🐚Prolog

51 14 11
                                    

03.15 am

Drt.. drt.... drt...

Dengan mata terpejam tidurnya pun telah terusik dengan getaran dari handphone. Tangan nya terulur untuk meraba benda pipih tersebut disisi tempat tidurnya mencari sumber suara yang telah mengusik jam tidurnya. Mata nya sedikit menyipit setelah melihat nama dari sang pemanggil yang telah mengusik tidurnya dan langsung menjawab panggilan tersebut.

“Hallo? Iya yah kenapa?” ucapnya dengan nada sedikit lesu karena nyawa nya masih belum sepenuhnya kembali.

"…………"

“Haa?” dengan perasaan kaget setengah mati, “ini masih malam yah, besok juga ira mau sekolah!”

"………."

“Kenapa sih mendadak gini?”

“Iya aku nurut” dengan perasaan kesal gadis itu langsung mematikan sambungan teleponnya dan melanjutkan kembali tidur yang sempat tertunda.

***

Sekarang sudah pukul 06.00 pagi, gadis tadi masik asik bergelut dalam mimpinya. Namun siapa sangka kehadiran sang mentari justru  lebih menarik perhatian gadis itu untuk segera membuka kelopak matanya yang masih ingin terpejam.

Setelah beberapa menit terdiam untuk mengumpulkan nyawa nya yang sempat terbang dialam mimpi sana, gadis itu langsung beranjak masuk kekamar mandi untuk melakukan ritual mandi nya.

Semua perlengkapan sudah dimasukkan kedalam koper, tinggal menunggu pamannya datang untuk menjemput.
Disaat perjalanan menuju bandara pun ira tidak banyak bicara, karena ia merasa terlalu kaku untuk memulai pembicaraan. Walaupun sudah setahun ia tinggal disini dan dibantu oleh paman nya itu.

“Kamu tau kenapa kamu disuruh pulang sama ayah mu?’” ucap paman ira untuk memecahkan keheningan antar keduanya.

Setelah mendengar pertanyaan dari paman nya Amira segera menoleh kearah paman nya.

“I don’t know uncle. I had refused to go home, but my father forced me.”

“He just doesn’t want to be away from you anymore,” ucap paman Amira.

Tak habis pikir dengan ucapan paman nya, sambil menggelengkan kepala, “But wasn’t previously very enthusiastic when I wanted to study in this country,”

Paman nya hanya tertawa kecil ketika mendengarkan ucapan Amira, “Kamu tidak tahu ira seberapa sayang nya ayah mu itu."

“Hem.. ya aku tidak tau.” Ucap Amira sedikit lesu.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Abi, Umi?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang