❥ p a r t 05 🥀

6.2K 715 95
                                    

Malamnya mereka di suruh kumpul di lapangan untuk melakukan jurit malam, setiap anggota kelompok di tentukan oleh mentor.

Sialnya Alres gak sekompok sama Bani, dia pengen komen tapi yaudah lah ya mau gimana lagi? cuma game doang, ribet amat.

"Jadi siapa yang mau jadi ketua?" tanya salah satu dari mereka yang Alres gak tau namanya siapa padahal sekelas.

"Gimana kalo lo aja Res?" usulnya.

"Gue mah sesat, jangan deh."

"Tapi lo berani, kita butuh pemimpin yang kayak gitu."

Alres tertawa kecil, untuk pertama kali nya ada orang yang muji kesongongannya.

"Yaudah, tapi kalo kalah jangan nyesel."

Merekapun berjalan ke pos pertama yang di jaga oleh Fajar.

"Wahh khalifahnya keren juga." sindir Fajar saat ngeliat Alres berdiri paling depan.

"Cepetan mau nanya apaan? dah malem nihh, ngantuk."

"Jelasin materi yang tadi di jelasin Pak Doni." tanya sang kakak kelas sambil melipat tangannya di depan dada.

"Mana gue tau, gue kan tidur." balas Alres santai.

Fajar menyeringai, "Kok orang kayak gini di jadiin pemimpin sih?"

"Sorry bukan gue yang mau, tapi mereka yang milih."

"SEMUANYA JALAN BEBEK KE POS DUA!!"

Baperan banget kan? gitu aja ngambek. apalagi di ceburin ke sumur.

Alres ngerasa gagal jadi manusia kalo di suruh jalan jongkok kek gini, apa guna nya bisa berdiri?

Setelah sampai pos dua dengan nafas ngos-ngosan karna ngelewatin tangga, mereka di hadapkan dengan kakel yang cantik tapi buas.

"Jelaskan secara singkat materi yang tadi udah di terangin sama Azhar."

"Gue gak tau, pertanyaan pos satu aja kagak gue jawab."

"Yaudah tanya langsung ke orangnya, mumpung ada tuh." dagu runcing itu menunjuk ke arah Azhar yang lagi ngobrol sama rekannya.

Dengan terpaksa, Alres pun berjalan menghampiri sang ketua osis. jika bukan karna keselamatan anggota nya, mungkin ia akan lebih memilih untuk di hukum.

"Tadi lo ngejelasin materi apaan sih? gue lupa." tanya Alres to the point.

Azhar yang gak paham pun langsung nunjuk dirinya sendiri. "Lo nanya ke gue?"

"Bukan, ke pocong yang ada di belakang lo."

"Jangan sompral, nanti kalo di ikutin baru tau rasa."

"Udah tau gue nanya ke lo, masih aja nanya."

Azhar tersenyum karna berhasil bikin Alres kesel, "Tadi nanya apaan? gue gak denger."

"Tadi materi yang lo bahas tentang apa? gue lagi fokus dzikir jadi gak merhatiin."

Azhar pun kembali ngejelasin materi yang tadi siang ia sampaikan dengan sesingkat-singkatnya, Alres cuma ngangguk-ngangguk doang walaupun sebenernya gak bener-bener paham.

Alres kembali ke pos dua lalu menjelaskan apa yang tadi Azhar katakan, hingga akhirnya mereka lolos.

Di pos tiga, mereka di suruh membawa lilin yang gak boleh padam sampai mereka berada di pos empat.

Semua tangan mereka di pake buat nutup lilin biar gak ketiup angin, bahkan mereka berjalan dengan hati-hati dan akhirnya berhasil di pos terakhir.

"Okeh, untuk ketuanya, kamu harus nyari angka nomor kelompok masing-masing di dalam ruangan, waktunya 10 menit di mulai dari..., sekarang!"

Sebenernya Alres males banget kalo udah berhubungan sama yang gelap-gelapan, apalagi dia cuma di modalin senter bensin yang cahayanya redup banget.

