Langit

26 5 0
                                    

Yeseul menghela pelan, melepaskan kacamata menatap kedua siswa laki-laki yang duduk dihadapannya sembari mendudukkan kepala. Dilipatnya tangannya di atas meja, memandang keduanya bergantian. "Apa masalah kalian sampai berkelahi seperti itu?" Ia berujar, bertanya dengan tenang. "Angkat kepala kalian," ucapnya lagi hingga kedua siswa di hadapannya mengangkat wajah perlahan, menatapnya ragu.

Melihat kedua wajah siswanya yang lebam, terluka, tergores, membuat Yeseul kembali menghela napas. Masih pagi begini sudah ada yang membuat masalah. Rasanya tidak ada hari tanpa berceramah di ruang konseling semenjak Yeseul mulai mengajar. Setiap hari selalu ada masalah yang masuk ke dalam ruang konseling dari anak-anak yang berbeda, dari ruang kelas yang berbeda. Baru saja dia selesai berhadapan dengan anak-anak berisik saat mengajar sejarah.

"Lihat, dari tadi saya berbicara sendiri tanpa ada yang mau menjawab." Ia mendesah pelan, entah kenapa anak-anak suka memperlambat segalanya. Padahal kalau langsung menjelaskan mereka bisa langsung keluar tanpa berlama-lama diintrogasi seperti ini. "Sewaktu berkelahi tampak hebat, langsung saling menerjang tanpa ampun. Sekarang malah diam membisu seperti patung." Lagi-lagi Yeseul menghela pelan. "Silahkan keluar sekarang, menghukum kalian hanya bunag-buang waktu untuk belajar. Kalau terulang, orang tua kalian akan dihubungi."

Siswa yang duduk di sebelah kanan langsung berdiri dan melangkah keluar begitu saja, Yeseul memandanginya sampai ia menghilang dari balik pintu yang kini kembali tertutup. Pandangannya lantas beralih kepada siswa yang masih bergeming menundukkan kepala sembari menautkan jemari di hadapannya. Ia menautkan kedua alis. "Kau tidak masuk kelas?"

"Ssaem," Ia berucap pelan sembari mengangkat wajah, menatap ragu ke arah Yeseul yang menantinya berbicara. Mengulum bibir, lantas mengalihkan pandangan. Enggan melanjutkan. Sesaat kemudian ia menggeleng dan bangkit dari duduknya. "Saya permisi."

Yeseul menghela pelan. "Jung Dae Yeon," panggilnya, membuat siswa laki-laki itu menghentikan langkah menatap takut kepada Yeseul. Diperhatikannya wajah Dae Yeon lama, tatapannya berubah menjadi teduh dengan seulas senyum tipis. "Aku selalu disini kalau kau mau mengatakan sesuatu."

Tanpa mengatakan apapun lagi, Dae Yeon lantas langsung melangkah keluar dari ruang konseling. Yeseul menyenderkan tubuh sembari menghela pelan, pandangannya kembali di arahkan kepada pintu ruangan yang baru saja tertutup mengiringi keluarnya Jung Dae Yeon. "Apa yang dia rasakan sampai terlihat sulit untuk bercerita?"

Gadis itu menggeleng pelan, menegakkan tubuh meraih kembali kacamatanya di atas meja kembali menyematkan kacamata itu pada wajah dan meraih buku di samping meja, membuka dan mengembalikan fokus pada bacaannya yang sempat tertunda tadi.

"Park Yeseul,"

Sontak gadis itu kembali menoleh, melepaskan fokus pada bacaan setelah mendengar namanya diserukan yang diiringi dengan suara pintu ruangan yang terbuka. Yeseul mengedip sekilas, mendapati seorang wanita paruh baya yang juga guru disana menatapnya dari ambang pintu. Yeseul lantas menaikkan alisnya. "Iya, Kim Soo Young seonsaengnim?"

"Bisa gantikan aku mengawasi kelas dua belas?" Kim Soo Young menatap penuh harap dari ambang pintu di sana. "Aku ada urusan di kantor yayasan pusat."

Yeseul mengangguk, sampai Kim Soo Young kembali menutup pintu setelah mengucap terima kasih dan ketukan hak nya di lantai terdengar hingga ia melangkah pergi, Yeseul menghela pelan kembali menyenderkan diri. "Harusnya aku diberi gaji lebih."

Menutup kembali bukunya, Yeseul lantas beranjak melangkahkan kaki keluar dari ruang konseling yang sudah seperti ruangannya sendiri. Suara hak nya terdengar mengetuk pada lantai marmer gedung mengiringi langkahnya.

Seketika ia menghentikan langkah, matanya menyipit menatap ke arah ujung koridor. Mendapati tiga orang siswi perempuan terlihat melangkah terburu-buru menuju ke arah tangga darurat. Ia kembali menghela pelan, kembali melangkahkan kaki mengikuti langkah anak-anak itu.

Berbelok ke kanan, kakinya melangkahi satu persatu anak tangga, hingga menemukan sebuah pintu besi yang terbuka yang langsung mengarah kepada rooftop gedung.

Dilanjutkannya langkahnya sembari melemparkan pandangan ke sekeliling. Mendapati tiga orang siswi perempuan yang tadi tengah bercengkrama di antara tumpukan bangku-bangku tak terpakai sembari menghisap rokok elektrik.

Yeseul membenarkan letak kacamatanya sembari berjalan mendekat. Siswi-siswi itu menyadari kehadirannya, langsung mematung di tempat beradu tatapan dengan Yeseul yang kini sudah berada tepat di hadapan mereka.

"Kim Soo Ah, Yoo Hyerin, dan Park Tae Ra." Ditatapnya satu persatu anak muridnya itu. "Ikut ke ruang konseling sekarang."



***

Kim Namjoon melangkahkan kakinya menyusuri jalan setapak bersemen yang diapit oleh rerumputan hijau segar. Sembari menyesap kopinya, ia mengamati ke sekitar taman yang dikelilingi oleh pohon-pohon. Ia membenarkan topi, menghalau sinar matahari sore terlalu menerpa wajah. 

Menghentikan langkah, Namjoon beralih melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Ia teringat akan janji untuk bertemu dengan Yeseul yang dia buat sore ini. Kembali menyesap kopinya, Namjoon memutar badan, berbalik melangkahkan kaki. Ia mengubah lokasi pertemuannya dengan Yeseul di suatu tempat masih di dalam taman tempat ia berada sekarang.

Kakinya terus melangkah, hingga menemukan sebuah bangku cokelat di bawah sebuah pohon rindang di sisi taman. Lelaki itu mendudukkan dirinya disana. Gelas kopi ditangannya ia letakkan di sampingnya. Lantas menyandarkan tubuh dan meluruskan pandangan ke depan yang dipenuhi oleh hamparan rumput. Kedua tangannya saling menggenggam di depan, sementara pandangannya pun lurus ke depan, ia menarik napas dalam-dalam, menghirup udara segar dari pepohonan mengisi rongga paru-paru.

Wah, menyenangkan. Sudah lama rasanya ia tidak berjalan-jalan seperti ini saking sibuknya dengan pekerjaan. Kepalanya menengadah, mendapati awan-awan berarakan di bawah langit biru. Sedikit menyipitkan mata sembari mengulas senyum, menampilkan lesung pada pipinya.

"Langitnya cerah, padahal musim panas sudah berakhir."

Namjoon terkesiap, segera dibenarkannya duduknya. Menoleh, mendapati Yeseul yang sudah duduk tepat di sampingnya dengan kepala menengadah memandangi langit di atas sana.

"Ah, kau sudah datang rupanya."

Gadis itu melepas pandangannya dari langit, berganti ke arah Namjoon di sampingnya. Menaikkan alis sembari mengulas senyum tipis. "Kau memang suka beradu tatapan dengan langit atau sedang mengeluh pada Tuhan?"

"Aku diciptakan lebih dari cukup, apa yang harus kukeluhkan?" jawab Namjoon sambil terkekeh pelan.

"Barangkali." Yeseul mengidikkan bahu. "Manusia kan selalu punya alasan untuk mengeluh."

Namjoon kembali mengulas senyum tipisnya, menghela pelan sebelum menjawab, "Kalau tidak menyadari apa yang ada dalam diri kita untuk disyukuri dan lebih memilih mengeluh, sekalian saja Tuhan mengambil segalanya dari manusia itu agar bisa mengeluh sepanjang hidup."

Yeseul diam sejenak, menautkan kedua alis membiarkan kepalanya mencerna perkataan Namjoon barusan. Sebelum sesaat kemudian tertawa kecil karenanya.

"Bagaimana murid-muridmu?" Namjoon menoleh menatap Yeseul sembari menaikkan alis.

Mendengar pertanyaan itu membuat Yeseul otomatis mendesah pelan.  Diluruskannya kakinya ke depan. Mengerucutkan bibir ke samping. "Mereka cuman butuh bimbingan lebih banyak."

Lelaki itu menganggukkan kepala. "Mereka harus mempersiapkan masa depan."

Yeseul kembali terdiam, mengalihkan pandangan menjadi lurus ke depan. Apa masa depan anak muridnya bergantung pada didikannya di sekolah?

.
.
.
tbc





Trivia | Our MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang