sebagai pelengkap kimono/yukata/yudo

4) Sandal/bakiak khas Jepang

5) Nasi kepal, biasanya berbentuk segitiga dengan potongan rumput laut di bagian bawahnya.

6) 'Seafood' atau sayuran yang dimasak dengan cara melumuri dengan tepung lalu digoreng.

7) Selamat makan

8) Mari makan!

9) Kertas lipat yang dibentuk menyerupai bangau.

10) Aya, masih cantik, kan?

11) Tikar bambu khas Jepang

Paket Merah di Festival Musim PanasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang