Aku menatap pemuda yang tersenyum cukup lama kepadaku. Aku bahkan tak berkedip saat pemuda itu mendekat.
Aroma mint yang menguar dari rambutnya, terlihat agak basah membuatku terhipnotis. Beberapa detik, hingga langkahnya tak lagi terhitung ketika berjalan mendekat.
Ia menarik kasar pinggangku. Tak ada jarak di antara kami.
Matanya menatap bibirku, tanpa basa basi dia mencumbuku dengan cepat.
Refleks tanganku bergerak melingkari lehernya, mendapatkan hangat dari bibirnya yang kontras dengan kulit tubuhnya yang dingin.
Aku menatap kembali sepasang mata sipit tanpa double eyelids itu ketika tautan bibir kami terlepas.
"Saranghae." Ujarnya kemudian kepalanya mendekat, membisikkan sesuatu tepat di daun telingaku.
Deg!!
Entah apa ini, tapi kepalaku terasa sakit. Kunang kunang seperti bertelur dan menetas secara bersamaan di dalam tubuhku.
"Do you wanna-"
Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya di depan pria yang kini memiliki nama belakang yang sama denganku ini, tapi sebuah suara baritone baru saja terdengar dari pintu depan yang tiba-tiba terbuka. Itu membuat pemuda di depanku itu mengalihkan pandangannya dariku.
Hatiku terasa teriris.
"Apa kau masih berlatih untuk pentasmu?" suara itu bergema kembali ketika tak mendapat jawaban yang di inginkannya. "Ku rasa, kau aktor yang buruk sampai tak pernah di terima satupun agensi di sini. Kenapa kau tidak menyerah saja?"
Aku menarik tanganku dari leher itu setelah mendapati sosok yang ku kenal berada di depan pintu rumahku. Itu Matthew, kekasihku. Maksudku tunanganku. Kami sudah bertunangan setahun lebih.
Pria itu mendekat, sengaja membiarkan pintu terbuka lebar. Matanya tak menatapku, namun ke sosok di depanku. Helaan nafas beratnya terdengar olehku. "Joseph, sebaiknya kau mencari orang lain, ini terakhir kalinya aku memberi kelonggaran padamu. Atau aku akan marah kalau kau masih menggunakan kekasihku lagi." ujarnya. "Aku memperingatkanmu untuk kesekian kalinya. Ayolah, aku sudah bosan mendapat jawaban yang sama."
Aku mendekati Matthew. Matthew mengalihkan pandangannya dari Joseph, segera menarik tanganku lalu menatapku dari atas hingga bawah.
"Baby, Are you ukay?" tanyanya. Aku segera mengangguk. "Apa kau tak risih dia selalu memintamu membantunya dalam adegan dialog pentasnya?"
Aku menoleh, menatap pria yang menatapku dengan tatapan yang sangat ku kenal itu. Lalu kembali menatap kekasihku. "Matthew, Joseph itu sahabatku dari kecil. Apa aku bisa menolak semua permintaannya setelah semua bantuan yang dia berikan kepadaku sejak kecil? Kau tak lupa bukan aku dan dia tumbuh bersama? Bahkan ayahnya menitipkan Joseph kepada ayah saat beliau meninggal. Ayahku sudah mengganti nama belakang Joseph dengan nama keluarga kami. Apa yang kau takutkan, Matt?"
Matthew mengangguk. "Ya, aku tahu." Aku langsung memeluknya begitu dia selesai menjawab. Aku tahu benar kenapa Matthew merasa kecewa tiap kali Joseph berada di sekelilingku.
"A-aku...." Joseph membuka suara. Membuat Matthew ikut melihatnya.
Aku menoleh kearah Joseph yang terbata. Ku lihat dia berjalan mundur kearah pintu.
"Sepertinya aku mengganggu kalian. Baiklah. Aku akan pergi." Ujarnya singkat, setelah itu menutup rapat pintu rumahku.