Tapi lagi-lagi ia harus berjuang demi anggotanya, berat juga ternyata jadi pemimpin. Jadi dia yang nyesel sendiri.

Alres mencari di setiap sudut ruangan, mengecek di setiap kolong meja, namun yang ia temukan adalah bekas permen karet.

"Jorok, gilaa." 

Hingga netranya berhasil menagkap angka empat yang nyelip di penghapus papan tulis. Setelah berhasil memasukkannya ke dalam saku, Alres terdiam sejenak saat rasa sesak mulai menyerangnya.

"Kenapa harus sekarang sih?" gumamnya sambil menumpukan tangannya pada lutut.

Alres berusaha setenang mungkin agar nafasnya kembali teratur, ia memejam sejenak untuk menahan rasa sakit.

Ia tersentak saat seseorang menepuk bahunya pelan "Res, lo okay?"

Alres mendongkak saat Azhar udah berdiri di hadapannya.

"Lo punya asma? kenapa gak bilang??"

Azhar beneran kaget karena Alres nekat ikut gabung kegiatan yang sebelumnya hanya di sarankan untuk yang bener-bener sehat.

"Coba tegakin dulu badan lo, nafas yang bener. Tarik nafas.. buang secara perlahan."

Alres mengikuti intruksi dari Azhar sambil menggenggam tangan lelaki itu dengan erat. Ia melakukannya berulang kali hingga merasa lebih baik.

"Udah gak usah di lanjutin, mending lo istirahat aja."

Alres ngegeleng pelan, ia tidak mau anggotanya kembali di hukum karena ketuanya gak becus. "Gue pergi dulu, thanks."

Alres pun langsung berlari keluar untuk kembali ke posnya, masa bodo dengan kejadian tadi yang membuatnya hampir sekarat.

Kaki jenjangnya berhasil berada di sana saat durasi tersisa tiga menit lagi, kedatangannya di sambut hangat oleh teriakan para anggota yang langsung memberinya pelukan kilat.

"Good job, Bro!" teriak salah satu dari mereka sambil jingkrak2 gak jelas.

"Udah bereskan? gue mau ke toilet dulu." pamitnya yang langsung pergi dari sana.

Alres langsung berjongkok di lorong, menyandarkan punggungnya pada tembok. Kaki nya udah gak bisa di ajak kerja sama lagi.

Ia memukul dadanya pelan berharap dapat menghilangkan rasa sesaknya yang kembali datang.

Hingga seseorang dari arah depan menarik tangannya secara perlahan untuk berdiri dan membawanya pergi dari sana.

"Kenapa?" tanya salah satu petugas pmr pada Azharhar yang memasuki ruangan uks sambil ngerangkul Alres.

"Tolong buatin teh anget." suruhnya yang di balas anggukan kecil.

"Inhaler lo dimana?" tanya Azhar setelah membaringkan tubuh Alres di atas brankar.

"Tas."

Azhar langsung berlari keluar menuju aula, entah kenapa saat ini ia seperti menjadi orang yang kerasukan.

"Tas Alres yang mana?" tanyanya pada Bani yang lagi beresin isi tasnya.

"Ini, kenapa emang?"

Azhar gak ngejawab, dia langsung nyari bendanya dengan cepat.

"Asma nya kambuh?!" tanya Bani saat dia tau barang apa yang di cari Azhar.

"Sekarang dia dimana?"

"Lo istirahat aja, dia biar gue yang jaga."

"Tapi..,"

"Dia gak papa, percaya sama gue." setelah itu Azhar pun pergi meninggalkan Bani dengan perasaan gak tenang.

Azhar tidak pernah menyangka kalo dia akan sepanik tadi, ia pun tidak pernah merasakan setenang ini saat melihat Alres sudah terlelap setelah menyeprotkan inhaler nya beberapa kali.

Dan hal yang paling membuatnya tersentak adalah ketika Alres menggenggam tangannya agar ia tidak pergi dari tempatnya.



Cuma mau ngingetin, ini tuh Brothership yaa.
Bukan gay, yaoi, bromance, boylove atau semacamnya.

𝐏𝐫𝐞𝐭𝐞𝐧𝐝Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang