Prolog

12 2 0
                                    

Gadis itu membungkuk, meraih buku yang tidak sengaja ia jatuhkan, akibat ulahnya sendiri, karena berjalan tidak hati-hati.

Ia melihat dan menatap sampul buku itu sekilas, ia tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.

Ia duduk sebentar, menyisahkan waktunya untuk mengingat masa-masa putih abu nya dulu. Perlahan, gadis itu membuka halaman terakhir dari buku catatannya.

28.04.2018
di tempat.

Dear Arka!

Hey. Lo kenapa sih? Gak pernah peka banget sama perasaan gua!
Gua udah jungkir balik, tanya sana sini, jongkok diri gak cape-cape. Cuman buat lo!
Ah sayang lo nya gak peka, gak seru tau!
Lo pikir enak di posisi ini? Ketika gua sayang lo, terus lo nya malah sayang dia?
Mantan bukan, tapi cemburunya gua tuh gak main-main. Hadeh, males banget sebenernya.
Arka....
Lo pikir enak tiap hari liat adegan-adegan romantis lo sama anaknya mpok Siti itu? Sakit cuuk, sakit. Sakit perut masih mending bisa dielus. Lah ini  sakit hati bos, bisa dielus juga dadanya? Ya kali!
Masa iya, tiap hari pas liat si Jamilah nganterin minuman sama makanan buat nyuapin lo, gua senyum-senyum sendiri. Enggak bambang, cemburuku gak sebaik itu.
Masa iya, tiap hari pas gua lewat taman, yang diliat muka lo berdua lagi cerita, ketawa haha hihi haha hihi. Terus gua langsung bisa bayangin kalo itu keindahan tamannya, ya kali segampang itu buat gua gak cemburu!
Gua mau berlagak puitis dulu, lo jangan ketawa kalo suatu saat baca!

aku mencintaimu. Aku menyayangimu. Bahkan, aku begitu giat memperjuangkanmu.
aku sangat terbiasa menunggumu. Aku selalu tidak sabar melihat senyummu. Bahkan, aku tidak pernah menyerah untuk selalu ada di  dekatmu.
Saat terakhir kalinya aku menemuimu. Aku lihat, kamu selalu tersenyum. Aku lihat, kamu selalu bahagia. Aku lihat, kamu selalu tertawa. Dan aku lihat, bukan aku yang menjadi alasanmu tertawa.
Ketika aku bertanya pada diriku sendiri, kenapa aku mencintaimu.
Aku, mencintai seseorang yang tidak bisa memberikan rasanya pada sembarang orang. Aku, menyayangi seseorang yang kasihnya tidak pernah bisa aku rasakan. Aku, selalu merindukan seseorang, yang rasa rindunya tidak pernah bisa kuungkapkan. Ini tidak aneh, banyak orang yang merasakan hal sama, yang aku rasakan. Banyak orang, yang berada di posisi yang sama denganku, bahkan lebih dari posisi yang tidak mengenakan seperti ini, haha. Tetapi, aku selalu tersenyum bahkan selalu menunjukan tawaku, dan aku selalu yakin, jika suatu saat, kamu akan membalas rasa yang aku tujukan kepadamu. Walaupun aku tahu. Kamu, bukan seseorang yang mudah mencintai dan melupakan seseorang yang sudah kamu cintai. Mungkin aku bodoh. Tetapi, itulah yang dilakukan cinta, ia tidak mengenal ke mana hatinya berlabuh, ke mana rasanya akan diberikan, di posisi mana orang yang ia cintai, dan dalam keadaan apa,  rasa itu  bisa muncul.
Aku tidak pernah marah, ketika kamu tidak bisa mewujudkan harapanku. Aku tidak pernah membenci, jika pada akhirnya, kamu memang benar-benar tidak bisa mencintaiku. Aku hanya sedikit kecewa, mengapa bukan aku saja yang berada di posisi gadis yang kamu cintai itu. Sudah lama sekali hal itu bukan.
Lalu? Bagaimana dengan keadaanku saat ini, apakah cintaku masih sama seperti dulu. Tidak, aku sudah tidak mencintaimu, bahkan untuk merindukanmu, aku sudah tidak lagi melakukan hal itu. Bukan, aku tidak membencimu. Aku tidak pernah berusaha untuk melupakanmu. Aku hanya cukup sadar. Jika, kamu memang tidak mencintaiku.
Aku ingat saat itu. Saat di mana, aku selalu melihatmu. Melihatmu tertawa, karena leluconnya. Melihatmu yang kehausan, dan dia memberikanmu minum. Melihatmu duduk di taman, dan dia bercerita tentang keluh kesalnya padamu. Andai, aku yang ada di posisi itu.