Matthew menarik daguku setelah memelukku cukup lama dalam kondisi berdiri. Aku tak bisa mengira kalau dia akan memelukku begitu lamanya sambil terus terusan mengatakan kalau dirinya takut kehilanganku.
Bibirnya hampir mendarat di bibirku, jika saja pintu itu tak terketuk dan kembali terbuka lebar.
Seorang sosok yang datang kembali membawa buket bunga mawar itu masuk seenaknya ke dalam rumah. Tak sadar aku menyunggingkan senyum tipis ketika melihat sosok Joseph kembali.
"Apa kau memang seenak itu masuk ke rumah kekasihku?" Matthew mengepal tangannya, salah satu jarinya menunjuk kearah pemuda di depan pintuku.
Aku mengelus pundak Matthew yang lagi-lagi tak suka kehadiran Joseph yang tiba tiba datang kembali.
"Ada buket bunga mawar untukmu. Aku mengambilnya dari lobi. Seseorang menitipkannya untukmu."
Aku berjalan mengambil buket bunga dari tangan Joseph. Tersenyum kearah Joseph, mengabaikan Matthew yang ku rasa memelototiku dengan sebal dari belakang.
"Apa kata orang itu?" tanyaku pelan, menatap Joseph dengan senyum.
Matthew mencoba mengambil alih perhatianku, namun gagal ketika mulut Joseph terbuka dan memberiku jawaban.
"Sepatu." Ujarnya kemudian kembali pergi tanpa ijin menuju pintu.
Matthew mengambil buket itu dari tanganku, tepat begitu Joseph pergi keluar dari sini. "Siapa yang memberimu ini? Kau selalu mendapatkan buket bunga dua kali dalam seminggu!" Matthew menaikkan nada suaranya.
Aku menghapus senyumku setelah buket itu di buang Matthew ke lantai.
"Apa maksud dari sepatu itu?" tanyanya lagi.
Aku tak memperdulikannya, aku memunggut buket tersebut, tapi Matthew mencegahku.
"Jawab aku." Matthew menarik bahuku, tapi aku menangkis tangannya.
"Aku tak tahu." Aku memilih duduk di sofa menatap Matthew yang masih berkacak pinggang di depanku. "Mungkin saja buket bunga ini di kirim oleh seorang ibu dari anak yang ku ajar. Mungkin saja dari orang tua dari Dean atau Kim. Dan tentang sepatu itu-" aku menggantungkan jawabanku setelah kaget melihat Matthew. Lelaki itu tiba-tiba berlutut di depanku dan mengambil buket yang tadi di hempasnya di lantai untuk di letakkan di meja. "Aku tak tahu apapun." aku melanjutkan ucapanku. "Matt, kau membuatku.... Takut."
Matthew mengecup bibirku pelan. "Sorry baby." Aku mengangguk lalu menyambut pelukannya dengan erat. Kemudian menatap buket bunga yang kini tersimpan di atas meja.
I'm sorry, Matthew. Sorry.
Aku berbohong kepada Matthew dengan senyuman. Pelukan dan ciuman dariku sungguh ampuh untuk menyembunyikan itu semua.
Aku tahu dengan jelas apa maksud dari kata sepatu itu. Aku juga tahu siapa yang mengirim buket bunga itu.
Semua masuk akal jika aku menggabungkan sebuah kalimat yang di bisikkan kepadaku beberapa menit yang lalu.
Tiket bioskop yang tersimpan di balik rak sepatu dan bunga mawar berwarna yang menandakan dress code yang harus ku gunakan nantinya.
Aku tersenyum kembali.
Tunggu aku Joseph. Aku yang akan datang kepadamu kali ini.
-end-
KAMU SEDANG MEMBACA
tied. (KARD)
Fanfiction{oneshoot} " .... Tapi, ayah sudah memberikan nama keluarga kami untuknya, Matt. Apa yang kau takutkan?" . J.Woo J.Seph x Jiwoo