"Pagi Lia, tumben bangun nya pagi banget."
Kakak ku, Rosé, menyapa dari tempat nya di meja makan. Seperti biasa, ia sudah rapih mengenakan seragam nya dengan handphone di tangan nya.
"Pagi, kak. Kan sekolah ya bangun nya pagi lah," kata ku seraya mengambil roti yang ada di meja makan.
Rosé tertawa. "Biasa nya aja kalau pun sekolah tetep bangun siang. Kan kamu telat terus ke sekolah."
Aku menatap kakak ku dengan sinis, lalu perlahan tersenyum. Memang dia tahu betul dengan kebiasaan ku.
Rosé tertawa lagi. "Tuh kaan. Kakak tahu, kakak bener. Ada acara apa nih bangun pagi pagi? Mau liat cowok yaa."
"Apa siih. Nggaak. Si Prima ngajak berangkat lebih pagi, katanya biar bisa ngobrol dulu di sekolah."
"Iyain aja deh. Kamu tuh ga pinter bohong dek," katanya sambil kembali memainkan handphone nya.
Aku memutar bola mataku. "Ya udah, aku berangkat ya kak! Dadah!" Sahut ku sambil keluar pintu rumah.
Setelah menutup nya kembali, aku berjalan keluar pagar dan menuju sekolah.
"Pagi Liaa!" Teriak seseorang di belakang ku.
Aku menoleh dan melihat Dino sedang melambai dari jendela kamar nya.
"Pagi, Chan! Cepet ke sekolah kau, keburu di samperin sama kakak kakak mu!"
Dino memajukan bibir nya. "Males banget. Dingin, mending tidur sambil selimutan."
"Eh, tapi kalo sampe di samperin..." Dino menggeleng kan kepala nya lalu, dengan terburu-buru, pergi dari jendela sambil berteriak 'TIDAK!'
Aku tertawa dan melanjutkan perjalanan ku ke sekolah.
Sesampainya di sekolah, aku langsung di sapa dengan Prima yang menunggu di depan kelas ku.
"Nah! Akhirnya lu dateng juga," sapa nya.
"Apa? Kenapa? Tumben nungguin depan kelas, biasa nya juga nge chat dulu."
Prima tertawa. "Emang tahu bener lu kebiasaan gua. Temenin, Li," kata nya sambil menggenggam tangan ku.
"Eh eh, bentar duluu. Aku naro tas dulu."
Prima melepaskan tangan ku. Aku pun masuk kelas dan menaruh tas ku di meja ku lalu keluar lagi untuk bertemu Prima.
Ia kembali menggenggam tangan ku, dan membawa ku ke lapangan basket. Kebiasaan.
Setelah mendapatkan tempat duduk, Prima mulai men stalk kakak kelas kami, Ten.
"Li, liat, Li. Ganteng banget ga siih kak Ten tuh. Pinter lagii, emang idaman banget."
Aku hanya mengangguk. Sementara kuping ku sibuk mendengarkan ocehan, Prima, tangan dan otak ku sibuk dengan percakapan ku dengan Dino di handphone.
Ia mengirim vidio salah satu kakak nya yang terpeleset di depan kelas nya ketika hujan.
Aku tertawa kecil, dan mulai mengetik sebuah respon ketika Prima berkata,
"Li, lu dengerin gua gak sih?"
Aku menoleh ke arah nya dan mengangguk.
"Emang tadi gua ngomongin apa?" Tanya nya sembari mencoba melihat isi handphone ku.
Aku mematikan handphone ku dan memasukkan nya kedalam kantong. "Kak Ten idaman semua perempuan kecuali aku."
Prima mengangguk. "Heran sih gua. Kok bisa lu ga suka sama cowok seganteng sama sepinter kak Ten."
Aku hanya tersenyum dan memutar bola mata ku. "Ada kali yang lebih pinter dari dia," gumam ku.
Prima tertawa mengejek. "Siapa? Si Felix itu? Li, gua tahu lu suka ma dia, tapi semua orang juga tahu Kak Ten lebih pinter dari dia"
Aku membulat kan bola mata ku. "Jangan kenceng kenceng, Prima! Dia lagi disitu..."
Prima tertawa. "Santai aja, Li. Ga kedengeran kok."
Aku memutar bola mata ku. "Ya emang sih. Lagian aku juga bukan ngomongin tentang Felix."
"Terus siapa?" Prima bergerak mendekati ku. "Ada cowok lain selain Felix kah yang berhasil memikat hati seorang Lia?"
Aku tertawa. "Segala. Bukan laah. Dia itu tetangga ku, temen ku dari kecil."
"Siapa dia? Kok gua ga pernah di ceritain? Dia ke sekolah ini? Kok gua ga pernah ketemu?"
"Ngapain juga aku cerita ke kamu?" Kata ku dengan malas. "Dia nggak sekolah disini deh pokok nya."
Aku mengecek jam di handphone ku dan berdiri. "Aku mau nge balikin buku dulu ke perpus, terus langsung ke kelas. Jangan nyariin yaa."
Prima hanya memutar bola mata nya dan berkata, "dasar kutu buku" lalu kembali menonton Ten dan kawan kawan nya bermain basket.
Setelah mengembalikan buku, dan meminjam yang baru, aku kembali ke kelas ku dan memulai kembali percakapan ku dengan Dino sampai bel masuk berbunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Youth
FanfictionMau mendengarkan cerita mereka? Tentang dua sosok anak dara. Dimana mereka berada sedang pada masa mencari jati diri. "𝐌𝐲 𝐲𝐨𝐮𝐭𝐡, 𝐦𝐲 𝐲𝐨𝐮𝐭𝐡 𝐢𝐬 𝐲𝐨𝐮𝐫𝐬." [𝙔𝙤𝙪𝙩𝙝 𝙗𝙮 𝙏𝙧𝙤𝙮𝙚 𝙎𝙞𝙫𝙖𝙣]