"Cemara Freya Sabrina!"

ekor matanya berhenti di pertengahan kalimat tersebut. Ia memalingkan wajahnya, mencari asal suara yang memanggilnya.

Panggilan dari orang tersebut membuat senyum tipis dibibirnya. Gadis itu menutup bukunya, dan melangkah pergi menuju seseorang yang telah memanggil namanya barusan.

"Kenapa sayang?" tanyanya sambil menyimpan buku yang tadi dibacanya ke dalam tas.

"Masih di sini? Mau pulang bareng gak?" tawar pria itu, ia kemudian langsung menggenggam tangan gadisnya erat, tanpa menunggu jawaban dari pacarnya tersebut.

"Kebiasaan kamu." pria itu tersenyum tipis. Ia menggandeng tangan pacarnya menuju parkiran kampus, dan memberikan helm pada gadis tersebut.

"Pake ini!" ujarnya. Gadis itu hanya mengangguk, kemudian memakai helm yang disodorkan pria itu kepadanya.

"Kalo kamu gak pake, seluruh kampus bisa liat kecantikan pacar aku!"

Rona merah terpancar jelas di pipi gadis tersebut. Sehingga dengan sengaja, ia menelungkupkan wajahnya ke tas.

Dan setelah itu, pria nya membelai rambutnya dengan lembut.

Senyum hari ini menandakan dirinya sangat begitu bahagia, bersama seseorang yang kini dicintainya. Ia tidak menyangka, kebahagian bisa ditemukan dengan mudah, bahkan selalu berada didekatnya. Tetapi, gadis itu tidak menyadarinya.

Memiliki pacar sepertinya rasanya sudah cukup. Dan memiliki masa lalu seperti Arka, juga  sangat cukup untuk dijadikan pengajaran olehnya.

Rasanya seperti baru kemarin ia menjalani masa putih abu. Dan kini statusnya sudah berganti menjadi seorang mahasiswi dari universitas terkenal. Masa-masa saat ini begitu menyenangkan. Dan masa putih abu juga tidak kalah mengasikan, bersama sahabat-sahabatnya yang tidak berada di satu universitas yang sama. Masa-masa itu terkenang kembali ketika ia membaca catatan terakhir yang ia tulis untuk Arka dulu.

Air mata menetes tepat di bawah pelupuk matanya yang sudah tertutup helm. Kekasih Ara tidak sadar, ia santai-santai saja ketika melajukan motornya menggunakan kecepatan sedang.

"Ada yang dulu sempat aku perjuangkan. Tetapi gagal untuk aku dapatkan. Dan ada yang memperjuangkanku mati-matian, tetapi tidak kuizinkan masuk ke dalam kehidupan."

"Dan kini aku sadar. Jika kebahagian bisa didapat tanpa perlu mendapatkan apa yang selalu dikejar, terlebih jika dirinya enggan untuk mempersilahkan."

"Dulu, saat aku di sana, aku merasa bahagia. Meski hatiku menangis, ketika aku bersama seseorang yang bahkan enggan untuk menyebut namaku."

"Dan saat ini, aku bahagia, bahkan pernah mengeluarkan air mata kebahagian. Bersama seseorang yang bahkan enggan menyebutkan kata berpisah agar keluar dari mulutnya."

"Semoga ketika Tuhan mempertemukan kita kembali, kita berada pada satu hal yang sama. Kamu tetap tersenyum. Dan aku pun tersenyum. Kamu berbahagia bersamanya, dan akupun tidak kalah bahagia bersama pilihanku setelah dirimu."

"Aku tidak menyangka jika kesalahan yang pernah kuciptakan ketika bersamamu, bisa semanis ini."

"Aku menyukai luka itu, mungkin itulah sebabnya kenapa aku bisa sebahagia ini sekarang."

"Semoga, orang yang bersama kita saat ini. Bisa bersama kita sampai nanti."

My sweet mistake.
27 juni 2015.

My Sweet MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang