Conspiracy

7 1 0
                                    

Gelagak tawa yang menghiasi kedai kopi terhosor sejagat raya pun menjadi perhatian orang-orang sekitar. Mereka merasa aneh dengan kedua laki-laki yang bertingkah konyol di depan teman laki-laki lain, tepatnya berada di hadapan mereka.
“Shut up! Kalian memang gak malu apa? Ini di-“
“Iya gue tahu kok. Kau tenang saja Diego. Muka kami berdua memang sudah tebal. Dan siap untuk dijadikan meme oleh para admin-admin kocak instagram. Iya gak Niel?”
“Yap! Karena kita akan mendukung kau. Kami akan menghibur kau. Dan tentu itu tidak gratis.” Daniel terkekeh kemudian.
Diego yang sudah lazim dengan kedua karibnya pun, tidak merasa sakit hati—jika mereka bilang seperti itu. Karena berkat meraka juga, aksi semalam berlangsung mulus. Semua gaya-gaya yang dilakukan oleh Diego, merupakan asupan-asupan dari kedua temannya.
“Gimana? Tokcer ‘kan lu semalem?” kata Filan dengan nada yang menurun. Dia juga tahu apa yang seharusnya diumbar dan tidak harus diumbar.
“Bilang apa ke kita hah?!”
Alih-alih menanggapi kedua temannya itu, Diego malah melontarkan senyum dan dilanjut kekehkan. Karena ekspresi kedua temannya lah, yang membuat Diego sore ini terhibur.
“Malah cengengesan ini anak. Minta ditabok juga ya,” ujar Filan. Lalu pria itu menyesap kopi yang sudah dipesannya tadi.
“Cerita-cerita. Gimana? Berapa ronde dan berapa gaya yang lu lakuin?” timpal Daniel dengan nada yang menurun juga. Dan bahunya pun semakin mendekat dengan Diego. Menuntut pria itu untuk bercerita.
Diego tersenyum simpul. Lalu bercerita pelan tapi tandas, kalau dirinya telah melakukan beberapa ronde dan gaya. Hingga durasinya pun tak terduga olehnya.
“Serius empat jam?” Daniel berbicara sambil mengangkat tangan, dan membentangkan keempat jarinya. “Durasi lu hebat juga ya.”
Filan yang menyimak, hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia tidak menyangka saja, kalau temannya bisa sesukses itu.
“Lu sebelum praktek, minum obat kuat berapa pil?” tanya Daniel lagi.
“Gue gak pakai pengaman dan pil sama sekali.” Diego tersenyum miring. “Karena gue memuncratkannya di luar.”
Dan lagi-lagi kedua temannya hanya bisa geleng-geleng kepala. Mereka sungguh tidak menyangka, kalau Diego yang awalnya pendiam, lugu, dan lunglai pun lebih hebat daripada mereka.
Sementara Diego membisu, lalu menyeruput kopi favoritnya: White Chocolate Mocha. Dan setelah itu menatap kedua temannya secara bergantian. Seperti anak kecil yang celingukan pada saat kesasar di mal.
“Gue gak nyangka juga sih. Kalau si Indri kuat elu bor dalam waktu empat jam.” Ujar Daniel, lalu pria itu meminum kopinya juga.
“Bukan Indri yang gue tiduri semalam.”
Daniel yang masih menempel bibirnya dengan ujung sedotan pun, menahan untuk menyemburkan kopinya itu. Dan Filan tercengang dengan pernyataan yang Diego ungkapkan.
“Serius lu? Terus siapa yang elu tiduri semalam ‘Anjir’ ... Sumpah sih, elu hoki jadi cowo. Elu dapet cewe yang kuat seperti itu.” Oceh Filan percaya tidak percaya.
Ketika Diego hendak berucap, namun Daniel menginterupsinya dengan membentangkan kelima jarinya.
“Sebentar, elu percaya dengan si king of drama? Elu inget ga? Kalau orang ini tuh, pernah berbohong pada saat itu.” Ujar Daniel pada Filan.
“Serius. Gue bahkan punya kontak teleponnya. Dan suatu saat, gue bakal ajak cewe itu ke luar negeri.” Kata Diego, sambil menyerahkan ponselnya.
Baik Daniel maupun Filan pun tercengang kembali. Mereka benar-benar tidak percaya setelah melihat kontak telepon beserta fotonya di aplikasi chat milik Diego. Ditambah, dengan pernyataan Diego yang akan membawa Nisa ke luar negeri, tentu itu membuat kedua temannya semakin bingung sekaligus mengira kalau Diego itu berbohong, dan mengira juga Kalau perempuan itu polos, mau-mau aja diajak oleh pria bejat seperti Diego.
“Ceweknya cantik bukan main.” Ujar Daniel sambil menge-zoom foto Nisa. Dan Filan hanya melihat dari sisi kiri Daniel.
“Hoki juga sih ini cewe. Bisa mendapatkan pejaka seorang Diego.” Cicit Filan, lalu pria itu terkekeh.
Dan tak lama kemudian, Diego meraih ponselnya dari genggaman Daniel. Lalu pria itu mematikan layar ponselnya dan menaruh di atas meja.
Daniel dan Filan saling pandang memandang. Lalu tatapan mereka kembali ke arah Diego yang sedang memainkan kedua alis tebalnya dengan jenaka.
“Gila! Padahal Indri juga cantik dude. Kenapa elu milih perempuan itu buat menyalurkan hasrat elu?”
“Itu adalah pertanyaan terbodoh yang gue dengar, Fil.” Jawab Diego sekaligus mencibir.
Sementara orang yang dicibirnya itu hanya terdiam dan membisu. Bukan karena sakit hati akibat perkataan Diego, ia hanya masih terheran-heran aja dengan apa yang telah terjadi pada salah satu karibnya ini.
“Itu gimana ceritanya bro? Kok bisa sih, cewe itu jadi santapan malam lu. Dan jago juga dia dalam bermain ranjang.” Daniel memegang dagunya, mengelus-elus anak rambut yang baru saja dipotong.
Diego menghembuskan napas panjang. Dengan nada standar dan tandas, pria itu menceritakan kronologi yang terjadi. Mulai dari kebodohannya yang langsung saja membawa perempuan tepar dari mobil sedannya. Lalu dia tidak sadar juga, kalau itu bukan Indri, melainkan perempuan lain. Dan berhubung hasratnya sudah mencuat, jadi ia santap-santap saja—tanpa berpikir panjang.
“Dan reaksi si cewe gimana? Pada saat dirinya tahu—bakal dibor?” tanya Filan.
Sementara Daniel terdiam, karena pertanyaannya tersalurkan.
“Dia mau-mau aja. Asalkan gak hamil.” Diego menyesap kembali kopinya hingga seperempat—hampir habis. “Dan gue tahu betul, kalau perempuan tidak bakal hamil jikalau si sel telurnya tidak dibuahi.”
Daniel dan Filan mengangguk paham. Dan mereka juga tahu, kalau sahabatnya ini memiliki daya tarik yang luar biasa. Jadi, wanita mana yang tidak tertarik oleh Diego toh?
“Dan elu yakin kalau perempuan itu enggak bakal hamil?” tanya Daniel.
“Yakin. Karena gue hafal betul, kalau gue gak memasukkan.”
“Shut up! Jangan disebut. Oke, kami percaya,” potong Filan. Dan itu disetujui oleh Daniel.
Sementara Diego. Dia tertawa puas dengan apa yang telah ia sampaikan, kepada kedua teman kepercayaannya.
Mereka pun membahas topik lain. Otomotif, kerjaan hingga rencana liburan bersama. Karena mereka sudah lama tidak berlibur bersama-sama lagi. Dan sungguh, itu adalah momen yang paling mereka rindukan.
“Kapan-kapan, kita touring motor ke derah Jawa Tengah. Ke Bandung terus, gue bosan.”
Itulah yang dicetuskan oleh Daniel. Karena ia memang memiliki jiwa traveling yang tinggi. Begitu juga dengan Diego, dia juga memiliki hobi yang sama dengan salah satu temannya itu.
“Oh ya, be the way. Balik lagi ke topik awal nih.”
Diego dan Daniel melongo. Mereka juga sedikit kesal, kerena tidak bisa menyesap kembali—kopi mereka. Sebab, tinggal sedikit lagi. Lalu mereka memutuskan untuk diminum nanti.
“Gimana dengan perasaan si Indri bro? Dia ‘kan lu tinggal diparkian semalam.” Ujar Filan.
“Entah. Kata ade gue sih, dia nangis di parkiran mobil. Tapi, hari ini, gue udah janjian kok dengannya.” Diego berusaha untuk merileksasikan diri.
“Gue yakin sih. Kalau si Indri tahu, dia pasti nyanyi ... Meski ku bukan yang pertama, di hatimu tapi, cintaku terbaik... Untukmu.”
“Sialan, kenapa malah nyanyi?” Diego menatap Filan kesal.
“Tau. Lagu Cassandra lu pake lagi.” Timpal Daniel, ia juga ikut-ikutan kesal kepada Filan.
“Katanya kamu janji akan setia. Tapi kamu telah mendua, mengkhianati cinta...”
“Begonya kumat!” cibir Diego.
“Shut up Fil! Lu kenapa nyanyi mulu dah. Mending kalau suara lu enak,” cicit Daniel.
Filan pun berhenti menyakikan lagu dangdut itu. “Oke-oke. Tapi, nyadar gak sih lu Dude. Kalau elu telah menyikiti cewe polos kayak Indri. Sumpah, gue kasian sama cewe itu.”
Diego juga tahu hal itu. Dan memang pacarnya itu super polos. Makanya dia sedikit ragu untuk menikahi Indri sebagai syarat menjadi CEO maupun Founder. Dia tidak suka sama perempuan yang terlalu lunglai.
“Ya gimana? Semuanya sudah terjadi dan tidak ada waktu yang harus dan bisa diputar kembali. Hanya sebatas memori yang tertera dalam pikiran. Menjadi kenangan terindah yang pernah ku rasa.”
“Damn! Sejak kapan sobat gue jadi puitis.” Daniel tertewa puas setelah mendengar ocehan Diego yang menurutnya alay.
“Sejak gue jatuh cinta. Sepertinya.” Sahut Diego sambil mengedikkan bahunya. “Sudahlah, gue mau temui Indri dulu. Ada waktu dua puluh menit untuk tepat waktu. Good bye dude!”
Diego menyesap kopi dan meninggalkan para komplotannya itu.

To Be Continue~

Love ExchangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang