"wahai kalian kaum muda!
Dengarkan lah nasehat orang tua kalian!
Sebab mereka sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih daripada kalian!"-TFcID-
Rejang Lebong, Bengkulu.
Reza Sujatmiko mengucapkan salam saat membuka pintu sebuah rumah yang tidak begitu besar tetapi terlihat sederhana dengan cat berwarna putih, setelah melaksanakan shalat subuh di masjid terdekat.
Dia langkahkan kaki masuk kedalam rumah, terdengar suara bising-bising di dapur membuatnya berjalan kearah sana setelah mengganti pakaian dengan yang lebih santai.
Terlihat wanita umur empat puluh tujuh tahun tersebut sedang sibuk berkukat di dapur, tangannya terlihat mahir memotong sayur, menumisnya. Tangannya hanya dua tetapi dalam waktu singkat atau bersamaan bisa menyelesaikan tugasnya sampai dua atau lebih.
"Mama, Reza bantu ya." tawarnya melangkah mendekat kearah wanita tersebut setelah takjub beberapa saat.
wanita tersebut adalah wanita yang sangat dia sayangi, wanita yang telah melahirkan sosok laki-laki rupawan ini. Namanya adalah Nurlaela akrab disapa dengan panggilan Ibu Ela.
Ibu Ela melihat sebentar kearah Reza sebelum kembali fokus pada masakannya, memasuki sedikit garam dan sasa pada tumis bayam yang sedang dia buat.
"Tumben nawarin duluan," cibir Ibu Ela membuat Reza menghela nafas pelan.
Ini nih Mama, giliran aku lagi mau membantunya -inisiatif sendiri- malah dicibirin, coba saja kalau aku tidak bantu pasti omelannya akan panjang.
"Mama gimana sih? Bantu gak bantu salah. Reza bingung jadinya."
"Ulah osok di pikir-pikir, kitu wae repot." suara sundanya mulai keluar, berarti sebentar lagi pasti ngomel gak sudah. (Gak usah dipikir, gitu aja repot.)
Ibu Ela ini orang sunda, dia dari Bandung. Katanya dulu, orang tuanya merantau ke Bengkulu hingga sekarang menetap disana tetapi satu tahun lalu Ayah dari Ibu Ela memilih tinggal di Bandung bersama Anak-anaknya yang lain, setelah Istrinya meninggal beberapa tahun yang lalu.
Jadi mereka menjenguknya dua bulan sekali atau setengah tahun sekali. Biasa, biaya adalah faktor utama untuk berpergian.
"Kalilaan jomblo koskieu jadi na. Inget umur anjen entos asup dua puluh opat taun, entos cocok janten caroge sareng minantu jalmi lain." celetuk Ibu Ela dengan bahasa sunda khasnya.
(Kelamaan jomblo begini jadinya. Ingat umurmu sudah masuk dua puluh empat tahun, sudah cocok jadi suami dan menantu orang lain.)
Ibu Ela ini memang lain dari yang lain kalau mengomel sama Anaknya pasti pakai bahasa daerah.
"Belum ada jodohnya juga," gumam Reza sedikit kesal. Bagaimana tidak yang ditanya pasti tentang dia yang tidak punya pasangan, tidak jarang Mama nya itu mengajak dia untuk ikut ke arisan yang sering diadakan didaerah tempat mereka tinggal atau bahkan diluar daerah.
Jangan kalian pikir Reza tidak tau apa yang dimaksud oleh Mamanya itu, dia tau banget. Wanita tersebut pasti ingin mengenalkan Anak keduanya ini kepada temannya yang mempunyai Anak gadis.
Mama kira aku ini barang apa? yang ditawar sana sini. Reza mengeram kesal mengingat hal tersebut.
"Tuh se'er nu ngantri hoyong sareng anjen, setiap dinten na aya wae anu ka dieu, sareng bawaan saeukeur anjeun. Kadang emameun, kadang sayureun atanapi anu benda-benda. Atanapi hoyong pilih-pilih." celoteh Ibu Ela, sudah pasti urusannya akan panjang. (Tuh banyak yang ngantri mau sama kamu, setiap harinya ada aja yang kesini dengan bawaan untuk kamu. Kadang makanan, kadang sayuran atau bahkan benda. Kamu aja yang pilih-pilih.)
Ayo lah siapapun bantu aku, ingin menggerutuk tapi takut dosa.
"Ya Allah, Ma. Dikira cari pasangan seperti cari baju gitu. Cari baju aja masih harus pilih-pilih dulu, begitupun cari pasangan gak sembarangan," alibinya secara logis. Walaupun Mama nya mengomel dengan bahasa sunda, Reza tetap pakai bahasa indonesia, bukan karena tidak bisa hanya saja dia sudah terbiasa.
"Betul tuh, kata Anakmu. Mama jangan desak-desak Reza terus, nanti dia malah kawin lari lagi." suara canda yang terdengar serius tersebut mengalihkan pembicara antara Anak dengan Ibunya.
Reza awalnya bersyukur karena ada yang membela tetapi mendengar ucapan terakhir membuatnya berdecak sebel. Ya, walaupun dia tau hanya bercanda tetapi nada bicaranya itu lho masih sama serius.
Memang dasar Ayahnya seperti itu.
Suara tadi adalah milik dari Bagas Prabaswara atau akrab dengan panggilan Pak Bagas, lelaki yang lahir di yogyakarta dan besar dikabupaten ini. Lelaki yang menafkahi dan mendidik Reza sampai sebesar ini.
"Udah pulang, Yah?" basa basi Reza pada Ayahnya yang baru pulang dari masjid, padahal memang sudah basi.
"Gak!" bukan Ayahnya yang menjawab tetapi Mamanya. "Kamu ini, kalau Ayah belum pulang berarti dia gak disini masih di masjid."
Reza menggeram mendengar ucapan Mamanya. Dia hanya ingin lebih dekat dan pengertian saja.
"Udah lebih baik makan dulu," ucap Sang kepala keluarga sambil menarik kursi dan menduduki bokongnya disana.
Reza menatap Ayahnya jenga, tentu saja makan adalah hal utama bagi Ayah apalagi masakan Mamanya pasti dia tidak akan menolak, kata Ayah, "sebab masakan Mama mu adalah masakan paling nikmat yang pernah Ayah makan." Padahal kadang masakannya keasinan atau tidak ada rasa, tetapi Ayah tetap memuji nya.
Ayahnya pernah bilang kepadanya, "apapun masakan Istrimu, bagaimanapun rasanya jangan dihina. Bila tidak sesuai dengan lidahmu tetaplah puji dia katakan, 'bahwa masakan dia paling enak yang pernah kamu makan.' sesungguhnya wanita itu suka dipuji tetapi tidak berlebihan."
Reza akan selalu mengingat perkataan Ayahnya tersebut. Laki-laki tersebut tersenyum kecil memandang kearah Ayah dan Mamanya, hanya kurang satu dimeja makan ini. Kakak perempuannya, sudah menikah, sudah mempunyai keluarganya sendiri, sudah jarang berkumpul dengan mereka kembali.
Ibu Ela menatap putra nya yang menghela nafas berat, seakan-akan mengetahui apa yang dipikirkan oleh Putranya. Dia beralih jalan kearah Reza, ia tersenyum lembut menepuk pelan pundak Putranya.
"Nanti juga kamu sama seperti Kakakmu, meninggalkan Ayah dan Mama dirumah ini, membangun rumah tanggamu sendiri."
Reza memandang Mamanya dengan pandangan tidak rela.
Hah! Haruskah?
Tetapi dia enggan untuk meninggalkan mereka berdua.
"Kamu tidak akan terus sendiri seperti ini, tidak akan selalu bersama kami. Jangan memandang kami dengan pandangan itu, kamu harus tau Reza, Ayah dan Mama dulunya sama seperti kamu. Tidak rela, terlalu enggan meninggalkan orangtua kami, tetapi setiap Anak pasti akan meninggalkan rumah mereka apalagi Anak perempuan yang akan mengikuti kemana Suaminya."
Ibu Ela kembali menjelaskan semua hal kepada Putranya, dia tersenyum lembut mengusap puncak kepala Reza seperti waktu kecil dahulu.
"Betul ucapan Mama mu, kamu juga harus mengetahui bahwa sebagai laki-laki, calon Suami, calon Ayah, kamu akan memiliki tanggung jawab yang besar." Pak Bagas menjeda ucapannya, Reza bisa berpikir bahwa Ayahnya akan berbicara panjang apalagi soal menasehati dia, dia senang dengan hal tersebut, dia senang bila ayahnya menasehatinya.
"Hanya satu yang ingin Ayah ingatkan kepada kamu, bila suatu hari kamu menikah, sudah memiliki Istri. Perlakukan lah dia dengan sebaik-baiknya, jangan jadikan dia sebagai pembantu yang hanya membersihkan rumah dan merawat kamu. Jangan beranggapan bahwa dia hanya ibu dari anak-anakmu. Tetapi jadikanlah dia sebagai wanita mu, yang akan menemanimu sampai kamu menutup mata."
Reza mengangguk tegas, pasti! Pasti dia akan mendengarkan ucapan Ayahnya. Pasti dia akan melakukan, melaksanakan nasehat Ayahnya.
"Nanti dilanjutkan lagi, hari udah mulai siang, sarapan udah mau dingin." suara Ibu Ela terdengar, memecahkan keheningan beberapa detik dikeluarga kecil tersebut. "Kamu juga Reza bukannya mau ngusir burung ya?"
Reza mengangguk, membenarkan ucapan Mama nya. Mereka bertiga menikmati makanan sederhana yang dimasakan oleh Ibu Ela, tidak ada yang lebih mengasikan daripada saat berkumpul bersama keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Farmer? (candidate) Ideal Husband
RomanceInilah kisah Reza Sujatmiko, sebuah cerita bukan hanya tentang percintaan tetapi juga kehidupan seorang petani. ~ Reza Sujatmiko, lelaki idaman bagi para perempuan dan menantu idaman bagi para Ibu-ibu untuk anak gadis mereka. Sosok yang diberkahi de...